Rabu, 23 Februari 2022

Apakah Tuhan ada di langit ?

 

TUHAN ADA DI LANGIT ?

(Debat dengan Wahhabi)

Al-Hafizh Ahmad bin Muhammad bin al-Shiddiq al-Ghumari al-Hasani adalah  ulama ahli hadits yang terakhir menyandang gelar al-hafizh (gelar kesarjanaan  tertinggi dalam bidang ilmu hadits). Ia memiliki kisah perdebatan yang sangat  menarik dengan kaum Wahhabi. Dalam kitabnya, Ju’nat al-’Aththar, sebuah  autobiografi yang melaporkan perjalanan hidupnya, beliau mencatat kisah berikut  ini.  

“Pada tahun 1356 H ketika saya menunaikan ibadah haji, saya berkumpul  dengan tiga orang ulama Wahhabi di rumah Syaikh Abdullah al-Shani’ di Mekkah  yang juga ulama Wahhabi dari Najd. Dalam pembicaraan itu, mereka  menampilkan seolah-olah mereka ahli hadits, amaliahnya sesuai dengan hadits  dan anti taklid. Tanpa terasa, pembicaraan pun masuk pada soal penetapan  ketinggian tempat Allah subhanahu wa ta‘ala dan bahwa Allah subhanahu wa  ta‘ala itu ada di atas ‘Arasy, sesuai dengan ideologi Wahhabi. Mereka  menyebutkan beberapa ayat al-Qur’an yang secara literal (zhahir/teks) mengarah  pada pengertian bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala itu ada di atas ‘Arasy sesuai  keyakinan mereka. Akhirnya saya (al-Ghumari) berkata kepada mereka:

“Apakah  ayat-ayat yang Anda sebutkan tadi termasuk bagian dari al-Qur’an?”

Wahhabi  menjawab: “Ya.”

Saya berkata: “Apakah meyakini apa yang menjadi maksud  ayat-ayat tersebut dihukumi wajib?”

Wahhabi menjawab: “Ya.”

Saya berkata:  “Bagaimana dengan firman Allah subhanahu wa ta‘ala: 

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (الحديد: 4)

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya,. dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Hadid:4) .


Apakah kalimat ini termasuk al-Qur’an?”

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ

Wahhabi tersebut menjawab: “Ya, termasuk al Qur’an.”  

Saya berkata: “Bagaimana dengan firman Allah subhanahu wa ta‘ala ini:

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا

“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada...”  (QS. al-Mujadilah : 7)

“Apakah ayat ini termasuk al-Qur’an juga?”

Wahhabi itu menjawab: “Ya, termasuk  al-Qur’an.”

Saya berkata: “(Kedua ayat di atas itu menunjukkan bahwa Allah subhanahu  wa ta‘ala tidak ada di langit). Mengapa Anda menganggap ayat-ayat yang Anda  sebutkan tadi yang menurut asumsi Anda menunjukkan bahwa Allah subhanahu  wa ta‘ala ada di langit lebih utama untuk diyakini dari pada kedua ayat yang saya  sebutkan yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala tidak ada di langit? Padahal kesemuanya juga dari Allah subhanahu wa ta‘ala?”

Wahhabi itu  menjawab: “Imam Ahmad mengatakan demikian.”  

Saya berkata kepada mereka: “Mengapa kalian taklid kepada Ahmad dan tidak  mengikuti dalil?” Tiga ulama Wahhabi itu pun terbungkam. Tak satu kalimat pun  keluar dari mulut mereka. Sebenarnya saya menunggu jawaban mereka, bahwa  ayat-ayat yang saya sebutkan tadi harus dita’wil, sementara ayat-ayat yang  menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala ada di langit tidak boleh dita’wil.  Seandainya mereka menjawab demikian, tentu saja saya akan bertanya kepada  mereka, siapa yang mewajibkan menta’wil ayat-ayat yang saya sebutkan dan  melarang menta’wil ayat-ayat yang kalian sebutkan tadi? 

Seandainya mereka mengklaim adanya ijma’ ulama yang mengharuskan  menta’wil ayat-ayat yang saya sebutkan tadi, tentu saja saya akan menceritakan  kepada mereka informasi beberapa ulama seperti al-Hafizh Ibn Hajar tentang ijma’ ulama salaf untuk tidak menta’wil semua ayat-ayat sifat dalam al-Qur’an,  bahkan yang wajib harus mengikuti pendekatan tafwidh (menyerahkan  pengertiannya kepada Allah subhanahu wa ta‘ala).”

Demikian kisah al-Imam al Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari dengan tiga ulama terhebat kaum  Wahhabi. 

Sumber:

Muhammad Idrus Ramli, Buku Pintar berdebad dengan Wahhabi (Jember: Bina Aswaja, 2010), cet.I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar