Membaca
Kitab:
TAFSIR
AL-QURTHUBI
Makalah disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah
Ilmu Tafsir
Dosen Pengampu: Dr. HM. Arja Imron,
MA
Makalah
disusun oleh:
1.
Mualim
2.
Muhammad
Ma’ruf
3.
Saniman
el-Kudusi
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
TAHUN 2010
KITAB TAFSIR
AL-QURTHUBI
I.
Pendahuluan:
Tafsir,
menurut bahasa berarti: الإيضاح
والتبيين
yaitu: menerangkan dan menjelaskan, sebagaimana firman Allah SWT. pada surat
Al-Furqan;
وَلا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ
وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu
yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling
baik penjelasannya.[1]
Tafsir terambil dari kata: F, S, R, yang berarti: Al-Ibanâtu wal
Kasyfu (menjelaskan dan mengungkapkan). Al-Fasru berarti:
menjelaskan dan membuka penutup. Ada dua penggunaan kata: Tafsir: (1).
Pengungkapan sesuatu lewat indrawi, dan (2). Pengungkapan sesuatu secara
rasional. Dan kata Tafsir digunakan dalam ranah kedua justru lebih
banyak dari yang pertama.
Adz-Dzahabi dalam kitabnya: At-Tafsir wal Mufassirun[2],
mengemukakan beberapa definisi oleh para ulama walau redaksi berlainan,
namun maknanya satu. Abu Hayyan mendefinisikan tafsir dalam kitabnya: Al-Bahrul
Muhith, sebagai ilmu: “Ilmu yang membahas tentang cara mengucapkan
lafal Al-Qur’an[3], cara mengetahui
petunjuknya[4], hukum-hukumnya, yang
tunggal kalimatnya maupun yang tersusun[5],
maknanya yang terkandung dalam susunan kalimat[6],
dan penyempurnaannya untuk itu”[7]
Sedangkan Az-Zarkasyi dalam kitabnya, Al-Burhan fi Ulumil Qur’an,
mendefinisikan, bahwa tafsir adalah: “Ilmu yang dipakai untuk memahami
kitab Allah SWT., yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., menjelaskan
maknanya, mengeluarkan hukum dan hikmahnya ...”[8]
II.
Perkembangan
Tafsir:
Bila kita mengikuti makna tafsir
seperti tersebut, maka tafsir Al-Qur’an mengalami perkembangan sesuai kondisi
zamannya serta pemikiran penulis yang melatarinya. Di samping penafsiran mereka
--para ulama tersebut-- dapat mencerminkan perkembangan corak pemikirannya.
Para
penafsir Al-Qur’an masa awal, yang disebut dengan Mutaqaddimin (sebelum
tahun 300 H) adalah ulama yang hidup sebelum masa abad ke-3 Hijrah. Pada masa
ini dapat dipilah-pilah menjadi 3 (tiga) periode:
1.
Periode
awal Islam (Rasul dan sahabat) abad ke-1 H.
2.
Periode
Tabi’in pada abad ke-1 H. sampai abad ke-2 H.
3.
Periode
Tabi’it Tabi’in, abad ke-2 dan ke-3 H.[9]
Sedangkan
Muta’akhirin adalah para ulama setelah tahun 300 H, yang hidup dan berkembang
setelah abad ke-3 H. sampai abad ke-12 H.
Ulama
Mutaqaddimin, dengan kata lain: Salaf, sumber penafsirannya didapat dari
Rasul SAW. Penafsiran oleh sahabat dan Tabi’in dikelompokkan tafsir bil
ma’tsur. Sedangkan para ulama muta’akhirin (Khalaf) tidak hanya
mengikuti corak tafsir bil-ma’tsur, tapi juga mereka berusaha mengembangkan
lebih dari itu.[10]
Dan sampai
sekarang, perkembangan tafsir al-Qur’an, baik bentuk dan ragamnya mengalami
penyempurnaan, sesuai alur zamannya. Bila ditilik corak penafsiran Al-Qur’an,
maka ditemukan ada 4 (empat) kategori sebagai berikut:
a.
Tahlili
(تحليلي)
Penafsiran
model Tahlili, yaitu penafsir mengkaji ayat Al-Qur’an dari segala segi dan
maknanya,
ayat demi ayat, surat demi surat sesuai urutan dengan mashaf Utsmani. Metode
semacam ini digunakan oleh ulama masa dahulu, yang menghasilkan karya tafsir
berjilid-jilid tebal. Masuk dalam kategori Tahlili ini adalah penafsiran model:
Tafsir Bil Ma’tsur, Tafsir Bir Ra’yi, Tafsir ala Shufi, Tafsir Fiqhi, Tafsir
Falsafi, Tafsir Ilmiy, dan Tafsir Adabiy,
b.
Ijmali
(اجمالي)
Tafsir Ijmali
ini adalah model pebafsiran Al-Qur’an dengan uraian singkat dan global, tanpa
uraian panjang lebar --terkesan bertele-tele--. Mufassir menjelaskan arti dan
makna ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas arti/ teks ayat
tanpa menyinggung selain yang dikehendaki.
c.
Muqaron
(مقارن)
Tafsir model
ini adalah bentuk tafsir perbadingan, yaitu mufassirnya mengambil ayat, lalu
dikemukakan beberapa pendapat ulama tentang ayat tersebut, lalu penafsir
tersebut mengambil sikap mendukung salah satu pendapat atau malah mengemukakan
pendapatnya sendiri.
d.
Maudhu’i
(موضوعيّ)
Metode
Maudhu’i atau tematik ini oleh mufassirnya disusun tema-tema pokok yang
terdapat dalam masyarakat sebagai jawaban atas pertanyaan mereka. Ini adalah
model terbaru penafsiran Al-Qur’an untuk menjawab problem masa kini.
Perkembangan
penafsiran terhadap Al-Qur’an seperti tersebut di atas akan dapat diketahui
produk tafsir karya mufassir
III.
TAFSIR
AL-QURTHUBI
(Himpunan hukum-hukum
Al-Qur’an dan menjelaskan hal-hal yang termuat oleh Sunnah dan ayat-ayat
Al-Qur’an)
Kitab tersebut adalah karya besar Imam Abu Abdullah
Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr Al Qurthubi Al Andalusie yang lahir di Kordoba pada tahun 1214 M. Ia meninggal dunia di Munya
Abi'l-Khusavb, Mesir, pada tahun 1273 M/ 671 H. Kitab beliau tersebut ditahqiq oleh DR. Abdullah At Turky (24 jilid). Telah terbit dari "Ar-Risalah Press" yang bermarkas di Bairut - Libanon cetakan pertama (1427 H)
Sesuai
dengan namanya, tafsir ini menafsirkan semua ayat-ayat Al Qur'an, bedanya
dengan kitab-kitab tafsir lain, ialah konsenterasi menafsirkan secara khusus
ayat-ayat yang mengandung hukum di dalam Al Qur'an. Tafsir ini merupakan salah satu kitab tafsir terbaik yang
menafsirkan ayat-ayat hukum di dalam Al Qur'an. Ia merupakan kitab tafsir
lengkap dibidangnya.
b.
Metode
Tafsir Al Qurthubi:
Imam
Al-Qurthubi dalam menafsirkan Al-Qur’an menggunakan metode seperti berikut:
1.
Menjelaskan
sebab turunnya ayat,
2.
Menyebutkan
perbedaan bacaan dan bahasa serta menjelaskan tata bahasanya,
3.
Mengungkapkan
periwayatan hadits,
5.
Memilah-milih
perkataan fuqaha, dan mengumpulkan pendapat ulama salaf dan para pengikutnya.
Dan argumentasi yang digunakan beliau banyak dikuatkan dengan
sya'ir arab, mengadopsi pendapat-pendapat ahli tafsir pendahulunya setelah
menyarikan dan mengomentarinya, seperti Ibnu Jarir, Ibnu Athiya, Ibnul- Arabi,
Ilkya Al Harasi, Al Jasshash dll....
Al Qurthubi
juga dalam metode penafsirannya menconter kisah-kisah ahli tafsir,
riwayat-riwayat ahli sejarah dan periwayatan-periwayatan israiliyat, sekalipun
banyak juga mengambil dari sisi-sisi itu dalam tafsirnya. Dan ia pula menantang
pendapat-pendapat filosof, mu'tazilah dan sufi kolotan serta aliran-aliran
lainnya. Ia
menyebutkan pendapat-pendapat ulama mazhab dan mengomentarinya, ia juga tidak
ta'assub (fanatik) dengan mazhab Malikiahnya. Sebaliknya Al Qurthubi terbuka
dalam tesisnya, jujur dalam argumentasinya, santun dalam mendebat
musuh-musuhnya dengan penguasaan ilmu tafsir dan segala perangkatnya, serta
penguasaan ilmu syariat yang mendalam (rasikh).
Kitab tafsir
ini sangat bagus dibanding dengan kitab-kitab tafsir ahkam Al Qur'an
sebelumnya, karena tidak terbatas menafsirkan ayat-ayat hukum dan persoalan
fiqhi saja, tetapi lebih dari itu, mencakup segala aspeknya. Kitab ini tentunya
sangat dibutuhkan oleh dunia intelektual, terlebih lagi bagi mereka yang
menempuh Program Pasca Sarjana Universty of Wahid Hasyim Semarang, serta para
santri dan cendekia-cendekia muda Nahdliyin, yang bangkit dan membangkitkan
diri dalam ketiduranpemikirannya.
c.
Contoh penafsiran Al-Qurthubi dalam
surat Al-Fatihah:
Tentang
Basmalah bukan ayat dari surat Al-Fatihah atau surat lainnya kecuali dalam surat
An-Namel, (27): 30 . Setelah
dikemukakan pendapat para ulama, Al-Qurthubi menjelaskannya, bahwa Basmalah boleh
dibaca lirih dalam Al-Fatihah oleh Abu Hanifah dan Ats-Tsauri. Di bawah ini ada
tertulis:
الرابعة ... وقد اختلف العلماء في هذا المعنى على ثلاثة أقوال:
)الأول) ليست بآية من الفاتحة ولا غيرها؛ وهو قول مالك.
)الثاني) أنها آية من كل سورة؛ وهو قول عبد الله بن المبارك.
)الثالث) قال الشافعي: هي آية في الفاتحة؛ وتردد قوله في سائر السور؛ فمرة
قال: هي آية من كل سورة، ومرة قال: ليست بآية إلا في الفاتحة وحدها. ولا خلاف بينهم
في أنها آية من القرآن في سورة النمل.
الخامسة: الصحيح من هذه الأقوال قول مالك؛ لأن القرآن لا يثبت بأخبار الآحاد
وإنما طريقه التواتر القطعي الذي لا يختلف فيه. قال ابن العربي: ويكفيك أنها ليست من
القرآن اختلاف الناس فيها، والقرآن لا يختلف فيه
Demikian
contoh penafsiran Al-Qurthubi dalam tafsirnya, dan masih banyak lagi tentunya
yang sedikit beda di telinga kita.
d.
Kesimpulan:
Berikut
kesimpulan sementara yang dapat kami kemukakan, sbb.:
1.
Al-Qurthubi
adalah orang yang ahli tafsir bermazhab Malik, yang lahir di Kordoba dan
meninggal di Mesir.
2.
Spisifikasi
Kitab tafsirnya adalah beraroma hukum dalam bidang kajiannya
3.
Tafsirnya
menggunakan system Tahlili.
4.
Beliau
adalah tokoh Ahlissunnah wal Jamaah, penerus mazhab Malik, salah satu imam
mazhab dalam ASWAJA.
Sekian
17 Januari 2011
[1] QS. Al-Furqan,
25: 33
[2]
Adz-Dzahabi, DR. Muhammad Husain, At-Tafsir wal Mufassirun, I: 5
(Maktabah Syamelah ishdar tsani). Baca juga: Az-Zarkasyi, Al-Burhan Fi Ulum
Al-Qur’an, I: 13
[3]Ilmu Qira’at
[4] Petunjuk lafal, yakni vocabulary
atau kosa kata.
[5]Yang berkaitan
dengan ilmu shorof, i’rab, badi’ dan
bayan.
[6] Makna hakikat/ majaz
[7]Dalam rangka
mengetahui nasakh-mansukh, asbabun nuzul, kisah-kisah yang diungkap dalam
Al-Qur’an, dll.
[8]Az-Zarkasyi, Muhammad bin
Bahadur bin Abdullah, Al-Burhan fi Ulumil Qur’an, (Bairut: Darul Ma’rifah,
1391), I: 13 (Maktabah
Syamelah ishdar tsani)
[9]Al Munawar, Prof. Dr. H. Said
Agil Husin, Al-Qur’an membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Abdul Halim
(ed), (Jakarta: Ciputat Press, 2004), cet. 3, hal. 61
[10] Ibid, hal. 62
Tidak ada komentar:
Posting Komentar