Selasa, 03 Desember 2013

Makalah Ta'lim



STUDI KITAB

TA’LIM AL-MUTA’ALLIM
Karya Az-Zarnuji




MAKALAH
DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH “FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM ”
Oleh:
1. Diana
2. Moh Said
3. Saniman
4. Sri Ruchanah





DOSEN PENGAMPU

Drs. M. Syakur, M.Ag
 


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
TAHUN 2011


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Berbarengan dengan globalisasi dan kemajuan modernisasi serta pengembangan ilmu pegetahuan dan teknologi, semakin hari semakin tidak terbendung. Banyak generasi muda muslim khusunya, -apalagi perkembangan teknologi informatika (TI) terutama internet, facebook, twitter, dan kawan-kawannya (wa akhawatuha) sudah mencandu dan meracun mereka- tidak lagi mengenal para tokoh muslim yang dapat memberi pengaruh terhadap kemajuan dunia pendidikan. Mereka kadang hanya bisa menghina, meremehkan bahkan mengatakan dimana tokoh pendidikan Islam ?. Ini sebenarnya terjadi karena mereka tidak (atau kurang) kenal sama sekali terhadap beberapa tokoh Islam yang berhasil mencetak generasi yang tidak kalah hebat dengan tokoh pendidikan nonmuslim dalam mencetak generasi yang berakhlaq al- karimah, disiplin dan terhormat, serta bermanfaat untuk kepentingan agama nusa dan bangsa. Apalagi mengenal karya-karya mereka, yang justru dijadikan bahan kajian oleh orang-orang Barat, seperti kitab: Ta’lim wa Muta’allim, karya Az-Zarnuji ini.
Az-Zarnuji adalah salah satu tokoh muslim yang pemikirannya sangat luas dan mendalam dalam berbagai hal diantaranya dalam masalah pendidikan. Pada hakekatnya usaha pendidikan menurut Az-Zarnuji adalah dengan mementingkan beberapa hal yang terkait dan mewujudkannya secara utuh dan terpadu, karena kosep pendidikan yang dikembangkannya berawal dari kandungan ajaran islam dan tradisi islam yang berprinsip pada pendidikan manusia seutuhnya. Sehinga di zaman yang moderen ini perlu kiranya mengetahui konsep pendidikan dari tokoh muslim terkemuka ini yang tertuang dalam kitab: Ta’lim wa Muta’allim.
Dengan berpandangan seperti tersebut di atas, yaitu mengenal para tokoh pendidikan Islam melalui karya-karya mereka, semisal kitab Ta’lim wa Muta’allim, adalah merupakan salah satu langkah yang seharusnya kita lakukan dan kita miliki dan kita hanyati serta merupakan kebanggaan kita sebagai orang Islam yang semestinya disosialisasikannya di kalangan umum. Sehingga generasi penerus Islam bisa bersuara lantang bahwa kita mempuyai tokoh yang pantas untuk dijunjung tinggi, dan diuri-uri (dilestarikan), salah satu di antaranya adalah: Az-Zarnuji dengan kitab Ta’limnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka kami ingin mengetahui dengan jelas dan gamblang tentang kitab Ta’lim wa Muta’allim, karya tokoh besar Az-Zarnuji, yang namanya sudah tidak asing lagi di dunia pesantren (yang masyarakat umum belum begitu banyak mengetahuinya).
C. Tujuan Makalah  
1.      Untuk mengetahui isi dan kandungan kitab Ta’lim wa Muta’allim,                
2.      Untuk mengetahui pandangan pendidikan yang terangkai dalam kitab Ta’lim wa Muta’allim
3.      Untuk mengetahui metode yang dipakai dalam kitab Ta’lim wa Muta’allim,
4.      Untuk mengetahui sifat pendidik yang baik menurut Az-Zarnuji
5.      Untuk mengetahui sifat peserta didik yang baik menurut Az-Zarnuji
6.      Untuk mengetahu aspek-aspek pendidikan menurut Az-Zarnuji.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Penyusunan Buku:
            Buku (Kitab) Ta’lim wa Muta’allim (Instruction of the Student: The Method of Learning= Instruksi bagi  para (maha) siswa: Metode Pembelajaran) ini tersusun gara-gara sang Pengarang, Az-Zarnuji, diminta oleh teman seangkatannyanya, para pencari ilmu untuk membuatkan sebuah risalah/ makalah atau kitab yang menerangkan tentang  metode mencari ilmu atau metode belajar.[1] Beliau menamakan kitabnya dengan nama: Ta’lim al-Muta’allim Thariqut Ta’allum[2]
B. Riwayat Hidup Az-Zarnuji
Burhan al-Din atau Burhan al-Islam al-Zarnuji juga dieja az-Zarnuji  adalah seorang sarjana Muslim dan penulis Ta'lim al-Muta'allim-Tariq at-Ta'-allum (Instruksi Pelajar: Metode Pembelajaran).
Al-Zarnuji lahir dan tinggal di Zarnuj, sebuah kota terkenal di luar sungai Oxus di Turkistan[3]. Burhan al-Din  atau Burhan al-Islam Al-Zarnuji adalah seorang cendikiawan muslim. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa nama yang diberikan padanya adalah An-Nu'man bin Ibrahim bin al-Khalil az-Zarnuji.[4] Dan sedikit sekali buku yang mengungkapkan sejarah kelahiran Az-Zarnuji. Namun jika dilihat dari nisbahnya, yaitu Az-Zarnuji, maka sebagian peneliti mengatakan bahwa ia berasal dari Zarnuj.
Beliau belajar dengan para masyayikh, termasuk: Syaikh Ali bin Burhan al-Din 'Abi Bakar al-Marghīnānī (1152-1197) penulis kitab Al-Hidayah, Syaikh Abu al-Muhamid Qawaduddin Hammad bin Ibrahim al-Saffar; Syaikhul-A’zham Hasan bin Mansur Qadiykhani, dan lain-lain.
Tanggal kematiannya tidak diketahui secara pasti, meskipun dapat diperkirakan bahwa ia meninggal pada tahun 602 atau 640 H/ 1223 M  /1242-1243 di Bukhara.
Adapun mengenai tahun lahirnya, setidaknya ada dua pendapat yang dapat dikemukakan. Pertama, pendapat yang mengatakan beliau wafat pada tahun 591 H./1195 M. Sedangkan pendapat yang kedua mengatakan bahwa Az-Zarnuji wafat pada tahun 640 H./1243 M. Sementara itu ada pula pendapat ketiga yang mengatakan bahwa beliau hidup semasa dengan Rida ad-Din an- Naisaburi yang hidup antara tahun 500-600 H.
Pada saat itu, walaupun keadaan politik Daulah Islamiyah telah merosot, tetapi ilmu pengetahuan tambah maju seperti yang digambarkan Ahmad Amin; kalau dari segi politik dianggap lemah, maka sesungguhnya pada zaman itu(467-656 / 1075-1261) tidaklah lemah dari ilmu pengetahuan. Daulah Islamiyah pada periode itu lebih tinggi martabatnya dalam ilmu pengetahuan dibandingkan abad sebelumnya. kalau memang kekuasaan politik mulai berguguran, tetapi sinar ilmu pengetahuan tambah bercahaya.
Dengan demikian, berarti Az-Zarnuji hidup di masa kejayaan ilmu pengetahuan berlangsung sampai ke abad empat belas. Perlu diingat, bahwa pengetahuan pada saat itu belum merupakan cabang ilmu sendiri, tetapi dikelompokkan pada bidang peradaban.

C. Pendidikan Az-Zarnuji
Az-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkan, yaitu ibu kota yang menjadi pusat keilmuan, pengajaran dan lain-lainnya. masjid-masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan diasuh oleh beberapa guru besar seperti Burhanuddin Al-Marginani (W. 593 H/ 1197 M),
Dan guru beliau yang lainnya seperti:
1.      Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakar (Khawahir Zadah), seorang mufti Bukhara, sastrawan dan penyair (W. 573 H/ 1177 M)
2.      Hammad bin Ibrahim, ahli fikih, sastrawan, teolog (M. 376 H/ 1180 M)
3.      Fakhruddin Al-Kasyani (kemungkinan besar adalah: Abu Bakar bin Mas’ud Al-Kasyani, pengarang kitab: Badi’ush Shana’i --dalam hal fikih-- (W. 587 H/ 1191 M).
4.      Fakhruddin Qadhikhan al-Auzjundi, mujtahid, mempunyai banyak karangan bidang fikih (W. 594 H/ 1198 M)
5.      Ruknuddin Al-Farghani, ahli fikih, sastrawan, penyair (W. 594 H/ 1198 M)[5]
6.      Syamsuddin Abdil Wajdi Muhammad bin Muhammad bin Abdul Satar,
Selain itu banyak guru Az-Zarnuji yang pendapat-pendapat mereka banyak diangkat dalam karyanya Ta’allim al-Muta’allim hinga kini banyak dikaji ulang oleh orang-orang Islam di berbagai negara Islam termasuk Indonesia.

D. Situasi Pendidikan Pada Jaman Az-Zarnuji
Dalam sejarah kita mencatat, paling kurang ada lima tahapan pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama pendidikan pada masa Nabi Muhammad SAW (571-632 H). Kedua pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M). Ketiga pada masa Bani Umayyah di Damsyik (661-1250M) Keempat pada masa kekuasaan Abassiah di Bagdad (750-1250M). dan pada kelima pendidikan pada masa jatuhnya kekuasaan Khalifah di Bagdad(1250-sampai sekarang.)
Di atas disebutkan bahwa Az-Zarnuji hidup sekitar abad ke-12 dan awal
abad ke-13 (591-640 h / 1195-1243 M.) Dari kurun waktu tersebut dapat diketahui bahwa Az-Zarnuji hidup pada masa yang keempat dari periode pertumbuhan dan perkembangan pedidikan Islam sebagaimana disebut di atas, yaitu antara tahun 750-1250 M. Dalam catatan sejarah, periode ini merupakan zaman keemasan atau zaman kejayaan peradaban Islam umumnya dan khususnya pendidikan Islam. Dalam hubungan ini, Hasan Langgulung mengatakan: “ Zaman keemasan Islam ini mengenai dua pusat, yaitu kerajaan Abbasyiah yang berpusat di Bagdad yang berlangsung kurang lebih lima abad(750-1258 M.) dan kerajaan Umaiyah di Spanyol yang berlangsung kurang lebih delapan abad (711-1492 M.)”.
Pada masa itu, kebudayaan Islam berkembang dengan pesatnya yang ditandai dengan munculnya berbagai lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi. Di antara lembaga-lembaga tersebut adalah Madrasah Nizhamiyah yang didirikan oleh Nizham al-Muluk(457 H.) Madrasah An-Nuriyah al-Kubra yang didirikan oleh Nuruddin Mahmud Zanki pada tahun 563 H/1167M. di Damaskus dengan cabangnya yang amat banyak di kota Damaskus ada pula madrasah Al-Mustansiriyah yang didirikan oleh Khalifah Abbasiyah, Al-Mustansir Billah di Bagdad pada tahun 631 H./1234 M. sekolah Al-Mustansiriyah ini sebagaimana disebutkan Abuddin Nata dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memadai seperi gedung berlantai dua, aula, perpustakaan dengan kurang lebih 80.000 buku koleksi, halaman dan lapangan yang luas, masjid, balai pengobatan dan lain sebagainya. Keistimewaan lainnya yang dimiliki Madrasah ini adalah karena mengajarkan ilmu fikih dalam empat mazhab (Maliki, Hanafi, Syafi`i dan Ahmad ibn Hambal).
Dengan memperhatikan imformasi tersebut di atas tampak jelas bahwa Az-Zarnuji hidup pada masa ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam tengah mencapai puncak keemasan dan kejayaan..

E. Pemikiran Az-Zarnuji dan Karyanya
  1. Kitab Ta’lim
Risalah Al-Zarnuji, Ta'lim al-Muta'allim-Tariq at-Ta'-allum, adalah pengenalan singkat rahasia mencapai pengetahuan. Diakui, bahwa kitab tersebut sebagai buku rujukan oleh para sarjana untuk menerapkan pengajaran mereka dalam dunia pendidikan. Buku dijadikan pegangan guru dalam rangka menerapkan pengajaran agama oleh para guru dan murid.
Karya Az-Zarnuji yang berjudul Ta’allim al-Muta’allim ditulis dengan bahasa Arab. Kemampuannya berbahasa Arab tidak bisa dijadikan alasan bahwa beliau keturunan Arab. Beberapa referensi tidak ditemukan bahwa az-Zarnurji adalah bangsa Arab, namun bisa jadi hal itu benar, sebab pada masa penyebaran agama Islam banyak orang Arab yang menyebarkan agama Islam ke berbagai negeri, kemudian bermukim di tempat di mana ia menyebarkan agama Islam, disamping itu tidaklah berlebihan kalau Az-Zarnuji dikatakan sebagai filosof, sebab disamping kitab Ta’allim al- Muta’allim mempunyai etika juga megandung nilai-nilai filsafat utuk membuktikan Az-Zarnuji adalah seorang filosof dan pemikiran filsafatnya lebih dekat dengan Al-Gazali. Malah kita lihat jejak Al-Gazali tampak dalam bukunya.
Buku Ta`lim al-Muta`allim adalah salah satu karyanya yang monumental, termasyhur di kalangan pesantren dan madrasah salafiah. Karya yang satunya bernama: Al-Muwadh-dhih syarah al-Maqamat al-Haririyah.[6]
Di Indonesia, kitab Ta`lim al-Muta`allim Thuruq al-Ta`alum dikaji dan dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan Islam, terutama lembaga pendidikan tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern sekalipun, seperti halnya di pondok pesantren Gontor Ponorogo, Jawa Timur.
Pada dasarnya ada beberapa konsep pendidikan Zarnuji yang banyak berpengaruh dan patut diindahkan:
1.      motivasi dan penghargaan yang besar terhadap ilmu pengetahuan dan ulama;
2.      konsep filter terhadap ilmu pengetahuan dan ulama;
3.      pendekatan-pendekatan teknis pendayagunaan potensi otak, baik dalam terapi alamiyah atau moral-psikologis.
Point-point ini semuanya disampaikan Zarnuji dalam konteks moral yang ketat. Maka, dalam banyak hal, ia tidak hanya berbicara tentang metode belajar, tetapi ia juga menguraikannya dalam bentuk-bentuk teknis. Namun walaupun demikan, bentuk-bentuk teknis pendidikan ala Zarnuji ketika dibawa ke dalam wilayah dengan basis budaya modern, terkesan canggung. Saat itulah, Ta’lim kemudian banyak dipandang secara “tidak adil” (baca: apriori), ditolak dan disudutkan.
Tetapi menurut kami, terlepas dari pro-kontra kelayakannya sebagai metodologi pendidikan, yang jelas Az-Zarnuji dalam cermin besarnya telah memberikan sebuah nuansa tentang pendidikan ideal; sebuah pendidikan yang bermuara pada pembentukan moral.
Secara umum kitab ini berisikan tiga belas pasal yang singkat-singkat, seperti berikut ini:
1.      Pengertian Ilmu dan Keutamaannya; (فى ماهية العلم، والفقه، وفضله)
2.      Niat di kala belajar; (فى النية فى حال التعلم)
3.      Memilih ilmu, guru dan teman serta ketahanan dalam belajar;
(فى اختيار العلم، والأساتذ، والشريك، والثبات)
4.      Menghormati ilmu dan ulama; (فى تعظيم العلم وأهله)
5.      Ketekunan, kontiunitas dan cita-cita luhur;  (فى الجد والمواظبة والهمة)
6.      Permulaan dan intensitas belajar serta tata tertibnya;
(فى بداية السبق وقدره وترتيبه)
7.      Tawakal kepada Allah; (فى التوكل)
8.      Masa belajar; (فى وقت التحصيل)
9.      Kasih sayang dan memberi nasehat, (فى الشفقة والنصيحة)
10.      Mengambil pelajaran, فى الإستفادة واقتباس الأدب))
11.      Wara (menjaga diri dari yang haram dan syubhat) pada masa belajar, (فى الورع)
12.      Penyebab hafal dan lupa, dan (فيما يورث الحفظ، وفيما يورث النسيان)
13.      Masalah rezeki dan umur.
((فـيمـا يجـلب الـرزق، وفيـما يمـنع، وما يزيـد فى العـمـر، وما ينقص
Dari ke 13 bab pembahasan di atas, maka metode belajar yang dimuat Zarnuji dalam kitabnya itu meliputi dua kategori.
Pertama, metode bersifat etik.
Kedua, metode yang bersifat strategi. Metode yang bersifat etik antara lain mencakup niat dalam belajar; sedangkan metode yang bersifat teknik strategi meliputi cara memilih pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-langkah dalam belajar. Apabila dianalisa maka akan kelihatan dengan jelas Zarnuji mengutakan metode yang bersifat etik, karena dalam pembahasannya beliau cenderung mengutamakan masalah-masalah yang bernuansa pesan moral.

2.       Metode Belajar dalam Kitab Ta`Lim al-Muta`allim
Zarnuji menguraikan dan memaparkan metode belajar itu dari beberapa sisi yang hirarkis dan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Kisi-kisi atau aspek-aspek yang hirarkis yang berhubungan antara satu dengan yang lainnya itu adalah bahwa dalam proses belajar itu tidak dapat lepas dari beberapa komponen yang saling mendukung agar mendapat ilmu yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Metode belajar itu dijelaskan Zarnuji dalam 13 pasal dengan singkat di antaranya tersebut di bawah ini:
a.       Hakikat ilmu dan keutamaannya (Fi Mahiyah al-‘Ilmi wa al-fiqhi wa Fadlih)
Menurut Zarnuji ilmu adalah suatu sifat yang dengannya dapat menjadi jelas pengertian sesuatu yang disebut. Ia mengatakan, tidak ada ilmu kecuali dengan diamalkan dan mengamalkannya adalah meninggalkan tujuan duniawi untuk tujuan ukhrawi. Setiap orang sebaiknya tidak sampai melupakan dirinya dari hal-hal yang berguna, agar akal dan ilmu tidak menjadi dalih dan menyebabkannya bertambah maksiat.
1)      Kewajiban belajar
Dalam Islam mencari ilmu adalah kewajiban yang tidak dapat ditawar mulai dari buaian sampai liang lahad. Menuntut ilmu wajib bagi muslim dan muslimat. Nabi Saw. bersabda: Carilah ilmu walaupun di negeri Cina. Hal ini juga sesuai dengan konteks pendidikan yang telah dikonsep oleh UNESCO bahwa orang hidup harus mencari ilmu (long life education). Zarnuji dalam kitab ini menjelaskan bahwa bukan semua ilmu yang wajib dituntut oleh seorang muslim, tetapi yang wajib baginya adalah menuntut ilmu hal (ilmu yang menyangkut kewajiban sehari-hari sebagai muslim, seperti ilmu tauhid, akhlak dan fikih) beliau mengutip hadis :
أفضل العلم علم الحال و أفضل العمل حفظ الحال   
Wajib pula bagi muslim mempelajari ilmu yang menjadi prasyarat untuk menunaikan sesuatu yang menjadi kewajibannya. Dengan demikian wajib baginya mempelajari ilmu mengenai jual beli bila berdagang. Wajib pula mempelajari ilmu yang berhubungan dengan orang lain dan berbagai pekerjaan. Maka setiap orang yang terjun pada suatu profesi harus mempelajari ilmu yang menghindarkannya dari perbuatan haram di dalamnya. Kemudian setiap muslim wajib mempelajari ilmu yang berkaitan dengan hati, seperti tawakkal (pasrah kepada Allah), inabah (kembali kepala Allah), khauf (takut kepada murka Allah). dan rida (rela atas apa yang ditakdirkan Allah atas dirinya).
Perlu digarisbawahi bahwa dalam pembagian ilmu, Zarnuji membagi ilmu
pengetahuan kepada empat kategori.
Pertama, ilmu fardhu `ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim secara individual. Adapun kewajiban menuntut ilmu yang pertama kali harus dilaksanakan adalah mempelajari ilmu tauhid, yaitu ilmu yang menerangkan keesaan Allah beserta sifat-sifat-Nya. Baru kemudian mempelajari ilmu-ilmu lainnya, seperti fiqih, shalat, zakat, haji dan lain sebagainya yang kesemuannya berkaitan dengan tatacara beribadah kepada Allah.
Kedua, ilmu fardhu kifayah, ilmu yang kebutuhannya hanya dalam saatsaat
tertentu saja seperti ilmu shalat jenazah. Dengan demikian, seandainya ada sebagian penduduk kampung telah melaksanakan fardhu kifayah tersebut, maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. Tetapi, bilamana seluruh penduduk kampung tersebut tidak melaksanakannya, maka seluruh penduduk kampung itu menanggung dosa. Dengan kata lain, ilmu fardhu kifayah adalah ilmu di mana setiap umat Islam sebagai suatu komunitas diharuskan menguasainya, seperti ilmu pengobatan, ilmu astronomi, dan lain sebagainya.
Ketiga, ilmu haram, yaitu ilmu yang haram untuk dipelajari seperti ilmu nujum (ilmu perbintangan yang biasanya digunakan untuk meramal). Sebab, hal itu sesungguhnya tiada bermamfaat dan justru membawa marabahaya, karena lari dari kenyataan takdir Allah tidak akan mungkin terjadi.
Keempat, lmu jawaz, yaitu ilmu yang hukum mempelajarinya boleh karena
bermamfaat bagi manusia. Misalnya ilmu kedokteran, yang dengan mempelajarinya akan diketahui sebab dari segala sebab (sumber penyakit). Hal ini diperbolehkan karena Rasullah Saw. juga memperbolehkan.
2)       Keutamaan ilmu
Zarnuji menyebutkan keutamaan ilmu hanya karena ia menjadi wasilah (pengantar) menuju ketakwaan yang menyebabkan seseorang berhak mendapat kemuliaan di sisi Allah SWT. dan kebahagiaan yang abadi. Dengan ilmu, Allah memberikan kemuliaan kepada Nabi Adam as. atas para malaikat dan Allah menyuruh mereka sujud kepada Adam, mereka sujud kecuali Iblis yang angkuh. Firman Allah :
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
Artinya : dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para malaikat, “ sujudlah kamu kepada Adam!” maka merekapun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan Ia termasuk golongan yang kafir. (QS.2: 34)

b.      Niat Waktu Belajar ( Finniyati fi al-Hal at-Ta’alum)
1)      Pentingnya niat belajar
Zarnuji menjelaskan bahwa niat adalah azas segala perbuatan, maka dari
itu adalah wajib berniat dalam belajar. Konsep niat dalam belajar ini mengacu kepada hadis Nabi saw:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ،
“Hanyasanya semua pekerjaan itu harus mempunya niat, dan hanyasanya setiap pekerjaan itu apa yang ia niatkan ".(HR. Bukhari)[7]
Dengan demikan amal yang berbentuk duniawi seperti makan, minum dan tidur bisa jadi amal ukhrawi dengan niat yang baik. Dan sebaliknya amal yang berbentuk ukhrawi seperti shalat, membaca zikir jadi amal duniawi dengan niat yang jelek seperti riya. Zarnuji berpendapat bahwa belajar adalah suatu pekerjaan, ia harus mempunya niat belajar.
2)       Niat yang baik dan niat yang buruk
Dalam belajar hendaklah berniat untuk:
1.      Mencari ridha Allah ‘Azza wa Jalla,
2.      Memperoleh kebahagiaan akhirat,
3.      Berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan kaum yang bodoh,
4.      Mengembangkan dan melestarikan Islam,
5.      Mensukuri nikmat akal dan badan yang sehat.
Kutipan gubahan Syekh Burhanuddin
Sungguh merupakan kehancuran yang besar seorang alim yang tak peduli, dan lebih parah dari itu seorang bodoh yang beribadah tanpa aturan, keduanya merupakan fitnah yang besar di alam semesta bagi orang-orang yang menjadikan keduanya sebagai pedoman.
Ini mengisyaratkan bahwa orang yang pandai tetapi kependaiannya hanya
untuk dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain itu tidak berarti, begitu juga orang bodoh beribadah ibadahnya bias batal atau ia akan mudah terjerumus ke aliran sesat.
3)       Sikap dalam berilmu
Di samping itu Zarnuji menyebutkan agar penuntut ilmu yang telah bersusah payah belajar, agar tidak memanfaatkan ilmunya untuk urusan-urusan duniawi yang hina dan rendah nilainya. Untuk itu kata Zarnuji hendaklah seseorang itu selalu menghiasi dirinya dengan akhlak mulia. Jadi yang perlu dicamkan adalah bahwa dalam mencari ilmu harus dengan niat yang baik sebab dengan niat itu dapat menghantarkan pada pencapaian keberhasilan. Niat yang sungguh-sungguh dalam mencari ilmu adalah keridhaan Allah akan mendapatkan pahala. Tidak diperkenankan dalam mencari ilmu untuk mendapatkan harta banyak.
c.       Memilih Ilmu, Guru dan Kawan
1)      Ilmu prioritas
Seluruh penuntut ilmu, baik pelajar maupun mahasiswa hendaklah memilih ilmu yang terbaik baginya, berguna untuk agama, di waktu itu dan di masa-masa yang akan datang (mendatang). Salah satu ilmu yang perlu diprioritaskan adalah ilmu tauhid dan ma’rifat karena menurut Zarnuji beriman secara taklid (mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dalilnya), meskipun sah tetapi tetap berdosa, karena tidak berusaha mengkaji dalilnya.
2)      Memilih guru dan musyawarah
Menurut Zarnuji seorang pelajar perlu bermusyawarah dalam segala hal. karena Allah memerintahkan Rasulullah Saw. untuk bermusyawarah dalam segala hal, padahal tak seorangpun yang lebih cerdas darinya. Rasulullah SAW. bermusyawarah bersama para sahabatnya, bahkan dalam urusan kebutuhan rumah tangga.
Ali ibn Abi Thalib mengatakan: ada orang yang utuh (rajul), setengah orang (nisf rajul) dan ada orang yang tidak berarti (la syai`). Orang yang utuh adalah orang yang memiliki pendapat yang benar dan mau bermusyawarah. Setengah orang adalah orang yang memiliki pendapat yang benar, tetapi tidak mau bermusyawarah atau mau bermusyawarah tetapi tidak mempunyai pendapat. Sedangkan orang yang tidak berarti adalah orang yang tidak mempunyai pendapat dan tidak mau bermusyawarah.
3)      Teguh dan sabar dalam belajar
Zarnuji mengatakan kesabaran dan keteguhan merupakan modal yang besar dalam segala hal. Seorang pelajar harus sabar menghadapi berbagai cobaan dan bencana.28 Di samping berjiwa sabar dalam menuntut ilmu, juga diperlukan bekal yang memadai dan waktu yang cukup serta kemampuan otak. Dalam sebuah syair29 dikatakan sebagai berikut:

ألا لـن تنــال الــعـلم إلا بســتة        سأنبيك عن مجموعها ببيان
ذكاء وحرص واصطبار وبلغة        وإرشاد أستاذ وطـول زمان
Ingatlah, engkau tak akan dapat ilmu, kecuali dengan enam hal #
Aku akan jelaskan padamu secara global dengan gamblang.
Kecerdasan, minat besar, kesabaran, bekal yang cukup #
petunjuk guru, dan waktu yang lama.
4)       Yang memperpanjang Umur
Pada pasal terakhir ini, pasal ketiga belas, ada bahasan tentang panjang umur. Az-Zarnuji menyebutkan, bahwa yang menyebabkan panjang umur adalah:
1)       Berbuat baik,
2)       Tidak menyakiti orang lain
3)       Hormat kepada orang tua
4)       Menyambung tali silaturrahmi .....
5)       tidak menebang pepohonan kecuali darurat...
6)       Menjaga kesehatan.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
            Dari uraian panjang lebar di atas dapat disimpulkan:
a.       Kitab Ta’lim Muta’allim sebagai metode pengajaran adalah sesuai dengan metode pembelaharan modern.
b.      Pembelajaran yang dikandungnya meliputi: aspek spiritual dan material; atau meliputi ranah kognitif, psikomotor, dan afektif.
c.       Menekankan moral agama Islam, baik yang berhubungan dengan Sang Khaliq maupun dengan makhluk. 
2. Saran
a.       Kitab Ta’lim Muta’allim hendaklah dimodernisasi penulisannya, agar dapat diterima di kalangan umum.
b.      Hadits-hadits yang terdapat di dalamnya perlu dikaji ulang tentang keshahihannya
c.       Hendaklah ada mahasiswa yang mengangkat kitab ta’lim untuk dijadikan disertasi doctor.
=============================




[1]Az-Zarnuji, (Syarah Syaikh Ibrahim bin Isma’il terhadap), Ta’lim wa Muta’allim, (Semarang: Karya Thaha Putra, tt), hal. 3  
[2]Az-Zarnuji, Ibid
[3] WIKIPEDIA
[4] Az-Zarkali, Al-A’lam, (Maktabah Syamelah)
[5] Ta’lim, digital, p. 5
[6] Az-Zarkali, Ibid
[7] Al-Bukhari, Shahih, I: 4 (Maktabah Syamelah)