STUDI KITAB
TA’LIM
AL-MUTA’ALLIM
Karya
Az-Zarnuji
MAKALAH
DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH “FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM ”
Oleh:
1.
Diana
2.
Moh Said
3.
Saniman
4.
Sri Ruchanah
DOSEN PENGAMPU
Drs. M. Syakur, M.Ag
DOSEN PENGAMPU
Drs. M. Syakur, M.Ag
PROGRAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS
WAHID HASYIM SEMARANG
TAHUN
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbarengan dengan globalisasi dan kemajuan modernisasi
serta pengembangan ilmu pegetahuan dan teknologi, semakin hari semakin tidak
terbendung. Banyak generasi muda muslim khusunya, -apalagi perkembangan
teknologi informatika (TI) terutama internet, facebook, twitter, dan
kawan-kawannya (wa akhawatuha) sudah mencandu dan meracun mereka- tidak lagi
mengenal para tokoh muslim yang dapat memberi pengaruh terhadap kemajuan dunia
pendidikan. Mereka kadang hanya bisa menghina, meremehkan bahkan mengatakan
dimana tokoh pendidikan Islam ?. Ini sebenarnya terjadi karena mereka tidak (atau
kurang) kenal sama sekali terhadap beberapa tokoh Islam yang berhasil mencetak
generasi yang tidak kalah hebat dengan tokoh pendidikan nonmuslim dalam
mencetak generasi yang berakhlaq al- karimah, disiplin dan terhormat, serta
bermanfaat untuk kepentingan agama nusa dan bangsa. Apalagi
mengenal karya-karya mereka, yang justru dijadikan bahan kajian oleh orang-orang
Barat, seperti kitab: Ta’lim wa Muta’allim, karya Az-Zarnuji ini.
Az-Zarnuji
adalah salah satu tokoh muslim yang
pemikirannya sangat luas dan mendalam dalam berbagai hal diantaranya dalam
masalah pendidikan. Pada hakekatnya usaha pendidikan menurut Az-Zarnuji
adalah dengan mementingkan beberapa
hal yang terkait dan mewujudkannya secara utuh dan terpadu, karena kosep
pendidikan yang dikembangkannya berawal dari kandungan ajaran islam dan tradisi
islam yang berprinsip pada pendidikan manusia seutuhnya. Sehinga di zaman yang
moderen ini perlu kiranya mengetahui konsep pendidikan dari tokoh muslim
terkemuka ini yang tertuang dalam kitab: Ta’lim wa
Muta’allim.
Dengan berpandangan seperti tersebut
di atas, yaitu mengenal para tokoh pendidikan Islam melalui karya-karya mereka,
semisal kitab Ta’lim wa Muta’allim, adalah merupakan salah satu
langkah yang seharusnya kita lakukan dan kita miliki dan kita hanyati serta
merupakan kebanggaan kita sebagai orang Islam yang semestinya disosialisasikannya
di kalangan umum. Sehingga generasi penerus Islam bisa bersuara lantang bahwa
kita mempuyai tokoh yang pantas untuk dijunjung tinggi, dan diuri-uri
(dilestarikan), salah satu di antaranya adalah: Az-Zarnuji dengan kitab
Ta’limnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang
diatas, maka kami ingin mengetahui dengan jelas dan gamblang tentang kitab Ta’lim
wa Muta’allim, karya tokoh besar Az-Zarnuji, yang
namanya sudah tidak asing lagi di dunia pesantren (yang masyarakat umum belum
begitu banyak mengetahuinya).
C. Tujuan Makalah
1.
Untuk mengetahui isi dan kandungan kitab Ta’lim
wa Muta’allim,
2.
Untuk mengetahui pandangan pendidikan yang terangkai dalam
kitab Ta’lim wa Muta’allim,
3.
Untuk mengetahui metode yang dipakai dalam kitab Ta’lim
wa Muta’allim,
4.
Untuk mengetahui sifat pendidik yang baik menurut Az-Zarnuji
5.
Untuk mengetahui sifat peserta didik yang baik menurut Az-Zarnuji
6.
Untuk mengetahu aspek-aspek pendidikan menurut Az-Zarnuji.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Penyusunan Buku:
Buku
(Kitab) Ta’lim wa Muta’allim (Instruction of the Student: The Method of
Learning= Instruksi
bagi para (maha) siswa: Metode
Pembelajaran) ini tersusun gara-gara sang Pengarang, Az-Zarnuji,
diminta oleh teman seangkatannyanya, para pencari ilmu untuk membuatkan sebuah
risalah/ makalah atau kitab yang menerangkan tentang metode mencari ilmu atau metode belajar.[1]
Beliau menamakan kitabnya dengan nama: Ta’lim al-Muta’allim Thariqut
Ta’allum[2]
B.
Riwayat Hidup Az-Zarnuji
Burhan al-Din atau
Burhan al-Islam al-Zarnuji juga dieja az-Zarnuji adalah seorang sarjana Muslim dan penulis
Ta'lim al-Muta'allim-Tariq at-Ta'-allum (Instruksi Pelajar: Metode
Pembelajaran).
Al-Zarnuji
lahir dan tinggal di Zarnuj, sebuah kota terkenal di luar sungai Oxus di Turkistan[3].
Burhan al-Din atau Burhan al-Islam Al-Zarnuji
adalah seorang cendikiawan muslim. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa nama
yang diberikan padanya adalah An-Nu'man bin Ibrahim bin al-Khalil
az-Zarnuji.[4]
Dan sedikit sekali buku yang mengungkapkan sejarah kelahiran Az-Zarnuji.
Namun jika dilihat dari nisbahnya, yaitu Az-Zarnuji, maka sebagian peneliti
mengatakan bahwa ia berasal dari Zarnuj.
Beliau
belajar dengan para masyayikh, termasuk: Syaikh Ali bin Burhan al-Din 'Abi
Bakar al-Marghīnānī (1152-1197) penulis kitab Al-Hidayah, Syaikh Abu
al-Muhamid Qawaduddin Hammad bin Ibrahim al-Saffar; Syaikhul-A’zham Hasan bin
Mansur Qadiykhani, dan lain-lain.
Tanggal
kematiannya tidak diketahui secara pasti, meskipun dapat diperkirakan bahwa ia
meninggal pada tahun 602 atau 640 H/ 1223 M /1242-1243 di Bukhara.
Adapun mengenai tahun lahirnya, setidaknya ada dua
pendapat yang dapat dikemukakan. Pertama, pendapat yang mengatakan beliau wafat
pada tahun 591 H./1195 M. Sedangkan pendapat yang kedua mengatakan bahwa
Az-Zarnuji wafat pada tahun 640 H./1243 M. Sementara itu ada pula pendapat
ketiga yang mengatakan bahwa beliau hidup semasa dengan Rida ad-Din an-
Naisaburi yang hidup antara tahun 500-600 H.
Pada saat itu, walaupun keadaan politik Daulah
Islamiyah telah merosot, tetapi ilmu pengetahuan tambah maju seperti yang
digambarkan Ahmad Amin; kalau dari segi politik dianggap lemah, maka
sesungguhnya pada zaman itu(467-656 / 1075-1261) tidaklah lemah dari ilmu
pengetahuan. Daulah Islamiyah pada periode itu lebih tinggi martabatnya dalam
ilmu pengetahuan dibandingkan abad sebelumnya. kalau memang kekuasaan politik
mulai berguguran, tetapi sinar ilmu pengetahuan tambah bercahaya.
Dengan demikian, berarti Az-Zarnuji hidup di masa
kejayaan ilmu pengetahuan berlangsung sampai ke abad empat belas. Perlu
diingat, bahwa pengetahuan pada saat itu belum merupakan cabang ilmu sendiri,
tetapi dikelompokkan pada bidang peradaban.
C.
Pendidikan Az-Zarnuji
Az-Zarnuji
menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkan, yaitu ibu kota yang menjadi pusat
keilmuan, pengajaran dan lain-lainnya. masjid-masjid di kedua kota tersebut
dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan diasuh oleh beberapa guru besar
seperti Burhanuddin Al-Marginani (W. 593 H/ 1197 M),
Dan
guru beliau yang lainnya seperti:
1. Ruknul
Islam Muhammad bin Abi Bakar (Khawahir Zadah), seorang mufti Bukhara, sastrawan
dan penyair (W. 573 H/ 1177 M)
2. Hammad
bin Ibrahim, ahli fikih, sastrawan, teolog (M. 376 H/ 1180 M)
3. Fakhruddin
Al-Kasyani (kemungkinan besar adalah: Abu Bakar bin Mas’ud Al-Kasyani,
pengarang kitab: Badi’ush Shana’i --dalam hal fikih-- (W. 587 H/ 1191 M).
4. Fakhruddin
Qadhikhan al-Auzjundi, mujtahid, mempunyai banyak karangan bidang fikih (W. 594
H/ 1198 M)
5. Ruknuddin
Al-Farghani, ahli fikih, sastrawan, penyair (W. 594 H/ 1198 M)[5]
6. Syamsuddin
Abdil Wajdi Muhammad bin Muhammad bin Abdul Satar,
Selain itu banyak guru Az-Zarnuji yang
pendapat-pendapat mereka banyak diangkat dalam karyanya Ta’allim
al-Muta’allim hinga kini banyak dikaji ulang oleh orang-orang Islam di
berbagai negara Islam termasuk Indonesia.
D.
Situasi Pendidikan Pada Jaman Az-Zarnuji
Dalam sejarah kita mencatat, paling kurang ada lima
tahapan pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama
pendidikan pada masa Nabi Muhammad SAW (571-632 H). Kedua pada masa Khulafaur
Rasyidin (632-661 M). Ketiga pada masa Bani Umayyah di Damsyik (661-1250M)
Keempat pada masa kekuasaan Abassiah di Bagdad (750-1250M). dan pada kelima
pendidikan pada masa jatuhnya kekuasaan Khalifah di Bagdad(1250-sampai
sekarang.)
Di atas disebutkan bahwa Az-Zarnuji hidup sekitar
abad ke-12 dan awal
abad
ke-13 (591-640 h / 1195-1243 M.) Dari kurun waktu tersebut dapat diketahui
bahwa Az-Zarnuji hidup pada masa yang keempat dari periode pertumbuhan dan
perkembangan pedidikan Islam sebagaimana disebut di atas, yaitu antara tahun
750-1250 M. Dalam catatan sejarah, periode ini merupakan zaman keemasan atau
zaman kejayaan peradaban Islam umumnya dan khususnya pendidikan Islam. Dalam
hubungan ini, Hasan Langgulung mengatakan: “ Zaman keemasan Islam ini mengenai
dua pusat, yaitu kerajaan Abbasyiah yang berpusat di Bagdad yang berlangsung
kurang lebih lima abad(750-1258 M.) dan kerajaan Umaiyah di Spanyol yang
berlangsung kurang lebih delapan abad (711-1492 M.)”.
Pada masa itu, kebudayaan Islam berkembang dengan
pesatnya yang ditandai dengan munculnya berbagai lembaga pendidikan, mulai dari
tingkat dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi. Di antara lembaga-lembaga
tersebut adalah Madrasah Nizhamiyah yang didirikan oleh Nizham al-Muluk(457 H.)
Madrasah An-Nuriyah al-Kubra yang didirikan oleh Nuruddin Mahmud Zanki pada
tahun 563 H/1167M. di Damaskus dengan cabangnya yang amat banyak di kota
Damaskus ada pula madrasah Al-Mustansiriyah yang didirikan oleh Khalifah
Abbasiyah, Al-Mustansir Billah di Bagdad pada tahun 631 H./1234 M. sekolah
Al-Mustansiriyah ini sebagaimana disebutkan Abuddin Nata dilengkapi dengan
berbagai fasilitas yang memadai seperi gedung berlantai dua, aula, perpustakaan
dengan kurang lebih 80.000 buku koleksi, halaman dan lapangan yang luas,
masjid, balai pengobatan dan lain sebagainya. Keistimewaan lainnya yang
dimiliki Madrasah ini adalah karena mengajarkan ilmu fikih dalam empat mazhab
(Maliki, Hanafi, Syafi`i dan Ahmad ibn Hambal).
Dengan memperhatikan imformasi tersebut di atas
tampak jelas bahwa Az-Zarnuji hidup pada masa ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Islam tengah mencapai puncak keemasan dan kejayaan..
E.
Pemikiran Az-Zarnuji dan Karyanya
- Kitab Ta’lim
Risalah
Al-Zarnuji, Ta'lim al-Muta'allim-Tariq at-Ta'-allum, adalah pengenalan singkat
rahasia mencapai pengetahuan. Diakui, bahwa kitab tersebut sebagai buku rujukan
oleh para sarjana untuk menerapkan pengajaran mereka dalam dunia pendidikan.
Buku dijadikan pegangan guru dalam rangka menerapkan pengajaran agama oleh para
guru dan murid.
Karya
Az-Zarnuji yang berjudul Ta’allim al-Muta’allim ditulis dengan bahasa
Arab. Kemampuannya berbahasa Arab tidak bisa dijadikan alasan bahwa beliau
keturunan Arab. Beberapa referensi tidak ditemukan bahwa az-Zarnurji adalah
bangsa Arab, namun bisa jadi hal itu benar, sebab pada masa penyebaran agama
Islam banyak orang Arab yang menyebarkan agama Islam ke berbagai negeri,
kemudian bermukim di tempat di mana ia menyebarkan agama Islam, disamping itu
tidaklah berlebihan kalau Az-Zarnuji dikatakan sebagai filosof, sebab disamping
kitab Ta’allim al- Muta’allim mempunyai etika juga megandung
nilai-nilai filsafat utuk membuktikan Az-Zarnuji adalah seorang filosof dan
pemikiran filsafatnya lebih dekat dengan Al-Gazali. Malah kita lihat jejak
Al-Gazali tampak dalam bukunya.
Buku Ta`lim al-Muta`allim adalah salah satu
karyanya yang monumental, termasyhur di kalangan pesantren dan madrasah
salafiah. Karya yang satunya bernama: Al-Muwadh-dhih syarah al-Maqamat
al-Haririyah.[6]
Di Indonesia, kitab Ta`lim al-Muta`allim Thuruq
al-Ta`alum dikaji dan dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan Islam,
terutama lembaga pendidikan tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok
pesantren modern sekalipun, seperti halnya di pondok pesantren Gontor Ponorogo,
Jawa Timur.
Pada
dasarnya ada beberapa konsep pendidikan Zarnuji yang banyak berpengaruh dan
patut diindahkan:
1. motivasi
dan penghargaan yang besar terhadap ilmu pengetahuan dan ulama;
2. konsep
filter terhadap ilmu pengetahuan dan ulama;
3. pendekatan-pendekatan
teknis pendayagunaan potensi otak, baik dalam terapi alamiyah atau
moral-psikologis.
Point-point ini semuanya disampaikan Zarnuji dalam
konteks moral yang ketat. Maka, dalam banyak hal, ia tidak hanya berbicara
tentang metode belajar, tetapi ia juga menguraikannya dalam bentuk-bentuk
teknis. Namun walaupun demikan, bentuk-bentuk teknis pendidikan ala Zarnuji
ketika dibawa ke dalam wilayah dengan basis budaya modern, terkesan canggung.
Saat itulah, Ta’lim kemudian banyak dipandang secara “tidak adil” (baca:
apriori), ditolak dan disudutkan.
Tetapi menurut kami, terlepas dari pro-kontra
kelayakannya sebagai metodologi pendidikan, yang jelas Az-Zarnuji dalam cermin
besarnya telah memberikan sebuah nuansa tentang pendidikan ideal; sebuah
pendidikan yang bermuara pada pembentukan moral.
Secara umum kitab ini berisikan tiga belas pasal
yang singkat-singkat, seperti berikut ini:
1. Pengertian
Ilmu dan Keutamaannya; (فى ماهية العلم، والفقه، وفضله)
2. Niat
di kala belajar; (فى النية فى حال التعلم)
3. Memilih
ilmu, guru dan teman serta ketahanan dalam belajar;
(فى اختيار العلم، والأساتذ، والشريك،
والثبات)
4. Menghormati
ilmu dan ulama; (فى تعظيم العلم وأهله)
5. Ketekunan,
kontiunitas dan cita-cita luhur; (فى الجد
والمواظبة والهمة)
6. Permulaan
dan intensitas belajar serta tata tertibnya;
(فى بداية السبق وقدره وترتيبه)
7. Tawakal
kepada Allah; (فى التوكل)
8. Masa
belajar; (فى
وقت التحصيل)
9. Kasih
sayang dan memberi nasehat, (فى الشفقة والنصيحة)
10. Mengambil
pelajaran, فى الإستفادة واقتباس الأدب))
11. Wara
(menjaga diri dari yang haram dan syubhat) pada masa belajar, (فى الورع)
12. Penyebab
hafal dan lupa, dan (فيما يورث الحفظ، وفيما يورث النسيان)
13. Masalah
rezeki dan umur.
((فـيمـا يجـلب الـرزق، وفيـما يمـنع، وما يزيـد فى
العـمـر، وما ينقص
Dari ke 13 bab pembahasan di atas, maka metode
belajar yang dimuat Zarnuji dalam kitabnya itu meliputi dua kategori.
Pertama,
metode bersifat etik.
Kedua, metode yang bersifat
strategi. Metode yang bersifat etik antara lain mencakup niat dalam belajar;
sedangkan metode yang bersifat teknik strategi meliputi cara memilih pelajaran,
memilih guru, memilih teman dan langkah-langkah dalam belajar. Apabila
dianalisa maka akan kelihatan dengan jelas Zarnuji mengutakan metode yang
bersifat etik, karena dalam pembahasannya beliau cenderung mengutamakan
masalah-masalah yang bernuansa pesan moral.
2.
Metode Belajar dalam Kitab Ta`Lim
al-Muta`allim
Zarnuji
menguraikan dan memaparkan metode belajar itu dari beberapa sisi yang hirarkis
dan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Kisi-kisi atau
aspek-aspek yang hirarkis yang berhubungan antara satu dengan yang lainnya itu
adalah bahwa dalam proses belajar itu tidak dapat lepas dari beberapa komponen
yang saling mendukung agar mendapat ilmu yang bermanfaat bagi dirinya dan
masyarakat. Metode belajar itu dijelaskan Zarnuji dalam 13 pasal dengan singkat
di antaranya tersebut di bawah ini:
a.
Hakikat ilmu dan
keutamaannya (Fi Mahiyah al-‘Ilmi wa al-fiqhi wa Fadlih)
Menurut Zarnuji
ilmu adalah suatu sifat yang dengannya dapat menjadi jelas pengertian sesuatu
yang disebut. Ia mengatakan, tidak ada ilmu kecuali dengan diamalkan dan
mengamalkannya adalah meninggalkan tujuan duniawi untuk tujuan ukhrawi. Setiap
orang sebaiknya tidak sampai melupakan dirinya dari hal-hal yang berguna, agar
akal dan ilmu tidak menjadi dalih dan menyebabkannya bertambah maksiat.
1)
Kewajiban
belajar
Dalam Islam mencari ilmu adalah kewajiban yang tidak
dapat ditawar mulai dari buaian sampai liang lahad. Menuntut ilmu wajib bagi
muslim dan muslimat. Nabi Saw. bersabda: Carilah ilmu walaupun di negeri Cina.
Hal ini juga sesuai dengan konteks pendidikan yang telah dikonsep oleh UNESCO
bahwa orang hidup harus mencari ilmu (long life education). Zarnuji
dalam kitab ini menjelaskan bahwa bukan semua ilmu yang wajib dituntut oleh
seorang muslim, tetapi yang wajib baginya adalah menuntut ilmu hal (ilmu
yang menyangkut kewajiban sehari-hari sebagai muslim, seperti ilmu tauhid,
akhlak dan fikih) beliau mengutip hadis :
أفضل العلم علم الحال و أفضل العمل حفظ الحال
Wajib pula bagi muslim mempelajari ilmu yang menjadi
prasyarat untuk menunaikan sesuatu yang menjadi kewajibannya. Dengan demikian
wajib baginya mempelajari ilmu mengenai jual beli bila berdagang. Wajib pula mempelajari
ilmu yang berhubungan dengan orang lain dan berbagai pekerjaan. Maka setiap
orang yang terjun pada suatu profesi harus mempelajari ilmu yang
menghindarkannya dari perbuatan haram di dalamnya. Kemudian setiap muslim wajib
mempelajari ilmu yang berkaitan dengan hati, seperti tawakkal (pasrah
kepada Allah), inabah (kembali kepala Allah), khauf (takut kepada
murka Allah). dan rida (rela atas apa yang ditakdirkan Allah atas
dirinya).
Perlu digarisbawahi bahwa dalam pembagian ilmu,
Zarnuji membagi ilmu
pengetahuan
kepada empat kategori.
Pertama,
ilmu fardhu `ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim secara
individual. Adapun kewajiban menuntut ilmu yang pertama kali harus dilaksanakan
adalah mempelajari ilmu tauhid, yaitu ilmu yang menerangkan keesaan Allah
beserta sifat-sifat-Nya. Baru kemudian mempelajari ilmu-ilmu lainnya, seperti
fiqih, shalat, zakat, haji dan lain sebagainya yang kesemuannya berkaitan
dengan tatacara beribadah kepada Allah.
Kedua, ilmu fardhu
kifayah, ilmu yang kebutuhannya hanya dalam saatsaat
tertentu
saja seperti ilmu shalat jenazah. Dengan demikian, seandainya ada sebagian
penduduk kampung telah melaksanakan fardhu kifayah tersebut, maka gugurlah
kewajiban bagi yang lainnya. Tetapi, bilamana seluruh penduduk kampung tersebut
tidak melaksanakannya, maka seluruh penduduk kampung itu menanggung dosa.
Dengan kata lain, ilmu fardhu kifayah adalah ilmu di mana setiap umat Islam
sebagai suatu komunitas diharuskan menguasainya, seperti ilmu pengobatan, ilmu
astronomi, dan lain sebagainya.
Ketiga, ilmu haram,
yaitu ilmu yang haram untuk dipelajari seperti ilmu nujum (ilmu perbintangan
yang biasanya digunakan untuk meramal). Sebab, hal itu sesungguhnya tiada
bermamfaat dan justru membawa marabahaya, karena lari dari kenyataan takdir
Allah tidak akan mungkin terjadi.
Keempat,
lmu jawaz, yaitu ilmu yang hukum mempelajarinya boleh karena
bermamfaat bagi
manusia. Misalnya ilmu kedokteran, yang dengan mempelajarinya akan diketahui
sebab dari segala sebab (sumber penyakit). Hal ini diperbolehkan karena
Rasullah Saw. juga memperbolehkan.
2)
Keutamaan ilmu
Zarnuji menyebutkan keutamaan ilmu hanya karena ia
menjadi wasilah (pengantar) menuju ketakwaan yang menyebabkan seseorang berhak
mendapat kemuliaan di sisi Allah SWT. dan kebahagiaan yang abadi. Dengan ilmu, Allah
memberikan kemuliaan kepada Nabi Adam as. atas para malaikat dan Allah menyuruh
mereka sujud kepada Adam, mereka sujud kecuali Iblis yang angkuh. Firman Allah
:
وَإِذْ
قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ
وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
Artinya : dan ingatlah ketika kami
berfirman kepada para malaikat, “ sujudlah kamu kepada Adam!” maka merekapun
sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan Ia termasuk
golongan yang kafir. (QS.2: 34)
b.
Niat Waktu
Belajar ( Finniyati fi al-Hal at-Ta’alum)
1)
Pentingnya niat
belajar
Zarnuji menjelaskan bahwa niat adalah azas segala
perbuatan, maka dari
itu
adalah wajib berniat dalam belajar. Konsep niat dalam belajar ini mengacu
kepada hadis Nabi saw:
إِنَّمَا
الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ،
“Hanyasanya semua pekerjaan itu
harus mempunya niat, dan hanyasanya setiap pekerjaan itu apa yang ia niatkan ".(HR.
Bukhari)[7]
Dengan demikan amal yang berbentuk
duniawi seperti makan, minum dan tidur bisa jadi amal ukhrawi dengan niat yang
baik. Dan sebaliknya amal yang berbentuk ukhrawi seperti shalat, membaca zikir
jadi amal duniawi dengan niat yang jelek seperti riya. Zarnuji berpendapat
bahwa belajar adalah suatu pekerjaan, ia harus mempunya niat belajar.
2)
Niat yang baik dan niat yang buruk
Dalam belajar hendaklah berniat untuk:
1. Mencari
ridha Allah ‘Azza wa Jalla,
2. Memperoleh
kebahagiaan akhirat,
3. Berusaha
memerangi kebodohan pada diri sendiri dan kaum yang bodoh,
4. Mengembangkan
dan melestarikan Islam,
5. Mensukuri
nikmat akal dan badan yang sehat.
Kutipan
gubahan Syekh Burhanuddin
Sungguh merupakan
kehancuran yang besar seorang alim yang tak peduli, dan lebih parah dari itu
seorang bodoh yang beribadah tanpa aturan, keduanya merupakan fitnah yang besar
di alam semesta bagi orang-orang yang menjadikan keduanya sebagai pedoman.
Ini mengisyaratkan bahwa orang yang pandai tetapi
kependaiannya hanya
untuk
dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain itu tidak berarti, begitu juga orang
bodoh beribadah ibadahnya bias batal atau ia akan mudah terjerumus ke aliran
sesat.
3)
Sikap dalam berilmu
Di samping itu Zarnuji menyebutkan agar penuntut
ilmu yang telah bersusah payah belajar, agar tidak memanfaatkan ilmunya untuk
urusan-urusan duniawi yang hina dan rendah nilainya. Untuk itu kata Zarnuji
hendaklah seseorang itu selalu menghiasi dirinya dengan akhlak mulia. Jadi yang
perlu dicamkan adalah bahwa dalam mencari ilmu harus dengan niat yang baik
sebab dengan niat itu dapat menghantarkan pada pencapaian keberhasilan. Niat
yang sungguh-sungguh dalam mencari ilmu adalah keridhaan Allah akan mendapatkan
pahala. Tidak diperkenankan dalam mencari ilmu untuk mendapatkan harta banyak.
c.
Memilih Ilmu,
Guru dan Kawan
1)
Ilmu prioritas
Seluruh penuntut ilmu, baik pelajar maupun mahasiswa
hendaklah memilih ilmu yang terbaik baginya, berguna untuk agama, di waktu itu
dan di masa-masa yang akan datang (mendatang). Salah satu ilmu yang perlu diprioritaskan
adalah ilmu tauhid dan ma’rifat karena menurut Zarnuji beriman secara taklid
(mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dalilnya), meskipun sah tetapi
tetap berdosa, karena tidak berusaha mengkaji dalilnya.
2)
Memilih guru dan
musyawarah
Menurut Zarnuji seorang pelajar perlu bermusyawarah
dalam segala hal. karena Allah memerintahkan Rasulullah Saw. untuk
bermusyawarah dalam segala hal, padahal tak seorangpun yang lebih cerdas
darinya. Rasulullah SAW. bermusyawarah bersama para sahabatnya, bahkan dalam
urusan kebutuhan rumah tangga.
Ali ibn Abi
Thalib mengatakan: ada orang yang utuh (rajul), setengah orang (nisf
rajul) dan ada orang yang tidak berarti (la syai`). Orang yang utuh adalah
orang yang memiliki pendapat yang benar dan mau bermusyawarah. Setengah orang
adalah orang yang memiliki pendapat yang benar, tetapi tidak mau bermusyawarah
atau mau bermusyawarah tetapi tidak mempunyai pendapat. Sedangkan orang yang
tidak berarti adalah orang yang tidak mempunyai pendapat dan tidak mau
bermusyawarah.
3)
Teguh dan sabar
dalam belajar
Zarnuji mengatakan kesabaran dan keteguhan merupakan
modal yang besar dalam segala hal. Seorang pelajar harus sabar menghadapi
berbagai cobaan dan bencana.28 Di samping berjiwa sabar dalam menuntut ilmu,
juga diperlukan bekal yang memadai dan waktu yang cukup serta kemampuan otak. Dalam
sebuah syair29 dikatakan sebagai berikut:
ألا
لـن تنــال الــعـلم إلا بســتة سأنبيك عن مجموعها ببيان
ذكاء
وحرص واصطبار وبلغة وإرشاد أستاذ وطـول زمان
Ingatlah,
engkau tak akan dapat ilmu, kecuali dengan enam hal #
Aku
akan jelaskan padamu secara global dengan gamblang.
Kecerdasan,
minat besar, kesabaran, bekal yang cukup #
petunjuk guru, dan
waktu yang lama.
4) Yang memperpanjang Umur
Pada
pasal terakhir ini, pasal ketiga belas, ada bahasan tentang panjang umur.
Az-Zarnuji menyebutkan, bahwa yang menyebabkan panjang umur adalah:
1) Berbuat baik,
2) Tidak menyakiti orang lain
3) Hormat kepada orang tua
4) Menyambung tali silaturrahmi .....
5) tidak menebang pepohonan kecuali darurat...
6) Menjaga kesehatan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari
uraian panjang lebar di atas dapat disimpulkan:
a. Kitab
Ta’lim Muta’allim sebagai metode pengajaran adalah sesuai dengan metode
pembelaharan modern.
b. Pembelajaran
yang dikandungnya meliputi: aspek spiritual dan material; atau meliputi ranah
kognitif, psikomotor, dan afektif.
c. Menekankan
moral agama Islam, baik yang berhubungan dengan Sang Khaliq maupun dengan
makhluk.
2. Saran
a. Kitab
Ta’lim Muta’allim hendaklah dimodernisasi penulisannya, agar dapat diterima di
kalangan umum.
b. Hadits-hadits
yang terdapat di dalamnya perlu dikaji ulang tentang keshahihannya
c. Hendaklah
ada mahasiswa yang mengangkat kitab ta’lim untuk dijadikan disertasi doctor.
=============================
[1]Az-Zarnuji, (Syarah Syaikh
Ibrahim bin Isma’il terhadap), Ta’lim wa Muta’allim, (Semarang: Karya
Thaha Putra, tt), hal. 3
[2]Az-Zarnuji,
Ibid
[3]
WIKIPEDIA
[4] Az-Zarkali, Al-A’lam,
(Maktabah Syamelah)
[5] Ta’lim, digital, p. 5
[6] Az-Zarkali, Ibid
[7] Al-Bukhari, Shahih, I: 4
(Maktabah Syamelah)
Huda, M., & Kartanegara, M. (2015). Islamic Spiritual Character Values of al-Zarnūjī’s Taʻlīm al-Mutaʻallim. Mediterranean Journal of Social Sciences, 6(4), 229.
BalasHapus