Novel Biografi K.H. Hasyim Asy'ari
Selesai juga membaca kisah perjalanan hidup K.H. Hasyim Asy'ari sang pendiri
organisasi Islam terbesar di Indonesia. Terima kasih kepada Aguk Irawan,
lulusan al-Azhar Kairo, sang pengarang buku ini yang merupakan warga NU.
Garis Keturunan K.H. Hasyim Asyari
Sebagai novel sejarah, buku ini banyak berisi data-data sejarah. K.H. Hasyim
Asy'ari lahir dari keluarga yang secara turun temurun memimpin pesantren. Ayahnya
Kyai Asyari pemimpin Pesantren Keras di Jombang. Ibunya Halimah adalah putri
Kyai Usman pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya dari seluruh Jawa.
Sedangkan kakeknya, ayah dari Kyai Usman, adalah Kyai Sihah adalah pendiri
Pesantren Tambakberas di Jombang.
Menuntut Ilmu ke banyak Pesantren dan Guru
Dari kecil mendapatkan ilmu dari ayah dan kakeknya Kyai Asy'ari dan Kyai Usman.
Lalu mulai umur 15 tahun. Beliau sudah berkelana menjadi santri di Pesantren
Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis
(Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). K.H. Hasyim Asy’ari
menunaikan ibadah haji pada tahun 1892 lalu menimba ilmu di Mekah. Di sana ia
berguru pada Syeh Ahmad Khatib dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis.
Mendirikan Pesantren Tebuireng
K.H. Hasyim Asy'ari mendirikan Pesantren Tebuireng di kawasan yang banyak
dihuni Perampok, Pelacur, Pemabok. Namun berkat kejelian dakwahnya, beliau
tidak langsung berdakwah tentang Haram Halal tetapi melalui perbaikan ekonomi.
Penduduk sekitar menjadi mengetahui tata cara bercocok tanam hingga berternak
kolam ikan. Lambat laun, penduduknya tidak lagi berjudi, mabuk, dan menjadi
tempat pelacuran. Bahkan beliau menikahkan banyak sesama mantan penduduknya
yang sudah bertaubat.
Revolusi Pendidikan Islam
K.H. Hasyim Asy'ari pada zamannya sering membuat geleng-geleng para Kyai
pesantren lainnya. Hal tersebut antara lain:
- mendirikan pesantren di Tebuireng yang saat itu terkenal sebagai tempatnya
bromocorah, perampok, pemabok, suka berjudi, prostitusi, dan asusila.
- Materi ilmu-ilmu umum sampai metode seminari dimasukkan ke dalam Pendidikan
Islam bersanding imbang dengan ilmu-ilmu agama.
- Memasukkan materi Bahasa Belanda
- Serta mengajarkan Santrinya secara berdiskusi dan bersikap kritis.
Nasionalis Sejati
Novel ini kembali menampilkan KH. Hasyim sebagai sosok kontroversial, yang
gagasannya selalu melampaui zamannya. Melalui hasil istikharahnya (hlm, 320),
KH. Hasyim Asy’ari mau menerima tawaran kerjasama dari Jepang. Sementara banyak
para Kiai lain dan rakyat yang sempat menjadi korban kekejaman Jepang
mengkhawatirkan langkah politik KH. Hasyim tersebut. Jepang sendiri melunak dan
mengambil jalan koperatif terhadap pribumi lantaran cemas bahwa suatu hari
nanti Belanda akan merebut kembali wilayah yang kini diduduki Jepang. Kecemasan
itu terbukti. Forum Internasional di Wina pada 1942 memutuskan bahwa
negara-negara sekutu sepakat akan mengembalikan wilayah-wilayah yang diduduki
Jepang kepada koloni masing-masing.
Landasan logika yang dijadikan pijakan KH. Hasyim adalah kenyataan bahwa
beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dijajah Belanda, sehingga mentalitasnya
rapuh dan mudah ciut. Dengan didikan dan gemblengan militer dari Jepang, bangsa
Indonesia diharapkan memiliki kesiapan mental dengan suasana peperangan. Hal
ini menjadi modal untuk kelak merebut kemerdekaan yang sesungguhnya. Sementara
para kiai dari pesantren-pesantren lain melontarkan tuduhan bahwa KH. Hasyim
Asy’ari adalah antek kolonialisme dan anti kemerdekaan (hlm, 322). Bagi mereka,
cara yang tepat merebut kemerdekaan adalah dengan melawan kaum penjajah, tanpa
kompromi apapun. Dengan kata lain, kubu KH. Hasyim adalah kubu nasionalis
sejati sementara para kiai lain adalah nasionalis-idealis. Namun nyatanya, langkah
politik yang ditempuh KH. Hasyim terbukti berbuah manis, masyarakat pribumi
telah mengalami kemajuan yang pesat berkat keterlibatan Jepang.
Dalang di Balik Tercetusnya Ideologi Negara
Novel ini semakin seru tatkala menceritakan suasa politik nasional yang memanas
lantaran terjadinya pertentangan kelompok dalam menentukan ideologi negara.
Pada sidang BPUPKI 28 Mei-1 Juni 1945, kubu yang didalangi Soekarno dan Soepomo
menghendaki negara ini bercorak nasionalis sekuler. Sedangkan kubu yang
dikomandoi Muhammad Yamin menginginkan Islam sebagai landasan dasar negara
Indonesia. Kedua kubu ini masih terus saling menguatkan pandangan
masing-masing, sehingga nasib Indonesia masih di ambang kesuraman, apakah
dijadikan negara sekuler atau negara Islam. Pertentangan tersebut baru reda
setelah hadirnya Abdul Wahid Hasyim.
Abdul Wahid Hasyim yang sudah menerima gagasan dari ayahandanya, KH. Hasyim
Asy’ari, tampil sebagai penengah dan mempertemukan dua kubu yang bertentangan
itu. Wahid Hasyim menyampaikan pesan-pesan dari ayahandanya bahwa kondisi
sosial politik bangsa Indonesia ketika itu persis dengan kondisi Madinah pada
masa Rasulullah. Karena itulah, ideologi negara yang tercantum dalam Piagam
Madinah layak untuk dijadikan contoh dalam merumuskan ideologi negara
Indonesia. Mendengar penjelasan dari Wahid Hasyim, putra KH. Hasyim, kubu
Soekarno dan kubu M. Yamin sama-sama menerima. Sejak saat itulah, Piagam
Jakarta disepakati bersama (hlm, 346). Secara tidak langsung, KH. Hasyim
Asy’ari adalah dalang di balik tercetusnya ideologi negara Indonesia, dan
berkat gagasannya itu pertentangan ideologi dapat diredakan.
Pembela Kemerdekaan
Kadang kala, pihak yang paling mencintai negara adalah rakyat, dan pemerintah
seringkali memiliki logika yang jauh dari hati nurani kaum bawah. KH. Hasyim
Asy’ari atas nama hati nurani rakyat mengeluarkan fatwa jihad fi sabilillah
untuk melawan tentara sekutu yang berniat kembali menguasai Indonesia.
Sementara pemerintah menyepakati kesepatakan ‘gelap’ dengan pihak kolonial yang
disebut Perundingan Linggarjati. ‘Kesepatakan gelap’ yang dimaksud adalah
kesepatakan yang tidak mewakili seluruh suara rakyat, sehingga Perundingan
Linggarjati-salah satu pointnya—membentuk Negara Republik Indoneisa Serikat
(RIS). KH. Hasyim, Bung Tomo, Jenderal Soedirman, Kiai Wahab Hasbullah, dan
tokoh-tokoh lainnya mengadakan kesepakatan tandingan di Tebuireng. Bagi kubu
KH. Hasyim, kemerdekaan adalah harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Negara RIS dianggap sama halnya dengan menggadaikan kembali kemerdekaan. Pada
saat itulah, negara menjadi ‘tak-berfungsi’. KH. Hasyim menjadi komando utama
untuk menggerakkan rakyat melawan penjajah. Sayangnya, KH. Hasyim harus pergi
menemui Tuhan Pencipta Kehidupan ini tepat pada saat satu persatu wilayah
nusantara ini jatuh ke tangan penjajah.
Sebagai buku bermuatan sejarah, karya Aguk Irawan ini dapat dibilang sukses.
Namun sebagai karya fiksi, ia menyimpan ‘kecacatan’; data-data sejarah menumpuk
disana-sini, sehingga mengganggu pembaca menikmati keindahan fiksi itu sendiri.
Akan tetapi, ‘kekurangan’ ini boleh jadi sebagai ‘sisi keunggulan’nya,
mengingat informasi-informasi sejarah yang ditampilkan seakan-akan ingin
menciptakan ‘sejarah baru’ versi si pengarang. Terbukti ketika beberapa tokoh
nasional yang kita puja selama ini, malah dalam novel ini diungkap segala sisi
keburukannya (hlm, 401).
Beberapa
copy paste dari:
[1]
http://emka.web.id/ke-nu-an/2012/novel-penakluk-badai-kh-hasyim-asyarie-jadi-buku-terlaris-di-gramedia/[2]
http://www.rifaizaonline.co.cc/index.php/literatur/review-buku/434-catatan-kecil-dari-penakluk-badai-novel-biografi-kh-hasyim-asyari.html