Senin, 17 Januari 2022

Moderasi, Toleransi dan Keuniversalan Islam

 

Moderasi, Toleransi dan Keuniversalan Islam

Oleh: Saniman el-Kudusi

Pembuka

Asal kata moderasi (Al-Wasthiyah, Ar.) dapat dimaknakan dengan: “Tengah dari sesuatu hal”. Sehingga kata Moderat/ moderasi adalah tegak dan imbang antara dua pihak. Kata “moderasi” memiliki korelasi dengan beberapa istilah. Dalam bahasa Inggris, kata “moderasi” berasal dari kata moderation, yang berarti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Juga terdapat kata moderator, yang berarti ketua (of meeting), pelerai, penengah (of dispute). Kata moderation berasal dari bahasa Latin moderatio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi” berarti penghidaran kekerasan atau penghindaran keekstreman. Kata ini adalah serapan dari kata “moderat”, yang berarti sikap selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah. Sedangkan kata “moderator” berarti orang yang bertindak sebagai penengah (hakim, wasit, dan sebagainya), pemimpin sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau pendiskusian masalah, alat pada mesin yang mengatur atau mengontrol aliran bahan bakar atau sumber tenaga. 

Adapun moderasi dalam terminologi hukum adalah keadilan, kebajikan, dan sikap tengah yang jauh dari keekstriman kanan atau kiri, sebagaimana firman Allah SWT.: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat Pertengahan...” (QS. Al-Baqarah, 2: 143), sebagai umat yang adil dan pilihan. Seingga pernyataan Moderat (Wasathiyah)  yang menjadi keistimewaan Islam adalah sesuatu hal yang dapat mengidentifikasi amal baik dari yang lain.

Sedangkan Toleransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah tasamuh. Secara bahasa toleransi berarti tenggang rasa. Secara istilah, toleransi adalah sikap menghargai dan menghormati perbedaan antarsesama manusia. Toleransi dalam Islam bisa dimaknai dengan membangun sikap untuk saling menghargai, saling menghormati antara satu dengan lainnya. Toleransi atau tasamuh juga dikenal sebagai istilah untuk menjelaskan sikap saling menghormati, menghargai dan kerjasama di antara kelompok masyarakat yang berbeda baik secara budaya, bahasa, etnis, politik, maupun agama.

Kemoderatan Islam

Islam, yang sumber pokoknya adalah Al-Qur’an dan Hadits, jika kita teliti dengan seksama secara kaffah, pasti kita akan dapati bahwa, Islam itu moderat seperti berikut in:

1.     Moderat dalam undang-undang, peraturan, dan hukum dari segi dapat merima perubahan lantaran perobahan waktu dan tempat, meski ada sebagian yang memang tidak dapat sama sekali diobah seperti tentang akidah, ibadah mahdhah dan moral.

2.     Cerminan kemoderatan Islam dan keuniversalan risalahnya ada pada pemeluknya, sehingga umat Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- adalah bangsa yang paling baik. “Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Seandainya Ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali Imran, 3: 110).

3.     Keadilan universal yang mencakup seluruh umat manusia meskipun ada perbedaan agama di antara mereka, tanpa memandang kerabat, teman atau musuh.

Potret kemoderatan Islam

Risalah/ misi Islam didasarkan pada sikap tengah antara dua kutub: rohani dan jasmani, fisik dan metafisika, materi dan immateri. Ia tidak bergantung pada aturan dan prinsip hidup pada emosi dan perasaan, atau juga tidak pada undang-undang dan disiplin ketat. Di antaranya sbb.:

1.     Moderat bidang akidah QS. (An-Nisa’), 4: 171;

Wahai AhliKitab, janganlah kamu berlebih-lebihan dalam (menjalankan) agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar...”

2.     Moderat bidang etika/ moral QS. (Al-Furqan, 25: 67)

“Dan orang-orang yang apabila berinfak/ (membelanjakan harta) tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir. (Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya”.

3.     Moderat bidang hukum dan perudang-undangan QS. (An-Nahel), 16: 126

“Dan jika kamu membalas, balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Sungguh jika kamu bersabar, hal itu benar-benar lebih baik bagi orang-orang yang sabar”.

4.     Moderat dalam bidang beribadah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan para sahabatnya menjalakan ibadah secara imbang (sedang-sedang saja), dan melarang mereka melakukannya dengan cara keterlaluan/ ekstrim. Sebab, di antara mereka mengira bahwa pencapaian kesempurnaan ibadah harus melalui kesulitan yang ekstrim. Karena itu, Rasulullah mengoreksi konsep ibadah dan menjelaskan kepada mereka kemoderatan dalam beribadah.

 

Toleransi di Indonesia

           Munculnya toleransi di Indonesia tak lepas dari peran dan gagasan Prof. Dr. A. Mukti Ali saat memimpin Departemen Agama (1973-1978). Gagasan tersebut dikonkretkan dalam program Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama. Istilah: “Agree in Disagrement” (sepakat dalam perbedaan), adalah ungkapan yang dipopulerkannya. Itu semua adalah langkahnya merespons perselisihan antara pemeluk Islam dan Kristen yang meningkat intensitasnya pada akhir 1960-an. Tanpa adanya toleransi, konflik dan perpecahan bisa terjadi tanpa akhir.

Toleransi adalah dasar untuk menciptakan lingkungan yang damai, sehingga konsep ini penting untuk dipelajari, dipahami, dan dikuasai setiap orang untuk membangun masyarakat yang terhindar dari kebencian dan perpecahan. Orang yang toleran menunjukkan kekuatan karena mereka dapat menghadapi opini dan perspektif yang berbeda. Toleransi sangat penting dimiliki dalam menjalani kehidupan bersama.

Manfaat Toleransi

1.     Membuka pandangan. Dengan toleransi, seseorang akan terbuka terhadap cara berpikir lain. Ini dapat membantu perkembangan pribadi. Rasa ingin tahu dan kesiapan untuk mempelajari dunia baru, ide, dan cara berpikir, dapat membantu orang menjadi lebih toleran. Ketika orang mengetahui lebih banyak tentang pemikiran dan ide yang berbeda dari seluruh dunia, akan membuat orang memahami dunia dengan lebih baik.

2.     Menerima nilai-nilai orang lain. Tiap orang pasti memiliki pendapat dan nilai mereka sendiri dan ini perlu dihormati dan diterima. Satu-satunya cara untuk hidup dalam masyarakat yang damai adalah toleransi. Tidak masalah untuk tetap berpegang pada nilai-nilai diri sendiri. Namun, menerima dan menghormati nilai-nilai orang lain juga penting dilakukan.

3.     Menguatkan tali persaudaraan. Melalui sikap toleransi, setiap orang menghargai yang lainnya dan memberikan rasa kasih sayang yang sama terhadap setiap perbedaan. Dengan begitu, rasa persaudaraan sebangsa dan setanah air pun akan semakin terpupuk. Setiap kelompok juga dapat terhindar dari berbagai jenis perpecahan.

4.     Menciptakan keharmonisan dan kedamaian. Setiap orang yang memiliki rasa toleran dapat menahan dirinya untuk tidak memaksakan pendapat pribadi kepada orang lain. Ini membuat keharmonisan akan tetap terjaga, karena tiap orang bisa saling memahami satu sama lain.

5.     Menguatkan iman. Dengan bersikap toleran, seseorang sudah menghargai dan menghormati agama lain yang berbeda keimanannya. Ketika seseorang mampu memiliki sikap toleransi, ia akan mengenal banyak orang dengan berbagai latar belakang agama. Pada posisi inilah ia bisa menguji seberapa kuat iman ketika berhubungan dengan orang lain.

6.     Menguatkan rasa nasionalisme. Toleransi bisa menunjukkan seberapa besar rasa nasionalisme seseorang. Orang yang memiliki toleransi tinggi, biasanya akan memiliki rasa cinta yang tinggi pula terhadap tanah airnya. Sebab ia menyadari bahwa Indonesia adalah negara majemuk yang memiliki banyak perbedaan.

7.     Mendukung pembangunan. Dengan adanya toleransi, maka pembangunan negara akan lebih cepat berjalan. Sebab setiap orang akan memiliki perspektif yang serupa mengenai perbedaan. Maka dari itu, kehidupan bernegara pun akan menjadi lebih mudah untuk dijalani.

Konsep Toleransi dalam Islam

           Kalau kita tengok dan teliti dalam Al-Qur’an secara kaffah, menyeluruh alias konfrehensif, akan dapat ditemukan suatu ayat yang mengisyaratkan pandangan ini, yaitu pada QS (Al-Mumtahanah), 60: 8-9 sbb.: Artinya: “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarangmu (berteman akrab) dengan orang-orang yang memerangimu dalam urusan agama, mengusirmu dari kampung halamanmu, dan membantu (orang lain) dalam mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai teman akrab, mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Konsep Keuniversalan Islam

Islam, dengan peraturan dan perundang-undangannya, menggabungkan antara hati dan akal. Allah menjadikan utusannya, Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- sebagai model yang diteladani oleh banyak orang, sebagaimana firman-Nya: “Sungguh pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu....“ (QS. Al-Ahzab, 33: 21)

Pesan/ misi Islam tidak terbatas pada sekelompok orang tertentu. Rasulullah SAW. tidak mewariskan misi ini kepada orang/ manusia tertentu sepeninggalnya, melainkan beliau meninggalkan pesan ini ke seluruh dunia, di mana tidak ada preferensi untuk satu hukum atas yang lain, atau untuk satu kelompok orang atas kelompok lainnya, atau untuk suatu sistem atas yang lain.

Justru, Rasulullah SAW. menjadikan anggota keluarganya sama dengan yang lainnya dalam hal misi yang tinggalkannya. Beliau menetapkan peraturan/ undang-undang dan menerapkannya kepada keluarganya lebih dulu sebelum pihak lain. Perkataan beliau yang sangat monumental adalah: “Demi Allah, andaikan Fathimah anak Muhammad mencuri, tentu aku akan memotong tangannya”. Karena itu, keterkaitan akidah/ keyakinan itu harus lebih kuat daripada keterkaitan/ hubungan darah (kekerabatan).

Bukti Keuniversalan Islam

Keuniversalan risalah Islam dapat dicontohkan sbb.:

1.     Misi/ risalah Islam didasarkan pada naluri kemanusiaan yang dimiliki oleh seluruh umat manusia. Kemudian, pesan ini menjelaskan kepada manusia bagaimana berinteraksi kepada semua makhluk di alam semesta ini, dan menjelaskan prinsip ekistensi (kewujudan) Sang Pencipta dan makhluk-Nya, serta menjelaskan hal-hal yang diingini oleh manusia untuk mengenal Tuhan -Allah SWT. sebagai naluri kemanusiaan.

2.     Menghasilkan prinsip dan nilai yang melambungkan manusia dan mengangkat kedudukannya tanpa memandang perbedaan antara yang satu dengan lainnya, sebagaimana ketercakupan prinsip hubungan antar manusia dalam kehidupan yang beraneka warna.

 

Manifestasi Keuniversalan Islam

Universalitas Islam tampak melalui banyak manifestasi, antara lain sebagai berikut:

1.     Al-Qur'an membuka peluang kepada orang-orang yang mau menguji kebenaran Al-Qur’an untuk membuat ayat yang  seperti Al-Qur’an ini, sebagaimana dikatakan: "Sungguh, jika manusia dan jin berkumpul untuk mendatangkan yang serupa dengan Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat mendatangkan yang serupa dengannya, sekalipun mereka membantu satu sama lain” (QS. A-Isra’, 17: 88).

2.     Kelayakan penerapan hukum Islam pada semua bidang kehidupan di setiap waktu dan tempat.

3.     Keumuman risalah Islam kepada seluruh umat manusia tanpa membeda-bedakan gender, suku dan ras. Sebab, payung Islam itu dapat menghimpun semua orang, tanpa kecuali.

4.     Dimungkinkan penerapan ketentuan Islam untuk mencapai keadilan bagi non-Muslim, sedangkan peristiwa sejarah membuktikan hal itu. Karena misi Islam ini berdiri bagai gunung yang kokoh dalam menghadapi ritangan.

 

Penutup

                            Sudah saatnya kita yang beragama menerapkan sikap moderat dalam menerapkan ajaran agama dengan konsekuen, yaitu sikap dewasa yang baik dan yang sangat bermanfaat dalam kehidupan berbangsa. Radikalisasi dan radikalisme, kekerasan dan kejahatan, termasuk ujaran kebencian/ caci maki dan hoaks dengan berpayung agama, adalah bentuk sikap kekanak-kanakan, jahat, memecah belah, merusak kehidupan, patologis, tidak baik dan tidak perlu dilestarikan.