Sistem satuan
kredit semester atau SKS, seperti di perguruan tinggi, akan diterapkan di
jenjang SMP/MTs dan SMA/MA. Penerapan sistem belajar itu dinilai pemerintah
memberikan keleluasaan bagi siswa untuk belajar sesuai bakat, minat, dan
kemampuan.
Sekolah akan
mengalami kendala untuk menerapkan sistem SKS. Salah satunya, kultur
masyarakat, khususnya yang melekat pada para siswa. Mereka beranggapan, belajar
itu harus tatap muka. Padahal tidak demikian.
Sistem SKS memakai tiga cara pembelajaran. Yakni tatap
muka, terstruktur, dan mandiri. Terstruktur bisa berupa tugas kepada siswa,
tapi dengan kontrol dari para guru yang bersangkutan. Sedangkan mandiri, tugas
yang dilepaskan kepada siswa masing-masing, tanpa harus pengawasan guru.
Cara
pembelajaran terstruktur dan mandiri belum terlaksana secara maksimal. Semua
masih fokus pada tatap muka saja, yang harus diubah yakni mindset tentang
sistem pembelajaran yang bisa dilakukan kepada para siswa. Ini karena pihak
sekolah masih berpatokan pada cara mengajar sistem paket.
Dengan cara
belajar selama ini, siswa wajib mengikuti seluruh program pembelajaran dan
beban belajar sudah ditetapkan. Padahal, cara belajar sistem SKS merupakan
upaya inovatif untuk meningkatkan mutu pendidikan. Siswa mendapatkan layanan
pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuan. Siswa pintar dapat menyelesaikan
pendidikan di sekolah lebih cepat dari siswa yang berkemampuan standar.
Jika indeks prestasi (IP) siswa tinggi dapat mengambil
lebih banyak jumlah SKS. Untuk guru, mereka mudah memenuhi beban mengajar
minimal 24 jam. Selama ini, banyak guru yang mengeluh kesulitan memenuhi target
mengajar 24 jam. Salah satu penyebabnya karena di suatu daerah kelebihan guru.
Sistem SKS menguntungkan siswa karena bisa cepat lulus.
Untuk guru, mereka bisa mudah memenuhi beban mengajar minimal 24 jam.
Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) sudah mengeluarkan panduan penyelenggaraan sistem
SKS untuk tingkat SMP/SMA sederajat. Untuk SMP/SMA kategori standar, sistem SKS
merupakan pilihan, sedangkan SMA/MTs mandiri dan standar internasional wajib
menjalankan sistem SKS.
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 11 (2)
dan (3) mengatur bahwa:Ayat (2) Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB,SMK/MAK atau
bentuk lain yang sederajat pada pendidikan formal kategori standar dapat
dinyatakan dalam satuan kredit semester; Ayat (3) Beban belajar untuk
SMA/MA/SMLB,SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada pendidikan formal
kategori mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester.
Sekolah-sekolah tidak diharuskan mengikuti program sistem
satuan kredit semester (SKS). SKS hanya akan diterapkan bagi sekolah-sekolah
yang sudah siap, baik dari sisi fasilitas maupun sumber daya manusianya.
Sistem Kredit
Semester
Sistem Kredit
Semester (SKS) merupakan model pengaturan pendistribusian beban belajar pada
penyelenggaraan satu satuan pendidikan dengan menyesuaikan pada tingkat
perkembangan dan potensi tiap individu siswa agar mereka senang belajar
sehingga dapat mencapai standar kompetensi sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan.
Pengaturan beban belajar dapat dilakukan dalam Sistem
Paket Semester dan Sistem Kredit Semester. Penyelenggaraan program pendidikan
dengan menerapkan Sistem Paket Semester mewajibkan peserta didiknya mengikuti
seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan untuk
setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada satuan
pendidikan. Beban belajar tiap mata pelajaran pada sistem paket yang dinyatakan
dalam paket yang harus siswa ambil dalam satuan jam pembelajaran.
Beban belajar
dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk
mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan
terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Pelaksanaan semua itu
untuk mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat
kemampuan dan perkembangan peserta didik.
Beban belajar kegiatan tatap muka per minggu pada setiap
satuan pendidikan sebagai berikut:
* Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk
SD/MI/SDLB :
- Kelas I s.d. III adalah 29 s.d. 32 jam pembelajaran
- Kelas IV s.d. VI adalah 34 jam pembelajaran
* Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk
SMP/MTs/SMPLB adalah 34 jam pembelajaran
* Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk
SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK adalah 38 s.d. 39 jam pembelajaran.
Dalam
penyelenggaraan SKS, peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata
pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan setelah mendapat
pertimbangan dari pembimbing akademik. Biasanya beban belajar setiap siswa
ditentukan oleh prestasi yang dicapai pada paket pembelajaran sebelumnya.
Sistem kredit semester dinyatakan dalam Satuan Kredit Semester (SKS) yang dapat
siswa ambil.
Peran pembimbing akademik amat penting karena atas dasar
keputusannya siswa dapat mengambil kredit berapa banyak. Boleh tidaknya siswa
maju ke modul berikutnya, siswa yang mengalami kendala belajar maka regulasi
untuk melakukan perbaikan dan bimbingan ada di tangannya. Fungsi seperti ini
biasanya dilakukan oleh wali kelas, namun dalam penyelenggaraan SKS fungsi
walikelas lebih besar karena turut menentukan kecepatan siswa belajar tanpa
harus terhambat oleh kendala-kendala yang muncul dalam kelompok.
Beban belajar
satu SKS meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan
terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri tidak terstruktur. Pembelajaran tatap
muka
Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang
berupa proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Beban belajar
kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada masing-masing satuan pendidikan
ditetapkan sebagai berikut:
* SD/MI/SDLB berlangsung selama 35 menit
* SMP/MTs/SMPLB berlangsung selama 40 menit
* SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK berlangsung selama 45 menit
Penugasan terstruktur dan kegiatan tersendiri tidak
terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran
oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar
kompetensi. Pada penugasan terstruktur waktu penyelesaian penugasan terstruktur
ditentukan oleh pendidik, sedangkan penugasan mandiri tidak terstruktur waktu
penyelesaiannya diatur sendiri oleh peserta didik.
Pelaksanaan
sistem kredit semester (SKS) mengintegrasikan seluruh komponen sistem pelayanan
belajar melalui pemberdayaan kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan
kegiatan mandiri terstruktur secara optimal dengan mempertimbangkan daya
belajar siswa dengan mengerahkan seluruh sumber daya sekolah secara efektif dan
efisien sehingga dapat mencapai target pencapaian yang bermutu.
Tujuan Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester
Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester merupakan model
pengaturan beban belajar dengan tujuan membangun suasana belajar yang lebih
menyenangkan siswa serta berkembangnya proses belajar yang lebih menyenangkan,
belajar tidak menjadi beban berat untuk siswa. Tujuan umum ini selanjutnya
dijabarkan dalam tujuan yang lebih khusus sebagai berikut.
* Meningkatnya standar pelayanan satuan pendidikan dalam
memfasilitasi seluruh peserta didik menuntaskan seluruh beban belajar sesuai
dengan kapasitas dirinya.
* Terwujudnya keunggulan standar kompetensi kompetensi lulusan yang memiliki bakat dan potensi istimewa melalui pelayanan pengayaan dan/atau percepatan waktu belajar sehingga dapat menyelesaikan beban belajar dengan lebih baik dan lebih cepat.
* Meningkatnya kerja sama warga sekolah dalam mengembangkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangkan fisik serta psikologis peserta didik untuk memenuhi kebutuhan belajarnya.
* Meningkatnya peluang bagi yang memiliki kendala belajar untuk menyelesaikan beban belajar dengan ketersediaan waktu yang sesuai dengan potensi dirinya.
* Terwujudnya keunggulan standar kompetensi kompetensi lulusan yang memiliki bakat dan potensi istimewa melalui pelayanan pengayaan dan/atau percepatan waktu belajar sehingga dapat menyelesaikan beban belajar dengan lebih baik dan lebih cepat.
* Meningkatnya kerja sama warga sekolah dalam mengembangkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangkan fisik serta psikologis peserta didik untuk memenuhi kebutuhan belajarnya.
* Meningkatnya peluang bagi yang memiliki kendala belajar untuk menyelesaikan beban belajar dengan ketersediaan waktu yang sesuai dengan potensi dirinya.
USPN No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara
PP 19 tahun 2005 pada pasal 19 menegaskan kewajiban
memfasilitasi peserta didik mengembangkan potensi dirinya melalui kegiatan
pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangkan fisik serta psikologis peserta didik sebagaimana diamanatkan
pada. Konsep ini secara singkat menegaskan bahwa tugas sekolah adalah
menciptakan kondisi yang mendukung penyelenggaraan pendidikan, bimbingan dan
latihan berjalan efektif.
Permen Diknas
nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah yang mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal
untuk mencapai kompetisi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
SKS Menerapkan Filosofi Belajar Tuntas
Potensi
peserta didik bergantung pada dua hal utama, yaitu motivasi dan pengetahuan.
Pada motivasi Cofer&Apply (1963) meliputi dua penting yaitu regulasi dan
penentuan arah dari seluruh dorongan yang muncul dalam diri manusia untuk
beraktivitas. Menurut Geen R. (1994) sebagaimana terurai dalam Wikipedia
meyatakan bahwa motivasi merujuk pada inisiasi, penentu arah, intensitas dan
persistensi prilaku manusia. Motivasi meliputi motivasi internal dan eksternal.
Jika dorongan itu datang untuk melakukan suatu perbuatan dari dalam dirinya hal
itu termasuk dalam motivasi internal, dan jika suatu perbuatan muncul karena
dorongan dari luar dirinya, maka hal itu termasuk dalam kategori motivasi
eksternal.
Tinggi
rendahnya derajat manusia ditentukan oleh ilmunya. Kesempurnaannya ditentukan
oleh kemampuan dalam menguasai dan menerapkannya. Pemahamannya ditunjukan
kemampuan berpikir yang tercermin dalam berbicara, menulis, tindakan, sikap,
dan hasil karya. Mendemonstrasikan kebolehan dalam kegiatan sehari-hari
merupakan unjuk kebolehan kontekstual. Kekayaan pengetahuan, pemahaman,
keterampilan menjadi pertunjukan yang integratif sebagai potensi diri yang
melekat pada penampilan dirinya secara keseluruhan dalam sikap hidupnya.
Melekat dalam kemampuannya untuk menentukan mana yang sebaiknya dilakukan dan
mana yang tidak boleh dilakukan.
Belajar tuntas
(Mastery Learning) adalah pendekatan pembelajaran berdasar pandangan filosofis
bahwa seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi
yang tepat. Dalam pelaksanaannya peserta didik memulai belajar dari topik yang
sama dan pada waktu yang sama pula. Perlakuan awal belajar terhadap siswa juga
sama. Siswa yang tidak dapat menguasai seluruh materi pada topik yang
dipelajarinya mendapat pelajaran tambahan sehingga mencapai hasil yang sama
dengan kelompoknya. Siswa yang telah tuntas mendapat pengayaan sehingga mereka
pun memulai mempelajari topik baru bersama-sama dengan kelompoknya dalam kelas.
(http://en.wikipedia. org/wiki/ Mastery_ learning : 2008)
Konsep dasar
yang perlu mendapat perhatian pendidik ialah peta sebaran potensi sebelum siswa
mendapat perlakuan belajar. Secara empirik data potensi tersebar normal (John
B.Carol, http://www.humboldt.edu/ ~tha1/mastery. html:1987). Hal itu mengandung
arti bahwa hampir seluruh data berada dalam kurva. Berdasarkan konsep ini maka
siswa dikelompokan dalam 3 kelompok yaitu atas, tengah dan bawah. Kelompok atas
berarti siswa yang dapat belajar dengan cepat, kelompok tengah siswa rata-rata,
dan kelompok bawah adalah siswa yang berkarakter belajar lambat. Seperti dalam
distribusi sebaran IQ pengelompokan berdasarkan proporsi antara 26% kelompok
atas dan 26% kelompok bawah, dan 68% kelompok tengah pada antara 85 -115. Satu
persen dari kelompok atas tergolong siswa yang amat cerdas, dan dua persen dari
kelompok bawah siswa yang daya belajarnya sangat lambat (Disso95.
http://www.youtube.com).
Secara
empirik, jika siswa berada pada kondisi yang tepat, mendapat perlakuan belajar
yang sesuai dan mendapat waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas belajar maka
hasil studi di beberapa negara termasuk di Amerika, 90% siswa dapat mencapai
target belajar secara normal. (Huitt, W. http://chiron. valdosta.edu/
whuitt/col/ instruct/mastery.html , 1996).
Teori ini
menegaskan betapa pentingnya sekolah dikondisikan agar dapat memberi perlakuan
belajar dan menyediakan waktu belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
Berdasarkan analisis teori di atas ditegaskan pula bahwa tingkat kebutuhan
perlakuan dan waktu belajar sengat bergantung pada potensi siswa sehingga
sekolah yang efektif memberi perlakuan belajar tidak sama untuk seluruh siswa
karena harus disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pelayanan.
Terdapat dua
faktor utama yang menentukan kecepatan siswa mencapai ketuntasan belajar,
pertama adalah kecerdasannya dan kedua motivasinya. Istilah kecerdasan
memayungi gambaran makna yang terkandung dalam pikiran yang berhubungan
membentuk berbagai kemampuan, kemampuan berargumentasi, merencanakan,
memecahkan masalah, berpikir abstrak, mengembangkan ide secara utuh dan menyeluruh,
serta kemampuan belajar. Kecerdasan juga meliputi kreativitas, kepribadian,
karakter, ilmu pengetahuan atau kebijakan (http://en.wikipedia.org /wiki/
Intelligence (trait). Motivasi itu dapat diumpamakan sebagai mesin penggerak.
Kalau pada sepeda motor besarnya motivasi itu bergantung pada besar CC pada
mesin. Kembali pada potensi siswa, maka semakin besar motivasi dan semakin
tinggi kecerdasannya maka semakin besar kemungkinannya siswa itu masuk dalam
kelompok atas.
Sebaran kecerdasan siswa dalam kelas umumnya berada pada
kelompok rata-rata. Hal yang fenomenal dalam proses pembelajaran, pendidik
memperlakukan siswa dengan perlakuan rata-rata. Konsekuensi dari penyikapan ini
sesungguhnya yang pelayanan yang guru lakukan lebih banyak memenuhi kebutuhan siswa
rata-rata pula. Oleh karena itu siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi
selalu lebih cepat menguasai pengetahuan maupun dalam memecahkan masalah.
Akibatnya, siswa kelompok atas selalu harus menunggu teman sekelompoknya
selesai menyelesaikan pelajarannya. Jika tidak memperoleh perlakuan dalam masa
menunggu itu siswa pandai selalu mencari kesibukan lain. Ada kalanya mereka
menjadi pengganggu temannya sehingga bisa jadi karena itu dicap sebagai siswa
nakal. Sebaliknya siswa yang paling bawah akan selalu menghadapi kendala
ketertinggalan.
Dengan
memperhatikan kondisi ini maka dalam pelayanan pendidikan memerlukan memerlukan
pelayanan standar untuk siswa rata-rata, pelayanan pengayaan untuk siswa
kelompok atas dan pelayanan perbaikan untuk siswa kelompok bawah. Atas dasar
argumentasi inilah maka sistem kredit semester itu diperlukan sebagai solusi
agar kecepatan belajar siswa dapat berkembang menurut potensi dirinya. Dengan
pelayanan sistem kredit semester (1) seluruh individu dapat belajar sesuai
dengan potensinya (2) seluruh individu belajar dengan caranya masing-masing
pada tingkat kecepatan yang berbeda (3) dengan pelayanan belajar yang kondusif
maka potensi perbedaan karakter tiap individu akan lebih jelas terlihat (4)
bias yang tidak terkoreksi akan lebih mudah dipertanggung-jawabkan pada hampir
seluruh bentuk kesulitan belajar. (http://www.perry-lake.k12.oh.us/402_LearnFacil
/Index_ links/what_ is_mastery _ learning.htm)
Menerapkan SKS Model Penerapan Total Quality Management
Selama ini
sekolah menyelenggarakan kurikulum melalui pendekatan sistem paket semester.
Pada pendekatan ini siswa diperlakukan secara seragam. Memulai program dan
menyelesaikan pelajaran pada waktu yang sama. Siswa yang dapat belajar lebih
cepat idealnya mendapat pengayaan belajar, namun tidak membuatnya untuk
mempercepat penyelesaian pendidikannya. Siswa yang tidak tuntas mendapat
remedial, namun sesudah memenuhi batas ketuntasan mereka kembali bergabung pada
kelompoknya.
Model pelayanan itu dipandang tidak efektif karena tidak
memberikan pelayan optimal terutama terhadap siswa yang memiliki potensi untuk
menyelesaikan pelajarannya dengan cepat. Dalam memenuhi harapan untuk
memeberikan pelayanan belajar yang dapat memenuhi kebutuhan setiap individu
inilah sistem kredit semester diterapkan. Dengan dasar ini pada hakekatnya
sistem kredit semester diterapkan untuk memberikan peluang memfasilitasi
peserta didik mengembangkan potensi dirinya melalui kegiatan pembelajaran yang
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 PP 19 tahun
2005.
Penerapan SKS
merupakan bagian dari penerapkan model manajemen Total Quality Management
(TQM). Secara filosofis model ini fokus pada pemenuhan kebutuhan dan kepuasan
pelanggan. TQM telah diadopsi dari sistem lembaga usaha dalam melakukan
perubahan. Dari hasil kolaborasi Universitas Washington dengan sekolah negeri
di St.Louis munculah konsep Total Quality Schools (TQS) yaitu konsep unik
tentang strategi meningkatkan efektivitas sekolah (http://www.crossroad.to
/Quotes/ TQM.html)
dengan mendayagunakan TQM sebagai konsep maupun perangkat
pembaharuan. Tujuannya adalah meningkatkan mutu pelayanan sekolah melalui kerja
sama dengan seluruh pemangku kepentingan sebagai solusi untuk membantu siswa
melalui pengembangan kondisi sekolah sebagai tempat terbaik untuk siswa belajar
dan mengembangkan potensinya secara optimal. Sistem kerja sama yang efektif
tentu memerlukan perencanaan, pengorganisasian, kendali, pengarah, staf, dan
secara keseluruhan membentuk sistem yang visioner.
Beberapa pilar
utama dalam pelaksanaan TQS ialah efektifnya kerja sama, semua melayani semua,
kepala sekolah, guru, siswa, staf selalu menjaga (1) efisiensi biaya, (2)
menerapkan ukuran kualitas produk yang mengacu pada basis kriteria kebutuhan
siswa berprestasi (3) menerapkan ukuran dan pembaharuan mutu proses
pembelajaran (3) memahami bagaimana pengelolaan input menjadi output dengan
selalu berlandaskan kreasi sehingga selalu menghasilkan hasil pekerjaan yang
inovatif (4) memahami dengan baik harapan orang tua siswa dan siswa melalui
proses kerja sehari-hari.
Untuk mendapatkan mutu output pendidikan terbaik maka
sekolah harus membangun kualitas pada tiap pelaksanaan pekerjaan sehari-hari,
mendayagunakan guru dan staf sekolah untuk memecahkan tiap masalah dalam
peningkatan mutu, melakukan pembaharuan dalam proses pengelolaan
(http://www.orgdynamics.com/tqci.html). Sebagai landasan utama dari sistem
perubahan ini maka sekolah perlu mengembangkan sumber daya yang lebih cerdas,
lebih kompak, dan berkomitmen untuk meningkatkan mutu seluruh tahap pekerjaan
secara terencana dan berkelanjutan.
Pelaksanaan SKS
Prinsip dasar
penerapan SKS adalah bagaimana sistem pelayanan sekolah dapat memenuhi
kebutuhan dan kepuasan siswa dalam mengembangkan potensi dirinya secara
optimal. Memberikan pelayanan belajar kepada siswa melalui penciptaan kondisi
sekolah yang dapat memenuhi kebutuhan belajar secara individual sehingga tiap
individu menampakan potensinya secara optimal. Pelaksanaannya pelayanan
diberikan kepada tiga kelompok siswa yaitu :
Pelayanan
secara individual atau berkelompok kepada siswa yang memiliki daya belajar
tinggi untuk mendapatkan pelayanan pengayaan atau percepatan menyelesaikan
beban belajar tanpa terhambat oleh peserta belajar lainnya. Pelayanan diberikan
berupa:
1. Melaksanakan tatap muka sesuai dengan jadwal reguler
namun dengan memberikan pengayaan untuk meningkatkan kompetensi yang lebih
tinggi daripada siswa pada umumnya.
2. Melaksanakan pelayanan belajar lebih cepat daripada
siswa pada umumnya. Untuk itu diperlukan:
* Pelayanan kegiatan tatap muka, tugas terstruktur, tugas
mandiri tidak terstruktur bagi kelompok percepatan belajar melalui pembentukan
kelas percepatan, bergabung pada kelas di atasnya, atau melalui pelayanan
secara individu.
* Modul sebagai perangkat berajar siswa.
3. Pelayanan standar untuk siswa rata-rata yang tidak
berbeda dengan pelayanan sistem paket semester.
4. Sistem administrasi sekolah yang mewadahi dinamika
perkembangan siswa yang beragam seperti penerbitan kartu bukti melaksanakan
tatap muka dan kartu hasil studi per semester. Jika jumlah pelajaran pada
sistem paket semester setiap siswa sama, maka pada sistem kredit semester tiap
siswa dapat menyelesaikan jumlah pelajaran yang berbeda. Dengan demikian model
rapot berubah menjadi laporan kemajuan belajar (transkrip nilai) yang memuat
Indeks Prestasi Komulatif.
5. Perangkat administrasi kesiswaan seperti leger daftar
nilai dalam buku induk tiap semester tidak seragam serta memuat transkrip nilai
yang menggambarkan kemajuan belajar.
Pelayanan
terhadap siswa rata-rata jika melihat jumlah sebaran secara empirik memerlukan
bentuk pelayanan terbesar karena sebagian besar siswa mendapat pelayanan dalam
kelompok ini. Oleh karena itu pada kelompok ini sesungguhnya tidak diperlukan
sarana yang berbeda jauh daripada sistem penyelenggaraan paket semester. Sistem
pengelolaan kelas pun tidak mutlak harus menggunakan sistem moving class.
Jumlah ruang kelas dan jam belajar pada pelayanan kelompok rata-rata dapat
berjalan seperti dalam penyelenggaraan paket semester sebagaimana sekolah telah
melaksanakannya pada saat ini.
Pelayanan plus
dalam SKS diperlukan untuk memberikan pelayanan akselerasi kepada siswa
kelompok atas. Kelompok siswa ini semestinya dalam sistem ini diberi peluang
untuk melakukan kontrak kredit yang lebih banyak. Jika siswa dapat menyelesikan
pelajaran lebih cepat, maka siswa diberi pelayanan untuk melanjutkan pelajaran
lebih cepat sehingga dapat menyelesaikan studinya lebih cepat daripada siswa
rata-rata. Dalam melaksanakan model pelayanan ini sekolah memerlukan kesiapan
pada :
* Tim pendidik yang melayani program percepatan
* Membentuk pembimbing akademik yang akan membantu dan
memutuskan siapa-siapa saja yang boleh mengambil kredit pada sejumlah tertentu
* Menyediakan kartu kredit untuk dibawa siswa dalam tiap
kegiatan tatap muka
* Menggantikan sistem rapot ke dalam sistem Kartu Hasil Studi (KHS) yang dapat diisi tiap siswa menyelesaikan kreditnya
* Menggantikan sistem rapot ke dalam sistem Kartu Hasil Studi (KHS) yang dapat diisi tiap siswa menyelesaikan kreditnya
* Ruangan tempat memberikan pelayanan percepatan kepada
siswa
* Tambahan waktu ekstra dalam memberikan pelayanan belajar kepada rombongan kelompok atas dan bawah sehingga bentuk penjadwalan belajar berbeda dari pola sistem paket semester.
* Tambahan waktu ekstra dalam memberikan pelayanan belajar kepada rombongan kelompok atas dan bawah sehingga bentuk penjadwalan belajar berbeda dari pola sistem paket semester.
* Modul yang dilengkapi dengan materi pelajaran, perangkat latihan kerja siswa, latihan kerja mandiri, perangkat evaluasi ulangan, sampai pada perangkat ulangan umum untuk tiap mata pelajaran.
* Memberikan peluang belajar kepada siswa yang berakselerasi untuk mengikuti kegiatan tatap muka dengan siswa angkatan di atasnya pada mata pelajaran yang sama (misalnya,siswa dari rombongan belajar kelas 10 bergabung belajar dengan rombongan belajar kelas 11)
* Memberikan peluang kepada siswa yang telah menyelesaikan seluruh kreditnya untuk mengikuti ujian akhir.
Substansi pelayanan plus itu pada dasarnya untuk siswa
yang memiliki kemampuan belajar cepat dengan kepada siswa yang memiliki
kemampuan belajar lambat sama saja. Namun jika kondisi sekolah baik sehingga
siswa kolompok lambat dapat dibantu secara optimal, maka prioritas pelayanan
yang perlu sekolah sediakan adalah pelayanan percepatan belajar pada kelompok
atas.
Dengan
demikian bagi sekolah yang akan menyelenggarakan SKS terdapat dua alternatif
dalam soal pengaturan jadwal dan ruangan. Pertama tidak menambah ruang yang
ada, namun menambah waktu belajar yang tadinya pembelajaran hanya dilaksanakan
pagi hari harus berubah menjadi sepanjang hari. Kedua, menambah ruangan seuai
dengan kebutuhan pelayanan yang akseleratif sehingga sekolah tetap dapat
memberikan pelayanan pagi, namun sekolah memerlukan ruangan yang lebih banyak.
Mengenai mobilisasi belajar dengan sistem movingclass, tampaknya akan menjadi
sesuatu yang tidak selalu diperlukan, namun kemungkinan hal itu tidak pada
sebagian jadwal tidak terhidarkan. Pelayanan kepada kelompok tengah, program
pelayanan siswa kelompok atas dan bawah. Pada pelayanan kelompok tengah
pendekatan relatif tidak berbeda banyak dengan sistem pelayanan paket semester,
sedangkan pada pelayanan kelompok atas dan bawah lebih fokus pada pelayanan
individu.
Dalam
pelaksanaan SKS pengukuran bekal ajar siswa, tingkat pencapaian hasil prestasi
sebelumnya, besarnya motivasi untuk menyelesaikan beban pelajaran berikutnya
menjadi dasar pertimbangan untuk menetapkan jumlah kredit yang akan diambil
berikutnya. Beban belajar diperhitungkan dengan menggunakan jumlah jam
pelajaran tiap minggu dan tiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan
terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dengan selalu tersedia
modul yang dapat siswa gunakan merupakan bagian penting yang perlu sekolah
pertimbangkan.
Oleh karena itu dari keseluruhan persiapan yang sekolah
lakukan sebelum melaksanakan SKS ialah menyiapkan bahan pelajaran untuk siswa
sehingga siswa dapat mengembangkan potensi individunya secara optimal. Untuk
pelaksanaan ini sekolah juga perlu menyusun standar prosedur operasional
pelayanan belajar dengan menggunakan SKS. Hal ini penting untuk menjaga proses
pelayanan belajar terjaga mutunya. Dalam penerapan sistem ini kerja sama tim
guru harus lebih meningkat terutama kerja sama pada kelompok mata pelajaran
sejenis untuk mendorong siswa mendapat peluang menyelesaikan studinya lebih
cepat dan lebih optimal bagi siswa yang memiliki potensi untuk melakukannya.
Daftar Bacaan
Cofer & Appley (1963). Motivation: Theory and Research, Willey Estern Limited, New Delhi Bangalor, Bombay Kalkuta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar