Minggu, 14 Februari 2021

BELAJAR ITU APA, SIH ?

 

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Pengertian Belajar:

           Untuk memahami makna Belajar, kami akan memberikan ilustrasi/ contoh praktis, sbb.:

           Seorang bapak memerintahkan anaknya pergi ke sekolah. Beliau menunggu kedatangan anaknya dari sekolahannya sejak pagi, dan menanyakannya dengan rasa cemas apa yang dipelajarinya itu ? Sang bapak merasa senang jika anaknya dapat menjawab angka-angka yang ditanyakannya dari angka 1 (satu) sampai 10 (sepuluh). Atau si anak mampu menjawab huruf-huruf/ abjad dari huruf Alif sampai Ya’ (A- Z). Apa yang terjadi baginya ?

           Seorang guru memberi pelajaran kepada peserta didiknya dengan cara berulang-ulang, baik angka-angka ataupun huruf-huruf/ abjad (misalnya). Sedangkan siswa/ peserta didik tersebut mempelajarinya sedikit-demi sedikit. Lalu mereka ditanya satu-persatu oleh gurunya. Kadang-kadang mereka menjawab benar, dan kadang pula salah. Mereka pun terkadang  mengadakan diskusi tentang suatu permasalahan untuk mendapatkan sebuah jawaban.

           Sewaktu mereka (para peserta didik) kembali ke rumah, ayahnya merasa bahwa di sana (tempat pembelajaran) ada sesuatu yang baru yang diketahui seorang anak, atau ada  faktor lain yang membuat munculnya perubahan pada diri seorang anak. Seorang anak menjadi giat berubah ke arah positif secara evolusi.

           Contoh lain. Anak-anak atau orang dewasa turun ke laut untuk belajar berenang. Ia tenggelam ke dalam air dan minum sedikit air laut. Kemudian ia latihan lagi berenang, kadang-kala dilatih seorang palatih renang. Setelah beberapa lama, ia telah mahir berenang dengan mudah lagi gampang. Sungguh, ia telah belajar berenang.

           Secara definitif, istilah Belajar dalam Ilmu Jiwa (psychology) lebih luas pengertiannya daripada pengertian yang berlaku di kalangan awam, yaitu tidak hanya terbatas pada ruang belajar secara klasikal; atau belajar yang hanya diperlukannya saja. Justru, pengertian belajar menurut Ilmu Jiwa (psychology) mengandung makna yang paling tinggi, yaitu meliputi ranah kognitif, pskomotorik maupun afektif yang mesti dilakukan oleh seseorang. Baik secara verbal, logika maupun etika, sehingga berhasil lewat metode legal maupun ilegal.

           Dengan pemahaman seperti ini, maka Belajar adalah identik dengan usaha dan pembiasaan secara luas. Usaha untuk memperoleh cita-cita yang dibingkai dengan nilai-nilai etika, moral akan menjadi sempurna bila dihasilkan melalui belajar.

 

Bagaimana Seorang Belajar:

1. Kebiasaan dan Keterampilan :

           Kebiasaan dan keterampilan ini meliputi (misalnya: melangkah, berjalan, menubruk, keatas, kebawah, dan lain-lain yang bersifat pekerjaan tubuh, termasuk kerja secara reflek. Demikian juga yang menghasilkan suara, tulisan, suara petikan gitar, yang termasuk keterampilan tangan, khususnya jari-jemari (tulisan di mesin ketik/ kompputer); dan pembedahan yang dilakukan oleh seorang dokter.

           Keterampilan adalah serangkaian pembiasaan gerak yang mempunyai tujuan tertentu, seperti keterampilan menulis di alat tulis. Sedangkan Pembiasaan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan seseorang dengan cara yang mudah dan gampang oleh adanya pengulang-ulangan kegiatan. Dan terkadang Pembiasaan tersebut terjadi lewat kegiatan penalaran (baca: logika). Cara memakai pakaian akan menjadi kebiasaan seseorang. Demikian juga cara menyulut rokok, cara duduk, cara berjalan, cara tidur, dll.

           Hubungan antara kebiasaan dan keterampilan adalah sangat erat/ kuat. Menulis dengan tangan kanan adalah suatu kebiasaan dan keterampilan. Sedangkan tertawa dengan suara keras adalah masuk dalam ranah Kebiasaan, bukan suatu keterampilan. Dan tertawa dengan suara keras seperti itu dapat masuk dalam ranah keterampilan bila berada di tempat/ arena pertunjukan.

 

2. Realita dan Makna

           Seseorang mengusahakkan sesuatu sejak ia dilahirkan terhadap realita dan makna dengan cara kontinyu, terus menerus, sampai ia mampu melaksanakan secara budaya bersama dengan pribadi lainnya. Sebab, ia mempelajari nama-nama manusia, binatang, tempat-tempat dan hal-hal lainnya, sebagaimana ia mempelajari bahasa, dan hitungan. Ia mengetahui kejadian-kejadian yang bernilai sejarah, dasar-dasar ilmu pengetahuan, dan hal yang bersifat kontradiksi. Sebagaimana kejadian khusus yang dapat diingatnya.

           Inilah dan realitas lainnya dapat diusahakan seseorang dengan cara belajar. Masuk juga realitas-realitas yang dapat dihasilkan dari pemberitaan seseorang yang dapat membantu mengurai problematika, sebagaimana dapat terbantu memecahkan masalah untuk solusi di masa mendatang.

 

3. Metode Kemasyarakatan:

           Manusia adalah Humane Society, (kecenderungan untuk bermasyarakat, berkumpul dengan sesamanya. Ia selalu dalam melaksanakan kegiatan budayanya dengan yang lain sesama individu. Ia belajar di tengah-tengah realita. Bagaimana ia dapat mengaktualkan kegiatannya; bagaimana kegiatan tersebut dapat mempengaruhi individu dan individu itu dapat berimbas pada masyarakat. Oleh karena itu, ia dapat mengarahkan visi dan misinya, pemikirannya dan hal-hal seputar kehidupan. Seperti seorang anak, seorang siswa, dan para penduduk negeri.

 

4. Pribadi yang Spesial:

           Maksudnya adalah individu yang berbeda dengan lainnya, seperti tanda yang dimiliki oleh orang tertentu yang berbeda dengan lainnya. Perbedaan-perbedaan ini dapat membedakan seseorang dengan jelas dan gamblang, seperti cara orang tertawa, berbicara, berjalan, sebagian gerakan-gerakan fanatik (yang melekat selalu) yang dilakukan seseorang, seperti mengangkat kedua alis, menggerakkan sebagian wajah atau tubuh. Semua aktivitas ini dapat diusahakan dan dapat dipelajari oleh seseorang sebagai hasil pemberitaan masyarakat.

 

Devinisi Belajar:

           Mungkin, kami dapat memberikan definisi atas dasar kriteria yang telah tersebut di atas, sebagai berikut:

           Belajar, adalah perubahan atau keseimbangan langkah-langkah kehidupan, yang dapat menghantar orang untuk melaksanakan macam kegiatan, dengan syarat bahwa perubahan atau keseimbangan ini bukan hasil dari sesuatu yang sudah sempurna, atau warisan perselisihan, atau keadaan yang insidentil, seperti lelah, atau pingsan.

 

Hasil Pembelajaran

           Belajar adalah kegiatan dalam diri individu, yang tidak mungkin dideteksi secara langsung. Hanya saja, kami dapat menetapkan adanya pengaruh dan hasil dari pembelajaran tersebut. Adapun hasil dari pembelajaran itu dapat kami deteksi, kami lihat dan bandingkan.

           Tidak diragukan lagi, bahwa kegiatan pembelajaran adalah  paling banyak dibutuhkan manusia di mana saja ia berada. Sebab, manusia hidup hidup di lingkungannya yang jauh dari tradisional/kuno. Sedangkan kami hidup dalam ikatan masyarakat modern, yang mempunyai aturan hidup secara umum maupun khusus, yang jauh dari kondisi tradisional.

           Anak, dalam perkembangannya, belajar hal-hal banyak    misalnya, mengingat-ingat pekerjaannya, menguasai bahasa dan gaya bagi seseorang. Kami tidak akan menjawab masing-masing topik dalam jawaban tertentu. Artinya, bahwa kami tidak terpatok pada gaya saja, tapi kami berusaha untuk menentukan langkah. Langkah tersebut adalah Kebiasaan.

           Kebiasaan adalah cara atau gaya tertentu yang dapat dipelajari seseorang di tengah-tengah kehidupannya, sesuai/ cocok di tempat yang berbeda di mana ia hidup. Kebiasaan, setelah dilakukan, dapat menempatkan seseorang di tempat yang besar. Sebab, manusia yang pandai adalah ungkapan suatu himpunan kebiasaan-kebiasaan yang menjadi bagian kepribadiannya. Maka, setiap orang dari kita, adalah memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu yang berkait-erat dengan tempat makan, dan pakaian, cara menulis, atau berjalan di jalan. Sebagaimana ia mempunyai cara berfikir tertentu, yakni suatu metode yang dapat dipakai untuk berfikir dan memecahkan permasalahan. Sebagaimana ia mempunyai intuisi tertentu yang dapat digunakan untuk mengasihani, mencintai, membenci, dll.

           Adat-Kebiasaan mampu mendatangkan tujuan hidup pada kehidupan manusia. Sebab, kebiasaan tersebut minimal dapat membantu penyesuaian diri dalam masyarakat secara nyata, dan proses yang mendominasi diri mampu melakukan aktivitas tanpa pikir panjang. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk memperhatikan secara khusus pembentukan kebiasaan yang baik bagi anak dalam usia perkembangan (pancaroba). Sejauh pandangan kami bahwa mereka (anak dalam masa perkembangan) selalu dalam kebiasaan yang baik akan tumbuh menjadi pemuda yang baik, yang pada akhirnya mereka menjadi orang yang saleh di tengah-tengah masyarakat di mana saja berada.

           Atas dasar itu, lembaga pendidikan (formal maupun non-formal) hendaklah memperhatikan ini, tidak terbatas pada mengajarkan dasar-dasar bembaca, menulis, menghitung dan pengetahuan umum saja, tapi haruslah meluas pada andil positif dalam merealisasikan cita-cita pendidikan secara umum, di samping pendidikan secara khusus (Takhassus, spesialisasi).

 

Matang dan Proses Pembelajaran

           Kami akan mengetengahkan perbedaan tentang kematangan individu, dan proses pembelajaran. Yang dimaksud dengan: Kematangan individu adalah perubahan yang terjadi pada unsur dalam (intrinsic) dalam suatu kehidupan, atau individu seseorang yang dikembalikan pada faktor psychology dan biology, khususnya dalam ranah keturunan. Sedangkan perubahan yang didasarkan pada kematangan pribadi adalah perubahan yang mendahului proses pengetahuan dan pembelajaran. Yaitu hasil yang terjadi pada unsur dalam(intrinsic) bagi setiap individu, tidak menyangkut faktor luar.

 

Latihan dan Kematangan

           Perlu kami membedakan antara Kematangan dengan Latihan. Contoh yang jelas dalam hal ini adalah Belajar bahasa bagi anak. Seorang anak tidak belajar berbicara, sampai pada waktunya. Tapi, bahasa yang dipelajarinya adalah bahasa yang didengarnya. Artinya bahwa kemampuan seorang anak mempelajari bahasa apapun syarat utama adalah kemampuan asasi untuk mendengarkan suara dan berfungsinya akal seseorang. Adapun bahasa yang dipakai untuk berbicara, baik bahasa Arab, Inggris, maupun Prancis itu tergantung adanya latihan. Bila hidup dalam lingkungan orang yang berbicara dengan bahasa Arab, maka ia akan belajar bahasa Arab. Sedangkan kematangan ini belum cukup. Dan kematangan itu belum cukup untuk mengaplikasikan belajar, walau syarat-syaratnya terpenuhi.

Kematangan ada dua:

  1. Kematangan Jasmani:

Yang dimaksud dengan kematangan jasmani adalah tumbuh-kembangnya tubuh secara biologi yang berkaitan dengan fungsi di mana seseorang mesti mempelajari karenanya. Seorang anak, misalnya, tidak akan mampu berjalan bila tidak kuat otot kakinya. Termasuk salah besar, kalau kita paksa anak untuk berjalan bila ia belum sampai pada kematangan kedua atot kakinya. Sehingga dalam kondisi seperti ini akan berbahaya melatih berjalan kepada anak sebelum mampu.

 

  1. Kematangan Ruhani:

Maksud di sini adalah kematangan akal sesuai tingkat pertumbuhan fungsi-fungsi akalnya pada umumnya. Anak pada usia 9 tahun, misalnya, dapat mengerjakan perkalian tanpa dapat memahami jalannya perkalian itu. Cukup baginya menempuh tahapan ini dengan cara kita minta mengerjakan perkalian tanpa harus kita menanyakannya  secara terperinci. Setelah tahapan pendahuluan seperti itu, si anak akan mampu menelusuri perkalian: 7 x 9, adalah merupakan himpunan 7 yang berulang sampai 9, atau 9 yang berulang sampai 7.

Kematangan ruhani itu sekitar usia Murahiq (10- 11 tahun, atau sebelum mimpi basah bagi lelaki), yang ditandai dengan perkembangan akal, seperti dapat menetapkan sesuatu, memberikan alasan, dapat memahami, mengingat-ingat sesuatu, bangun tidur sendiri, dan bertambah sensitif pancaindranya, misal sentuhan, rasa atau pendengarannya.

 

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan hubungan antara kematangan individu dan pembelajaran sbb.:

  1. Pembelajaran terhadap obyek tertentu, tergantung pada kematangan jasmani dan berfungsinya rohani/ rasio, yang menjadi titik tolak pertanggungjawaban seseorang dalam mempelajari suatu perkara. Termasuk kesia-siaan adalah mengubah potensi kemampuan untuk mengerjakan sesuatu bila belum ada kematangan individu. Dengan demikian, kematangan individu adalah syarat bagi adanya  pembelajaran. Maka dari itu, tidak mungkin mengajarkan membaca kepada anak, kecuali bila telah ada kesiapan dan kematangan seseorang untuk menerima dan mempelajarinya. Yakni, ia memiliki kesiapan bacaan dan membaca.

     

  1. Kematangan rohani itu sendiri, belum cukup untuk mengujudkan kegiatan pembelajaran. Tapi, mesti dibarengi kelengkapan syarat-syaratnya. Artinya, bahwa seorang anak dalam usia 7 tahun memiliki kematangan untuk menulis dan membaca. Tapi, ia belum mampu mengujudkan hal tersebut kecuali dengan cara pengalaman dan latihan (experience and practice).

 

  1. Bentuk-bentuk kegiatan yang merupakan keharusan bagi makhluk hidup, seperti berjalan bagi manusia dan hewan, berenang bagi ikan, atau terbang bagi burung mempunyai pengaruh sedikit bila dilatih. Terlalu dini melatih berjalan kepada anak, terkadang dapat membuat si anak terhambat pertumbuhannya. Tapi, melatih si anak pada usia 12 atau 13 bulan (misalnya) sangat berguna baginya untuk keseimbangan kepala yang bergerak-gerak.

    

  1. Motivasi:

Mungkin, dasar pembelajaran yang paling vital adalah motivasi. Sebab, menurut survey dijelaskan bahwa, binatang yang lapar itu lebih cepat menerima pembelajaran daripada binatang yang tidak lapar. Adanya hadiah materi atau non-materi dapat membantu menambah semangat para pekerja dan menambah banyak produksi mereka. Pemberian hadiah (ganjaran), baik berupa materi atau yang lainnya sangat membantu peningkatan prestasi siswa.

Pihak madrasah/ sekolah biasanya memberi cara-cara untuk memperoleh hadiah. Tentunya, siswa ada yang memperolehnya dan ada pula yang tidak. Ini sangat berpengaruh pada siswa untuk berlomba-lomba mendapakannya.

 

1. Pahala dan Hukuman (Reward and Punishment):

  1. Pahala/ ganjaran itu lebih baik daripada siksa. Dan sanjungan itu lebih baik daripada hujatan, pada umumnya.
  2. Pahala/ hadiah dapat membuat seseorang memperolehnya berulang kali. Sedangkan siksa atau hujatan sering tidak mampu untuk mencegah berulangnya kesalahan. Bahkan, malah membuat berulang kali tindak kesalahan. Seorang anak yang kencing tanpa disengaja, akan bertambah buruk bila mendapatkan siksa/hukuman/hujatan. Seorang anak yang menginjak akil balig (dewasa) cenderung melakukan banyak lamunan. Pukulan dan hujatan tidak akan berguna baginya untuk menghentikan mimpi-mimpinya itu.

 

  1. Hukuman (baca: hujatan) membangkitkan gairah belajar. Tapi, pengaruh ini berbeda untuk setiap orangnya. Metode seperti ini hendaklah tetap memperhatikan nilai-nilai rasionalitas. Sebab, memberikan hukuman yang melebihi batas, terkadang dapat memberi kesan negatif, membuat kebencian terhadap guru, atau kepada pelajarannya, dan menurunkan kepercayaan diri.
  2. Balasan yang tergesa-gesa, baik berupa pemberian hadiah maupun penerapan hukuman adalah sangat bermanfaat daripada menundanya.

 

  1. Hukuman dalam bentuk larangan tersendiri, terkadang bermanfaat pada suatu kali. Di samping harus memperhatikan kondisi yang terkena larangan tersebut dalam menerapkannya. Seperti halnya larangan tidak boleh memakai sandal bagi orang yang terkena hukuman.

 

  1. Menghujat/ memarahi seseorang siswa secara tersendiri   --tidak di depan umum-- adalah satu-satunya bentuk hukuman yang sangat baik dan berguna untuk membuat siswa jera. Di samping adanya kesadaran pengakuan dari si terhukum.

   

  1. Hukuman dapat menambah bahaya dan tak terkesan memberi jera lantaran kesombongan dan tidak ada rasa malu dari si terhukum. Dan kenyataannya, bahwa hukuman itu bersifat negatif yang terkadang dapat membawa seseorang  untuk menjauhi kesalahan. Tapi, agak langka dapat menjelaskan secara gamblang yang seharusnya dilakukan oleh si terhukum. Berbeda dengan bentuk pemberian hadiah. Oleh karena itu dapat dijelaskan, bahwa pemberian hukuman itu bersifat individual, tidak disiar-siarkan kepada khalayak ramai.  

 

2. Pujian dan Hinaan (Praising and Blaming):

           Pujian, adalah bentuk lain dari suatu pemberian/ hadiah. Sebagaimana Hinaan, yang diberikan oleh guru kepada siswa adalah bentuk lain dari hukuman.

           Menurut eksperimen yang dilakukan oleh Harlock, menjelaskan bahwa pengaruh kedua metode tersebut bersifat relatif. Sangat mungkin, seseorang berada di kelompok yang satu terhung baik. Tapi, bila di kelompok lainnya terkenal jeleknya. Pujian itu dapat mendatangkan kesuksesan yang lebih baik, dibandingkan dengan Hinaan.  

 

3. Sukses dan Gagal (Success and Failure)

           Sukses dapat dipandang sebagai pahala, seperti halnya Gagal, dipandang sebagai hukuman. Kesuksesan itu hanya dapat dilihat dari segi kejiwaan seseorang dan pandangan yang ditempuhnya. Karena itu, kesuksesan tidak dapat dipasang kepada orang tertentu. Begitu juga yang namanya kegagalan, tidak dapat diterapkan kepada orang lain.

           Beberapa eksperimen menetapkan, bahwa kesuksesan itu akan dapat mendatangkan kesuksesan yang lain. Hanya saja sebagian ahli pendidikan memandang bahwa, seorang anak akan memperoleh kesuksesan justru dari kegagalan. Sebab, ia akan keluar untuk menuju ke lingkungan yang memungkinkan kesuksesan. Karena itu, para ahli pendidikan tidak memandangnya sebagai bahaya, bila seorang siswa mengalami kegagalan untuk satu ujian. Kemudian setelah itu, ia dapat menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan sebagai renungan untuk kesuksesan. Sehingga ia dapat merasakan nikmatnya kesuksesan setelah kegagalan. Orang mengatakan: ”Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda”.

           Pembelajaran bagi seorang anak dilaksanakan secara bertahap sesuai tingkat kematangan jiwa. Sehingga pembelajaran untuk anak kecil (belum dewasa) tidak dapat diterapkan sebagaimana untuk orang dewasa. Oleh karena itu, kesuksesan atau kegagalan adalah bentuk kesimpulan sementara yang mendasarkan pada aturan-aturan kemasyarakatan lokal di mana ia hidup (tinggal). Tidak dinyatakan dengan dasar senang atau tidak senang. Tapi dengan kenyataan/ realita bukan fiksi, dan memperhatikan yang lainnya, bukan egoistik.

============