LANGKAH-LANGKAH
PEMBELAJARAN
Pengertian
Belajar:
Untuk
memahami makna Belajar, kami akan memberikan ilustrasi/ contoh praktis,
sbb.:
Seorang
bapak memerintahkan anaknya pergi ke sekolah. Beliau menunggu kedatangan
anaknya dari sekolahannya sejak pagi, dan menanyakannya dengan rasa cemas apa
yang dipelajarinya itu ? Sang bapak merasa senang jika anaknya dapat menjawab
angka-angka yang ditanyakannya dari angka 1 (satu) sampai 10 (sepuluh). Atau si
anak mampu menjawab huruf-huruf/ abjad dari huruf Alif sampai Ya’ (A- Z). Apa
yang terjadi baginya ?
Seorang
guru memberi pelajaran kepada peserta didiknya dengan cara berulang-ulang, baik
angka-angka ataupun huruf-huruf/ abjad (misalnya). Sedangkan siswa/ peserta
didik tersebut mempelajarinya sedikit-demi sedikit. Lalu mereka ditanya
satu-persatu oleh gurunya. Kadang-kadang mereka menjawab benar, dan kadang pula
salah. Mereka pun terkadang mengadakan
diskusi tentang suatu permasalahan untuk mendapatkan sebuah jawaban.
Sewaktu
mereka (para peserta didik) kembali ke rumah, ayahnya merasa bahwa di sana
(tempat pembelajaran) ada sesuatu yang baru yang diketahui seorang anak, atau
ada faktor lain yang membuat munculnya
perubahan pada diri seorang anak. Seorang anak menjadi giat berubah ke arah
positif secara evolusi.
Contoh
lain. Anak-anak atau orang dewasa turun ke laut untuk belajar berenang. Ia tenggelam
ke dalam air dan minum sedikit air laut. Kemudian ia latihan lagi berenang,
kadang-kala dilatih seorang palatih renang. Setelah beberapa lama, ia telah
mahir berenang dengan mudah lagi gampang. Sungguh, ia telah belajar
berenang.
Secara
definitif, istilah Belajar dalam Ilmu Jiwa (psychology) lebih
luas pengertiannya daripada pengertian yang berlaku di kalangan awam, yaitu
tidak hanya terbatas pada ruang belajar secara klasikal; atau belajar yang
hanya diperlukannya saja. Justru, pengertian belajar menurut Ilmu Jiwa
(psychology) mengandung makna yang paling tinggi, yaitu meliputi ranah
kognitif, pskomotorik maupun afektif yang mesti dilakukan oleh seseorang. Baik
secara verbal, logika maupun etika, sehingga berhasil lewat metode legal maupun
ilegal.
Dengan
pemahaman seperti ini, maka Belajar adalah identik dengan usaha dan
pembiasaan secara luas. Usaha untuk memperoleh cita-cita yang dibingkai dengan
nilai-nilai etika, moral akan menjadi sempurna bila dihasilkan melalui belajar.
Bagaimana
Seorang Belajar:
1. Kebiasaan dan Keterampilan :
Kebiasaan
dan keterampilan ini meliputi (misalnya: melangkah, berjalan, menubruk, keatas,
kebawah, dan lain-lain yang bersifat pekerjaan tubuh, termasuk kerja secara
reflek. Demikian juga yang menghasilkan suara, tulisan, suara petikan gitar,
yang termasuk keterampilan tangan, khususnya jari-jemari (tulisan di mesin
ketik/ kompputer); dan pembedahan yang dilakukan oleh seorang dokter.
Keterampilan
adalah serangkaian pembiasaan gerak yang mempunyai tujuan tertentu,
seperti keterampilan menulis di alat tulis. Sedangkan Pembiasaan adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan seseorang dengan cara yang mudah dan gampang
oleh adanya pengulang-ulangan kegiatan. Dan terkadang Pembiasaan tersebut
terjadi lewat kegiatan penalaran (baca: logika). Cara memakai pakaian akan
menjadi kebiasaan seseorang. Demikian juga cara menyulut rokok, cara duduk,
cara berjalan, cara tidur, dll.
Hubungan
antara kebiasaan dan keterampilan adalah sangat erat/ kuat. Menulis dengan
tangan kanan adalah suatu kebiasaan dan keterampilan. Sedangkan tertawa dengan
suara keras adalah masuk dalam ranah Kebiasaan, bukan suatu keterampilan.
Dan tertawa dengan suara keras seperti itu dapat masuk dalam ranah keterampilan
bila berada di tempat/ arena pertunjukan.
2. Realita dan Makna
Seseorang
mengusahakkan sesuatu sejak ia dilahirkan terhadap realita dan makna dengan
cara kontinyu, terus menerus, sampai ia mampu melaksanakan secara budaya
bersama dengan pribadi lainnya. Sebab, ia mempelajari nama-nama manusia,
binatang, tempat-tempat dan hal-hal lainnya, sebagaimana ia mempelajari bahasa,
dan hitungan. Ia mengetahui kejadian-kejadian yang bernilai sejarah,
dasar-dasar ilmu pengetahuan, dan hal yang bersifat kontradiksi. Sebagaimana kejadian
khusus yang dapat diingatnya.
Inilah
dan realitas lainnya dapat diusahakan seseorang dengan cara belajar. Masuk juga
realitas-realitas yang dapat dihasilkan dari pemberitaan seseorang yang dapat
membantu mengurai problematika, sebagaimana dapat terbantu memecahkan masalah untuk
solusi di masa mendatang.
3. Metode Kemasyarakatan:
Manusia
adalah Humane Society, (kecenderungan untuk bermasyarakat, berkumpul
dengan sesamanya. Ia selalu dalam melaksanakan kegiatan budayanya dengan yang
lain sesama individu. Ia belajar di tengah-tengah realita. Bagaimana ia dapat mengaktualkan
kegiatannya; bagaimana kegiatan tersebut dapat mempengaruhi individu dan individu
itu dapat berimbas pada masyarakat. Oleh karena itu, ia dapat mengarahkan visi
dan misinya, pemikirannya dan hal-hal seputar kehidupan. Seperti seorang anak,
seorang siswa, dan para penduduk negeri.
4. Pribadi yang Spesial:
Maksudnya
adalah individu yang berbeda dengan lainnya, seperti tanda yang dimiliki oleh
orang tertentu yang berbeda dengan lainnya. Perbedaan-perbedaan ini dapat
membedakan seseorang dengan jelas dan gamblang, seperti cara orang tertawa,
berbicara, berjalan, sebagian gerakan-gerakan fanatik (yang melekat selalu) yang
dilakukan seseorang, seperti mengangkat kedua alis, menggerakkan sebagian wajah
atau tubuh. Semua aktivitas ini dapat diusahakan dan dapat dipelajari oleh
seseorang sebagai hasil pemberitaan masyarakat.
Devinisi
Belajar:
Mungkin, kami dapat memberikan definisi atas dasar
kriteria yang telah tersebut di atas, sebagai berikut:
Belajar,
adalah perubahan atau keseimbangan langkah-langkah kehidupan, yang dapat menghantar
orang untuk melaksanakan macam kegiatan, dengan syarat bahwa perubahan atau
keseimbangan ini bukan hasil dari sesuatu yang sudah sempurna, atau warisan
perselisihan, atau keadaan yang insidentil, seperti lelah, atau pingsan.
Hasil Pembelajaran
Belajar adalah kegiatan dalam diri individu, yang
tidak mungkin dideteksi secara langsung. Hanya saja, kami dapat menetapkan
adanya pengaruh dan hasil dari pembelajaran tersebut. Adapun hasil dari
pembelajaran itu dapat kami deteksi, kami lihat dan bandingkan.
Tidak
diragukan lagi, bahwa kegiatan pembelajaran adalah paling banyak dibutuhkan manusia di mana saja
ia berada. Sebab, manusia hidup hidup di lingkungannya yang jauh dari tradisional/kuno.
Sedangkan kami hidup dalam ikatan masyarakat modern, yang mempunyai aturan hidup
secara umum maupun khusus, yang jauh dari kondisi tradisional.
Anak, dalam perkembangannya, belajar
hal-hal banyak misalnya,
mengingat-ingat pekerjaannya, menguasai bahasa dan gaya bagi seseorang. Kami
tidak akan menjawab masing-masing topik dalam jawaban tertentu. Artinya, bahwa
kami tidak terpatok pada gaya saja, tapi kami berusaha untuk menentukan
langkah. Langkah tersebut adalah Kebiasaan.
Kebiasaan
adalah cara atau gaya tertentu yang dapat dipelajari seseorang di tengah-tengah
kehidupannya, sesuai/ cocok di tempat yang berbeda di mana ia hidup. Kebiasaan,
setelah dilakukan, dapat menempatkan seseorang di tempat yang besar. Sebab,
manusia yang pandai adalah ungkapan suatu himpunan kebiasaan-kebiasaan yang
menjadi bagian kepribadiannya. Maka, setiap orang dari kita, adalah memiliki
kebiasaan-kebiasaan tertentu yang berkait-erat dengan tempat makan, dan
pakaian, cara menulis, atau berjalan di jalan. Sebagaimana ia mempunyai cara
berfikir tertentu, yakni suatu metode yang dapat dipakai untuk berfikir dan
memecahkan permasalahan. Sebagaimana ia mempunyai intuisi tertentu yang dapat
digunakan untuk mengasihani, mencintai, membenci, dll.
Adat-Kebiasaan
mampu mendatangkan tujuan hidup pada kehidupan manusia. Sebab, kebiasaan
tersebut minimal dapat membantu penyesuaian diri dalam masyarakat secara nyata,
dan proses yang mendominasi diri mampu melakukan aktivitas tanpa pikir panjang.
Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk memperhatikan secara khusus pembentukan kebiasaan
yang baik bagi anak dalam usia perkembangan (pancaroba). Sejauh pandangan kami bahwa
mereka (anak dalam masa perkembangan) selalu dalam kebiasaan yang baik akan
tumbuh menjadi pemuda yang baik, yang pada akhirnya mereka menjadi orang yang
saleh di tengah-tengah masyarakat di mana saja berada.
Atas
dasar itu, lembaga pendidikan (formal maupun non-formal) hendaklah
memperhatikan ini, tidak terbatas pada mengajarkan dasar-dasar bembaca,
menulis, menghitung dan pengetahuan umum saja, tapi haruslah meluas pada andil
positif dalam merealisasikan cita-cita pendidikan secara umum, di samping
pendidikan secara khusus (Takhassus, spesialisasi).
Matang
dan Proses Pembelajaran
Kami akan mengetengahkan perbedaan tentang kematangan
individu, dan proses pembelajaran. Yang dimaksud dengan: Kematangan individu adalah
perubahan yang terjadi pada unsur dalam (intrinsic) dalam suatu kehidupan, atau
individu seseorang yang dikembalikan pada faktor psychology dan biology, khususnya dalam ranah keturunan. Sedangkan
perubahan yang didasarkan pada kematangan pribadi adalah perubahan yang
mendahului proses pengetahuan dan pembelajaran. Yaitu hasil yang terjadi pada
unsur dalam(intrinsic) bagi setiap individu, tidak menyangkut faktor luar.
Latihan
dan Kematangan
Perlu kami membedakan antara Kematangan
dengan Latihan. Contoh yang jelas dalam hal ini adalah Belajar bahasa bagi
anak. Seorang anak tidak belajar berbicara, sampai pada waktunya. Tapi, bahasa
yang dipelajarinya adalah bahasa yang didengarnya. Artinya bahwa kemampuan
seorang anak mempelajari bahasa apapun syarat utama adalah kemampuan asasi
untuk mendengarkan suara dan berfungsinya akal seseorang. Adapun bahasa yang
dipakai untuk berbicara, baik bahasa Arab, Inggris, maupun Prancis itu
tergantung adanya latihan. Bila hidup dalam lingkungan orang yang berbicara
dengan bahasa Arab, maka ia akan belajar bahasa Arab. Sedangkan kematangan ini
belum cukup. Dan kematangan itu belum cukup untuk mengaplikasikan belajar,
walau syarat-syaratnya terpenuhi.
Kematangan ada dua:
- Kematangan
Jasmani:
Yang dimaksud dengan
kematangan jasmani adalah tumbuh-kembangnya tubuh secara biologi yang berkaitan
dengan fungsi di mana seseorang mesti mempelajari karenanya. Seorang anak,
misalnya, tidak akan mampu berjalan bila tidak kuat otot kakinya. Termasuk
salah besar, kalau kita paksa anak untuk berjalan bila ia belum sampai pada
kematangan kedua atot kakinya. Sehingga dalam kondisi seperti ini akan
berbahaya melatih berjalan kepada anak sebelum mampu.
- Kematangan
Ruhani:
Maksud di sini adalah
kematangan akal sesuai tingkat pertumbuhan fungsi-fungsi akalnya pada umumnya.
Anak pada usia 9 tahun, misalnya, dapat mengerjakan perkalian tanpa dapat
memahami jalannya perkalian itu. Cukup baginya menempuh tahapan ini dengan cara
kita minta mengerjakan perkalian tanpa harus kita menanyakannya secara terperinci. Setelah tahapan pendahuluan
seperti itu, si anak akan mampu menelusuri perkalian: 7 x 9, adalah merupakan
himpunan 7 yang berulang sampai 9, atau 9 yang berulang sampai 7.
Kematangan ruhani itu sekitar
usia Murahiq (10- 11 tahun, atau sebelum mimpi basah bagi lelaki), yang
ditandai dengan perkembangan akal, seperti dapat menetapkan sesuatu, memberikan
alasan, dapat memahami, mengingat-ingat sesuatu, bangun tidur sendiri, dan
bertambah sensitif pancaindranya, misal sentuhan, rasa atau pendengarannya.
Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan hubungan antara kematangan individu dan pembelajaran sbb.:
- Pembelajaran
terhadap obyek tertentu, tergantung pada kematangan jasmani dan
berfungsinya rohani/ rasio, yang menjadi titik tolak pertanggungjawaban
seseorang dalam mempelajari suatu perkara. Termasuk kesia-siaan adalah mengubah
potensi kemampuan untuk mengerjakan sesuatu bila belum ada kematangan
individu. Dengan demikian, kematangan individu adalah syarat bagi adanya pembelajaran. Maka dari itu, tidak
mungkin mengajarkan membaca kepada anak, kecuali bila telah ada kesiapan
dan kematangan seseorang untuk menerima dan mempelajarinya. Yakni, ia
memiliki kesiapan bacaan dan membaca.
- Kematangan
rohani itu sendiri, belum cukup untuk mengujudkan kegiatan pembelajaran.
Tapi, mesti dibarengi kelengkapan syarat-syaratnya. Artinya, bahwa seorang
anak dalam usia 7 tahun memiliki kematangan untuk menulis dan membaca.
Tapi, ia belum mampu mengujudkan hal tersebut kecuali dengan cara
pengalaman dan latihan (experience and practice).
- Bentuk-bentuk
kegiatan yang merupakan keharusan bagi makhluk hidup, seperti berjalan
bagi manusia dan hewan, berenang bagi ikan, atau terbang
bagi burung mempunyai pengaruh sedikit bila dilatih. Terlalu dini melatih
berjalan kepada anak, terkadang dapat membuat si anak terhambat pertumbuhannya.
Tapi, melatih si anak pada usia 12 atau 13 bulan (misalnya) sangat berguna
baginya untuk keseimbangan kepala yang bergerak-gerak.
- Motivasi:
Mungkin, dasar pembelajaran
yang paling vital adalah motivasi. Sebab, menurut survey dijelaskan bahwa, binatang
yang lapar itu lebih cepat menerima pembelajaran daripada binatang yang tidak
lapar. Adanya hadiah materi atau non-materi dapat membantu menambah semangat
para pekerja dan menambah banyak produksi mereka. Pemberian hadiah (ganjaran),
baik berupa materi atau yang lainnya sangat membantu peningkatan prestasi
siswa.
Pihak madrasah/ sekolah biasanya
memberi cara-cara untuk memperoleh hadiah. Tentunya, siswa ada yang
memperolehnya dan ada pula yang tidak. Ini sangat berpengaruh pada siswa untuk
berlomba-lomba mendapakannya.
1. Pahala dan Hukuman (Reward and Punishment):
- Pahala/
ganjaran itu lebih baik daripada siksa. Dan sanjungan itu lebih baik
daripada hujatan, pada umumnya.
- Pahala/
hadiah dapat membuat seseorang memperolehnya berulang kali. Sedangkan
siksa atau hujatan sering tidak mampu untuk mencegah berulangnya
kesalahan. Bahkan, malah membuat berulang kali tindak kesalahan. Seorang
anak yang kencing tanpa disengaja, akan bertambah buruk bila mendapatkan
siksa/hukuman/hujatan. Seorang anak yang menginjak akil balig (dewasa)
cenderung melakukan banyak lamunan. Pukulan dan hujatan tidak akan berguna
baginya untuk menghentikan mimpi-mimpinya itu.
- Hukuman (baca:
hujatan) membangkitkan gairah belajar. Tapi, pengaruh ini berbeda untuk
setiap orangnya. Metode seperti ini hendaklah tetap memperhatikan
nilai-nilai rasionalitas. Sebab, memberikan hukuman yang melebihi batas,
terkadang dapat memberi kesan negatif, membuat kebencian terhadap guru,
atau kepada pelajarannya, dan menurunkan kepercayaan diri.
- Balasan
yang tergesa-gesa, baik berupa pemberian hadiah maupun penerapan hukuman
adalah sangat bermanfaat daripada menundanya.
- Hukuman
dalam bentuk larangan tersendiri, terkadang bermanfaat pada suatu kali. Di
samping harus memperhatikan kondisi yang terkena larangan tersebut dalam
menerapkannya. Seperti halnya larangan tidak boleh memakai sandal bagi
orang yang terkena hukuman.
- Menghujat/
memarahi seseorang siswa secara tersendiri
--tidak di depan umum--
adalah satu-satunya bentuk hukuman yang sangat baik dan berguna untuk
membuat siswa jera. Di samping adanya kesadaran pengakuan dari si
terhukum.
- Hukuman
dapat menambah bahaya dan tak terkesan memberi jera lantaran kesombongan dan
tidak ada rasa malu dari si terhukum. Dan kenyataannya, bahwa hukuman itu
bersifat negatif yang terkadang dapat membawa seseorang untuk menjauhi kesalahan. Tapi, agak
langka dapat menjelaskan secara gamblang yang seharusnya dilakukan oleh si
terhukum. Berbeda dengan bentuk pemberian hadiah. Oleh karena itu dapat
dijelaskan, bahwa pemberian hukuman itu bersifat individual, tidak
disiar-siarkan kepada khalayak ramai.
2. Pujian dan Hinaan (Praising and Blaming):
Pujian, adalah
bentuk lain dari suatu pemberian/ hadiah. Sebagaimana Hinaan, yang diberikan oleh
guru kepada siswa adalah bentuk lain dari hukuman.
Menurut
eksperimen yang dilakukan oleh Harlock, menjelaskan bahwa pengaruh kedua
metode tersebut bersifat relatif. Sangat mungkin, seseorang berada di kelompok
yang satu terhung baik. Tapi, bila di kelompok lainnya terkenal jeleknya. Pujian
itu dapat mendatangkan kesuksesan yang lebih baik, dibandingkan dengan Hinaan.
3. Sukses dan Gagal (Success and Failure)
Sukses dapat dipandang sebagai pahala, seperti halnya Gagal,
dipandang sebagai hukuman. Kesuksesan itu hanya dapat dilihat dari segi
kejiwaan seseorang dan pandangan yang ditempuhnya. Karena itu, kesuksesan tidak
dapat dipasang kepada orang tertentu. Begitu juga yang namanya kegagalan, tidak
dapat diterapkan kepada orang lain.
Beberapa
eksperimen menetapkan, bahwa kesuksesan itu akan dapat mendatangkan kesuksesan
yang lain. Hanya saja sebagian ahli pendidikan memandang bahwa, seorang anak
akan memperoleh kesuksesan justru dari kegagalan. Sebab, ia akan keluar untuk
menuju ke lingkungan yang memungkinkan kesuksesan. Karena itu, para ahli
pendidikan tidak memandangnya sebagai bahaya, bila seorang siswa mengalami
kegagalan untuk satu ujian. Kemudian setelah itu, ia dapat menganalisa
faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan sebagai renungan untuk kesuksesan.
Sehingga ia dapat merasakan nikmatnya kesuksesan setelah kegagalan. Orang
mengatakan: ”Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda”.
Pembelajaran
bagi seorang anak dilaksanakan secara bertahap sesuai tingkat kematangan jiwa.
Sehingga pembelajaran untuk anak kecil (belum dewasa) tidak dapat diterapkan sebagaimana
untuk orang dewasa. Oleh karena itu, kesuksesan atau kegagalan adalah bentuk
kesimpulan sementara yang mendasarkan pada aturan-aturan kemasyarakatan lokal
di mana ia hidup (tinggal). Tidak dinyatakan dengan dasar senang atau tidak
senang. Tapi dengan kenyataan/ realita bukan fiksi, dan memperhatikan yang
lainnya, bukan egoistik.
============