Senin, 17 Oktober 2011

SISTEM SKS di SMA/MA


Sistem satuan kredit semester atau SKS, seperti di perguruan tinggi, akan diterapkan di jenjang SMP/MTs dan SMA/MA. Penerapan sistem belajar itu dinilai pemerintah memberikan keleluasaan bagi siswa untuk belajar sesuai bakat, minat, dan kemampuan.
Sekolah akan mengalami kendala untuk menerapkan sistem SKS. Salah satunya, kultur masyarakat, khususnya yang melekat pada para siswa. Mereka beranggapan, belajar itu harus tatap muka. Padahal tidak demikian.
Sistem SKS memakai tiga cara pembelajaran. Yakni tatap muka, terstruktur, dan mandiri. Terstruktur bisa berupa tugas kepada siswa, tapi dengan kontrol dari para guru yang bersangkutan. Sedangkan mandiri, tugas yang dilepaskan kepada siswa masing-masing, tanpa harus pengawasan guru.
Cara pembelajaran terstruktur dan mandiri belum terlaksana secara maksimal. Semua masih fokus pada tatap muka saja, yang harus diubah yakni mindset tentang sistem pembelajaran yang bisa dilakukan kepada para siswa. Ini karena pihak sekolah masih berpatokan pada cara mengajar sistem paket.
Dengan cara belajar selama ini, siswa wajib mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban belajar sudah ditetapkan. Padahal, cara belajar sistem SKS merupakan upaya inovatif untuk meningkatkan mutu pendidikan. Siswa mendapatkan layanan pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuan. Siswa pintar dapat menyelesaikan pendidikan di sekolah lebih cepat dari siswa yang berkemampuan standar.
Jika indeks prestasi (IP) siswa tinggi dapat mengambil lebih banyak jumlah SKS. Untuk guru, mereka mudah memenuhi beban mengajar minimal 24 jam. Selama ini, banyak guru yang mengeluh kesulitan memenuhi target mengajar 24 jam. Salah satu penyebabnya karena di suatu daerah kelebihan guru.

Sistem SKS menguntungkan siswa karena bisa cepat lulus. Untuk guru, mereka bisa mudah memenuhi beban mengajar minimal 24 jam.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sudah mengeluarkan panduan penyelenggaraan sistem SKS untuk tingkat SMP/SMA sederajat. Untuk SMP/SMA kategori standar, sistem SKS merupakan pilihan, sedangkan SMA/MTs mandiri dan standar internasional wajib menjalankan sistem SKS.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 11 (2) dan (3) mengatur bahwa:Ayat (2) Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB,SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada pendidikan formal kategori standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester; Ayat (3) Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB,SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada pendidikan formal kategori mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester.
klik untuk download  Panduan SKS SMA/MA/SMK
Sekolah-sekolah tidak diharuskan mengikuti program sistem satuan kredit semester (SKS). SKS hanya akan diterapkan bagi sekolah-sekolah yang sudah siap, baik dari sisi fasilitas maupun sumber daya manusianya.
Sistem Kredit Semester
Sistem Kredit Semester (SKS) merupakan model pengaturan pendistribusian beban belajar pada penyelenggaraan satu satuan pendidikan dengan menyesuaikan pada tingkat perkembangan dan potensi tiap individu siswa agar mereka senang belajar sehingga dapat mencapai standar kompetensi sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.
Pengaturan beban belajar dapat dilakukan dalam Sistem Paket Semester dan Sistem Kredit Semester. Penyelenggaraan program pendidikan dengan menerapkan Sistem Paket Semester mewajibkan peserta didiknya mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan. Beban belajar tiap mata pelajaran pada sistem paket yang dinyatakan dalam paket yang harus siswa ambil dalam satuan jam pembelajaran.
Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Pelaksanaan semua itu untuk mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat kemampuan dan perkembangan peserta didik.
Beban belajar kegiatan tatap muka per minggu pada setiap satuan pendidikan sebagai berikut:
* Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SD/MI/SDLB :
- Kelas I s.d. III adalah 29 s.d. 32 jam pembelajaran
- Kelas IV s.d. VI adalah 34 jam pembelajaran
* Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SMP/MTs/SMPLB adalah 34 jam pembelajaran
* Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK adalah 38 s.d. 39 jam pembelajaran.
Dalam penyelenggaraan SKS, peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan setelah mendapat pertimbangan dari pembimbing akademik. Biasanya beban belajar setiap siswa ditentukan oleh prestasi yang dicapai pada paket pembelajaran sebelumnya. Sistem kredit semester dinyatakan dalam Satuan Kredit Semester (SKS) yang dapat siswa ambil.
Peran pembimbing akademik amat penting karena atas dasar keputusannya siswa dapat mengambil kredit berapa banyak. Boleh tidaknya siswa maju ke modul berikutnya, siswa yang mengalami kendala belajar maka regulasi untuk melakukan perbaikan dan bimbingan ada di tangannya. Fungsi seperti ini biasanya dilakukan oleh wali kelas, namun dalam penyelenggaraan SKS fungsi walikelas lebih besar karena turut menentukan kecepatan siswa belajar tanpa harus terhambat oleh kendala-kendala yang muncul dalam kelompok.
Beban belajar satu SKS meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri tidak terstruktur. Pembelajaran tatap muka
Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada masing-masing satuan pendidikan ditetapkan sebagai berikut:
* SD/MI/SDLB berlangsung selama 35 menit
* SMP/MTs/SMPLB berlangsung selama 40 menit
* SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK berlangsung selama 45 menit
Penugasan terstruktur dan kegiatan tersendiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi. Pada penugasan terstruktur waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh pendidik, sedangkan penugasan mandiri tidak terstruktur waktu penyelesaiannya diatur sendiri oleh peserta didik.
Pelaksanaan sistem kredit semester (SKS) mengintegrasikan seluruh komponen sistem pelayanan belajar melalui pemberdayaan kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri terstruktur secara optimal dengan mempertimbangkan daya belajar siswa dengan mengerahkan seluruh sumber daya sekolah secara efektif dan efisien sehingga dapat mencapai target pencapaian yang bermutu.

Tujuan Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester
Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester merupakan model pengaturan beban belajar dengan tujuan membangun suasana belajar yang lebih menyenangkan siswa serta berkembangnya proses belajar yang lebih menyenangkan, belajar tidak menjadi beban berat untuk siswa. Tujuan umum ini selanjutnya dijabarkan dalam tujuan yang lebih khusus sebagai berikut.
* Meningkatnya standar pelayanan satuan pendidikan dalam memfasilitasi seluruh peserta didik menuntaskan seluruh beban belajar sesuai dengan kapasitas dirinya.
* Terwujudnya keunggulan standar kompetensi kompetensi lulusan yang memiliki bakat dan potensi istimewa melalui pelayanan pengayaan dan/atau percepatan waktu belajar sehingga dapat menyelesaikan beban belajar dengan lebih baik dan lebih cepat.
* Meningkatnya kerja sama warga sekolah dalam mengembangkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangkan fisik serta psikologis peserta didik untuk memenuhi kebutuhan belajarnya.
* Meningkatnya peluang bagi yang memiliki kendala belajar untuk menyelesaikan beban belajar dengan ketersediaan waktu yang sesuai dengan potensi dirinya.
USPN No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
PP 19 tahun 2005 pada pasal 19 menegaskan kewajiban memfasilitasi peserta didik mengembangkan potensi dirinya melalui kegiatan pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangkan fisik serta psikologis peserta didik sebagaimana diamanatkan pada. Konsep ini secara singkat menegaskan bahwa tugas sekolah adalah menciptakan kondisi yang mendukung penyelenggaraan pendidikan, bimbingan dan latihan berjalan efektif.
Permen Diknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetisi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

SKS Menerapkan Filosofi Belajar Tuntas
Potensi peserta didik bergantung pada dua hal utama, yaitu motivasi dan pengetahuan. Pada motivasi Cofer&Apply (1963) meliputi dua penting yaitu regulasi dan penentuan arah dari seluruh dorongan yang muncul dalam diri manusia untuk beraktivitas. Menurut Geen R. (1994) sebagaimana terurai dalam Wikipedia meyatakan bahwa motivasi merujuk pada inisiasi, penentu arah, intensitas dan persistensi prilaku manusia. Motivasi meliputi motivasi internal dan eksternal. Jika dorongan itu datang untuk melakukan suatu perbuatan dari dalam dirinya hal itu termasuk dalam motivasi internal, dan jika suatu perbuatan muncul karena dorongan dari luar dirinya, maka hal itu termasuk dalam kategori motivasi eksternal.
Tinggi rendahnya derajat manusia ditentukan oleh ilmunya. Kesempurnaannya ditentukan oleh kemampuan dalam menguasai dan menerapkannya. Pemahamannya ditunjukan kemampuan berpikir yang tercermin dalam berbicara, menulis, tindakan, sikap, dan hasil karya. Mendemonstrasikan kebolehan dalam kegiatan sehari-hari merupakan unjuk kebolehan kontekstual. Kekayaan pengetahuan, pemahaman, keterampilan menjadi pertunjukan yang integratif sebagai potensi diri yang melekat pada penampilan dirinya secara keseluruhan dalam sikap hidupnya. Melekat dalam kemampuannya untuk menentukan mana yang sebaiknya dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.
Belajar tuntas (Mastery Learning) adalah pendekatan pembelajaran berdasar pandangan filosofis bahwa seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang tepat. Dalam pelaksanaannya peserta didik memulai belajar dari topik yang sama dan pada waktu yang sama pula. Perlakuan awal belajar terhadap siswa juga sama. Siswa yang tidak dapat menguasai seluruh materi pada topik yang dipelajarinya mendapat pelajaran tambahan sehingga mencapai hasil yang sama dengan kelompoknya. Siswa yang telah tuntas mendapat pengayaan sehingga mereka pun memulai mempelajari topik baru bersama-sama dengan kelompoknya dalam kelas. (http://en.wikipedia. org/wiki/ Mastery_ learning : 2008)
Konsep dasar yang perlu mendapat perhatian pendidik ialah peta sebaran potensi sebelum siswa mendapat perlakuan belajar. Secara empirik data potensi tersebar normal (John B.Carol, http://www.humboldt.edu/ ~tha1/mastery. html:1987). Hal itu mengandung arti bahwa hampir seluruh data berada dalam kurva. Berdasarkan konsep ini maka siswa dikelompokan dalam 3 kelompok yaitu atas, tengah dan bawah. Kelompok atas berarti siswa yang dapat belajar dengan cepat, kelompok tengah siswa rata-rata, dan kelompok bawah adalah siswa yang berkarakter belajar lambat. Seperti dalam distribusi sebaran IQ pengelompokan berdasarkan proporsi antara 26% kelompok atas dan 26% kelompok bawah, dan 68% kelompok tengah pada antara 85 -115. Satu persen dari kelompok atas tergolong siswa yang amat cerdas, dan dua persen dari kelompok bawah siswa yang daya belajarnya sangat lambat (Disso95. http://www.youtube.com).
Secara empirik, jika siswa berada pada kondisi yang tepat, mendapat perlakuan belajar yang sesuai dan mendapat waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas belajar maka hasil studi di beberapa negara termasuk di Amerika, 90% siswa dapat mencapai target belajar secara normal. (Huitt, W. http://chiron. valdosta.edu/ whuitt/col/ instruct/mastery.html , 1996).
Teori ini menegaskan betapa pentingnya sekolah dikondisikan agar dapat memberi perlakuan belajar dan menyediakan waktu belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Berdasarkan analisis teori di atas ditegaskan pula bahwa tingkat kebutuhan perlakuan dan waktu belajar sengat bergantung pada potensi siswa sehingga sekolah yang efektif memberi perlakuan belajar tidak sama untuk seluruh siswa karena harus disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pelayanan.
Terdapat dua faktor utama yang menentukan kecepatan siswa mencapai ketuntasan belajar, pertama adalah kecerdasannya dan kedua motivasinya. Istilah kecerdasan memayungi gambaran makna yang terkandung dalam pikiran yang berhubungan membentuk berbagai kemampuan, kemampuan berargumentasi, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, mengembangkan ide secara utuh dan menyeluruh, serta kemampuan belajar. Kecerdasan juga meliputi kreativitas, kepribadian, karakter, ilmu pengetahuan atau kebijakan (http://en.wikipedia.org /wiki/ Intelligence (trait). Motivasi itu dapat diumpamakan sebagai mesin penggerak. Kalau pada sepeda motor besarnya motivasi itu bergantung pada besar CC pada mesin. Kembali pada potensi siswa, maka semakin besar motivasi dan semakin tinggi kecerdasannya maka semakin besar kemungkinannya siswa itu masuk dalam kelompok atas.
Sebaran kecerdasan siswa dalam kelas umumnya berada pada kelompok rata-rata. Hal yang fenomenal dalam proses pembelajaran, pendidik memperlakukan siswa dengan perlakuan rata-rata. Konsekuensi dari penyikapan ini sesungguhnya yang pelayanan yang guru lakukan lebih banyak memenuhi kebutuhan siswa rata-rata pula. Oleh karena itu siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi selalu lebih cepat menguasai pengetahuan maupun dalam memecahkan masalah. Akibatnya, siswa kelompok atas selalu harus menunggu teman sekelompoknya selesai menyelesaikan pelajarannya. Jika tidak memperoleh perlakuan dalam masa menunggu itu siswa pandai selalu mencari kesibukan lain. Ada kalanya mereka menjadi pengganggu temannya sehingga bisa jadi karena itu dicap sebagai siswa nakal. Sebaliknya siswa yang paling bawah akan selalu menghadapi kendala ketertinggalan.
Dengan memperhatikan kondisi ini maka dalam pelayanan pendidikan memerlukan memerlukan pelayanan standar untuk siswa rata-rata, pelayanan pengayaan untuk siswa kelompok atas dan pelayanan perbaikan untuk siswa kelompok bawah. Atas dasar argumentasi inilah maka sistem kredit semester itu diperlukan sebagai solusi agar kecepatan belajar siswa dapat berkembang menurut potensi dirinya. Dengan pelayanan sistem kredit semester (1) seluruh individu dapat belajar sesuai dengan potensinya (2) seluruh individu belajar dengan caranya masing-masing pada tingkat kecepatan yang berbeda (3) dengan pelayanan belajar yang kondusif maka potensi perbedaan karakter tiap individu akan lebih jelas terlihat (4) bias yang tidak terkoreksi akan lebih mudah dipertanggung-jawabkan pada hampir seluruh bentuk kesulitan belajar. (http://www.perry-lake.k12.oh.us/402_LearnFacil /Index_ links/what_ is_mastery _ learning.htm)

Menerapkan SKS Model Penerapan Total Quality Management
Selama ini sekolah menyelenggarakan kurikulum melalui pendekatan sistem paket semester. Pada pendekatan ini siswa diperlakukan secara seragam. Memulai program dan menyelesaikan pelajaran pada waktu yang sama. Siswa yang dapat belajar lebih cepat idealnya mendapat pengayaan belajar, namun tidak membuatnya untuk mempercepat penyelesaian pendidikannya. Siswa yang tidak tuntas mendapat remedial, namun sesudah memenuhi batas ketuntasan mereka kembali bergabung pada kelompoknya.
Model pelayanan itu dipandang tidak efektif karena tidak memberikan pelayan optimal terutama terhadap siswa yang memiliki potensi untuk menyelesaikan pelajarannya dengan cepat. Dalam memenuhi harapan untuk memeberikan pelayanan belajar yang dapat memenuhi kebutuhan setiap individu inilah sistem kredit semester diterapkan. Dengan dasar ini pada hakekatnya sistem kredit semester diterapkan untuk memberikan peluang memfasilitasi peserta didik mengembangkan potensi dirinya melalui kegiatan pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 PP 19 tahun 2005.
Penerapan SKS merupakan bagian dari penerapkan model manajemen Total Quality Management (TQM). Secara filosofis model ini fokus pada pemenuhan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. TQM telah diadopsi dari sistem lembaga usaha dalam melakukan perubahan. Dari hasil kolaborasi Universitas Washington dengan sekolah negeri di St.Louis munculah konsep Total Quality Schools (TQS) yaitu konsep unik tentang strategi meningkatkan efektivitas sekolah (http://www.crossroad.to /Quotes/ TQM.html)
dengan mendayagunakan TQM sebagai konsep maupun perangkat pembaharuan. Tujuannya adalah meningkatkan mutu pelayanan sekolah melalui kerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan sebagai solusi untuk membantu siswa melalui pengembangan kondisi sekolah sebagai tempat terbaik untuk siswa belajar dan mengembangkan potensinya secara optimal. Sistem kerja sama yang efektif tentu memerlukan perencanaan, pengorganisasian, kendali, pengarah, staf, dan secara keseluruhan membentuk sistem yang visioner.
Beberapa pilar utama dalam pelaksanaan TQS ialah efektifnya kerja sama, semua melayani semua, kepala sekolah, guru, siswa, staf selalu menjaga (1) efisiensi biaya, (2) menerapkan ukuran kualitas produk yang mengacu pada basis kriteria kebutuhan siswa berprestasi (3) menerapkan ukuran dan pembaharuan mutu proses pembelajaran (3) memahami bagaimana pengelolaan input menjadi output dengan selalu berlandaskan kreasi sehingga selalu menghasilkan hasil pekerjaan yang inovatif (4) memahami dengan baik harapan orang tua siswa dan siswa melalui proses kerja sehari-hari.
Untuk mendapatkan mutu output pendidikan terbaik maka sekolah harus membangun kualitas pada tiap pelaksanaan pekerjaan sehari-hari, mendayagunakan guru dan staf sekolah untuk memecahkan tiap masalah dalam peningkatan mutu, melakukan pembaharuan dalam proses pengelolaan (http://www.orgdynamics.com/tqci.html). Sebagai landasan utama dari sistem perubahan ini maka sekolah perlu mengembangkan sumber daya yang lebih cerdas, lebih kompak, dan berkomitmen untuk meningkatkan mutu seluruh tahap pekerjaan secara terencana dan berkelanjutan.

Pelaksanaan SKS
Prinsip dasar penerapan SKS adalah bagaimana sistem pelayanan sekolah dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan siswa dalam mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Memberikan pelayanan belajar kepada siswa melalui penciptaan kondisi sekolah yang dapat memenuhi kebutuhan belajar secara individual sehingga tiap individu menampakan potensinya secara optimal. Pelaksanaannya pelayanan diberikan kepada tiga kelompok siswa yaitu :
Pelayanan secara individual atau berkelompok kepada siswa yang memiliki daya belajar tinggi untuk mendapatkan pelayanan pengayaan atau percepatan menyelesaikan beban belajar tanpa terhambat oleh peserta belajar lainnya. Pelayanan diberikan berupa:
1. Melaksanakan tatap muka sesuai dengan jadwal reguler namun dengan memberikan pengayaan untuk meningkatkan kompetensi yang lebih tinggi daripada siswa pada umumnya.
2. Melaksanakan pelayanan belajar lebih cepat daripada siswa pada umumnya. Untuk itu diperlukan:
* Pelayanan kegiatan tatap muka, tugas terstruktur, tugas mandiri tidak terstruktur bagi kelompok percepatan belajar melalui pembentukan kelas percepatan, bergabung pada kelas di atasnya, atau melalui pelayanan secara individu.

* Modul sebagai perangkat berajar siswa.
3. Pelayanan standar untuk siswa rata-rata yang tidak berbeda dengan pelayanan sistem paket semester.
4. Sistem administrasi sekolah yang mewadahi dinamika perkembangan siswa yang beragam seperti penerbitan kartu bukti melaksanakan tatap muka dan kartu hasil studi per semester. Jika jumlah pelajaran pada sistem paket semester setiap siswa sama, maka pada sistem kredit semester tiap siswa dapat menyelesaikan jumlah pelajaran yang berbeda. Dengan demikian model rapot berubah menjadi laporan kemajuan belajar (transkrip nilai) yang memuat Indeks Prestasi Komulatif.
5. Perangkat administrasi kesiswaan seperti leger daftar nilai dalam buku induk tiap semester tidak seragam serta memuat transkrip nilai yang menggambarkan kemajuan belajar.
Pelayanan terhadap siswa rata-rata jika melihat jumlah sebaran secara empirik memerlukan bentuk pelayanan terbesar karena sebagian besar siswa mendapat pelayanan dalam kelompok ini. Oleh karena itu pada kelompok ini sesungguhnya tidak diperlukan sarana yang berbeda jauh daripada sistem penyelenggaraan paket semester. Sistem pengelolaan kelas pun tidak mutlak harus menggunakan sistem moving class. Jumlah ruang kelas dan jam belajar pada pelayanan kelompok rata-rata dapat berjalan seperti dalam penyelenggaraan paket semester sebagaimana sekolah telah melaksanakannya pada saat ini.
Pelayanan plus dalam SKS diperlukan untuk memberikan pelayanan akselerasi kepada siswa kelompok atas. Kelompok siswa ini semestinya dalam sistem ini diberi peluang untuk melakukan kontrak kredit yang lebih banyak. Jika siswa dapat menyelesikan pelajaran lebih cepat, maka siswa diberi pelayanan untuk melanjutkan pelajaran lebih cepat sehingga dapat menyelesaikan studinya lebih cepat daripada siswa rata-rata. Dalam melaksanakan model pelayanan ini sekolah memerlukan kesiapan pada :
* Tim pendidik yang melayani program percepatan
* Membentuk pembimbing akademik yang akan membantu dan memutuskan siapa-siapa saja yang boleh mengambil kredit pada sejumlah tertentu
* Menyediakan kartu kredit untuk dibawa siswa dalam tiap kegiatan tatap muka
* Menggantikan sistem rapot ke dalam sistem Kartu Hasil Studi (KHS) yang dapat diisi tiap siswa menyelesaikan kreditnya
* Ruangan tempat memberikan pelayanan percepatan kepada siswa
* Tambahan waktu ekstra dalam memberikan pelayanan belajar kepada rombongan kelompok atas dan bawah sehingga bentuk penjadwalan belajar berbeda dari pola sistem paket semester.

* Modul yang dilengkapi dengan materi pelajaran, perangkat latihan kerja siswa, latihan kerja mandiri, perangkat evaluasi ulangan, sampai pada perangkat ulangan umum untuk tiap mata pelajaran.

* Memberikan peluang belajar kepada siswa yang berakselerasi untuk mengikuti kegiatan tatap muka dengan siswa angkatan di atasnya pada mata pelajaran yang sama (misalnya,siswa dari rombongan belajar kelas 10 bergabung belajar dengan rombongan belajar kelas 11)

* Memberikan peluang kepada siswa yang telah menyelesaikan seluruh kreditnya untuk mengikuti ujian akhir.
Substansi pelayanan plus itu pada dasarnya untuk siswa yang memiliki kemampuan belajar cepat dengan kepada siswa yang memiliki kemampuan belajar lambat sama saja. Namun jika kondisi sekolah baik sehingga siswa kolompok lambat dapat dibantu secara optimal, maka prioritas pelayanan yang perlu sekolah sediakan adalah pelayanan percepatan belajar pada kelompok atas.
Dengan demikian bagi sekolah yang akan menyelenggarakan SKS terdapat dua alternatif dalam soal pengaturan jadwal dan ruangan. Pertama tidak menambah ruang yang ada, namun menambah waktu belajar yang tadinya pembelajaran hanya dilaksanakan pagi hari harus berubah menjadi sepanjang hari. Kedua, menambah ruangan seuai dengan kebutuhan pelayanan yang akseleratif sehingga sekolah tetap dapat memberikan pelayanan pagi, namun sekolah memerlukan ruangan yang lebih banyak. Mengenai mobilisasi belajar dengan sistem movingclass, tampaknya akan menjadi sesuatu yang tidak selalu diperlukan, namun kemungkinan hal itu tidak pada sebagian jadwal tidak terhidarkan. Pelayanan kepada kelompok tengah, program pelayanan siswa kelompok atas dan bawah. Pada pelayanan kelompok tengah pendekatan relatif tidak berbeda banyak dengan sistem pelayanan paket semester, sedangkan pada pelayanan kelompok atas dan bawah lebih fokus pada pelayanan individu.

Dalam pelaksanaan SKS pengukuran bekal ajar siswa, tingkat pencapaian hasil prestasi sebelumnya, besarnya motivasi untuk menyelesaikan beban pelajaran berikutnya menjadi dasar pertimbangan untuk menetapkan jumlah kredit yang akan diambil berikutnya. Beban belajar diperhitungkan dengan menggunakan jumlah jam pelajaran tiap minggu dan tiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dengan selalu tersedia modul yang dapat siswa gunakan merupakan bagian penting yang perlu sekolah pertimbangkan.
Oleh karena itu dari keseluruhan persiapan yang sekolah lakukan sebelum melaksanakan SKS ialah menyiapkan bahan pelajaran untuk siswa sehingga siswa dapat mengembangkan potensi individunya secara optimal. Untuk pelaksanaan ini sekolah juga perlu menyusun standar prosedur operasional pelayanan belajar dengan menggunakan SKS. Hal ini penting untuk menjaga proses pelayanan belajar terjaga mutunya. Dalam penerapan sistem ini kerja sama tim guru harus lebih meningkat terutama kerja sama pada kelompok mata pelajaran sejenis untuk mendorong siswa mendapat peluang menyelesaikan studinya lebih cepat dan lebih optimal bagi siswa yang memiliki potensi untuk melakukannya.
Daftar Bacaan

Cofer & Appley (1963). Motivation: Theory and Research, Willey Estern Limited, New Delhi Bangalor, Bombay Kalkuta.
http://www.orgdynamics.com/tqci.htmlPeraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar