Sabtu, 14 Oktober 2023

Mauludan Melineal

 

MASIHKAH NABI SAW. MANJADI USWAH HASANAH ?

(Oleh: Saniman el-Kudusi)

Email: arilgussun8@gmail.com

Blog: http://saniman-elqudsie.blogspot.com

Abstracte

Celebrating the birth of prophet Muhammad SAW. has been tradition in Indonesia long before its declaration of independent in 1945. From what in remember, in vellage mosques, there would be a small feast called: Golok-golok Menthok with traditional snack and treats bough from the local market. The event would take place in the late afternoon after Asar prayer and be attended by children of primery school age.

The title of this article may seem extreme as though it questions firmly-held Islamic beliefs. However in reality people tend to idolize viral figures they see in print or electronic media. Celebrating Maulud (the birthday commemoration of propeth Muhammad SAW.) is celebrated ini mousqe, musolla, langgar, schools and on the place....etc.

Pendahuluan

            Perayaan memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. di negeri tercinta ini sudah menjadi tradisi, jauh sebelum Indonesia merdeka 1945. Seingat saya, di masjid-masjid kampung diadakan kenduri dengan kuliner ‘Jajan Pasar’, yakni makanan kecil yang dibeli dari pasar. Acara semacam ini dilaksanakan waktu sore hari selepas Asar yang diberi nama kenduri: ‘Golok-golok menthok’. Acara ini diramaikan oleh anak-anak seusia SD (Sekolah Dasar). Sebelum doa kenduri ini dimulai, Bapak Modin atau pak kiyai atau ustad yang memimpin kenduri memberikan wejangan atau nasehat tentang pentingnya memperingati kelahiran Nabi agung ini yang menjadi suri tauladan, dengan kalimat-kalimat yang disesuaikan tingkat pemikiran anak seusianya. Di samping yang hadir juga ada para pemuda-pemudi, bapak, ibu sambil mengantarkan anak atau adik mereka.

Rutinitas Hura-hura

            Judul tulisan ini tampaknya memang agak ekstrim, seakan-akan menggugat keimanan yang sudah mapan bagi umat Islam. Tapi, realnya di masyarakat, orang mengidolakan tokoh viral yang dilihat di media cetak, maupun elektronik seperti: FB, WA, Twitter, Line, Tik Tok, Snack Video, Youtube, dll. Di samping itu, peringatan Maulud atau Milad (emboh sak karepem olehem ngarani) kelahiran  Nabi Muhammad SAW. diadakan di masjid, mushalla, langgar, pondok, madrasah, sekolahan, baik tingkat Rt, Rw, desa, kota, propinsi sampai pusat, pada menyenandungkan shalawat Nabi dengan lantunan suara yang diiringi pemukulan terbang dan ada yang dibarengi dengan orgen sehingga gemuruh memekakkan gendang telinga. Belum lagi jika di sekitar peringatan ada orang tua yang sakit dan memerlukan ketenangan.

            Saya bukan ahli tafsir maupun hadits, atau seorang mufti (yang mudah mengklaim sesuatu), bahwa peringatan kelahiran Nabi SAW. dengan model seperti di atas, tidak salah, jika ada orang menyebutnya sebagai bid’ah sesat. Namun di tulisan ini dikesampingkan klaim Bid’ah sesat. Itu urusan lain yang perlu didialogkan atau masih bisa diperdebatkan (debatable). Hanya saja, di sini diketengahkan dampak peringatan kelahiran Nabi SAW. pada masyarakat, dan sejauhmana keterpengaruhan masyarakat dengan seorang makhluk paling sempurna yaitu Nabi Muhammad SAW. Peringatan maulid Nabi bukan sekedar rutinitas belaka, yang sudah barang pasti membuang energi dan dana yang tidak sedikit jumlahnya.

            Bagi masyarakat awam, atau jamaah yang hadir bisa dimaklumi. Mereka tidak sempat berpikir akan manfaat, rutinan mauludan di samping Roti-nan yang sudah pasti. Yang penting dapat barokah memperoleh syafaat dari junjungan Nabi kita Muhammad SAW.... Kalau urusan Barokah hasanah memang tidak bisa diukur dan diatur sesuai prosedur. Ini areal keimanan.

            Kemasan mahabbah (cinta) kepada Nabi SAW. yang ditradisikan lewat peringatan Mauludan Nabiy tergantung tradisi daerah setempat yang biasanya dibacakan kitab baku: Ontologi Cinta Nabi yaitu sebuah kitab kumpulan syair kerinduan kepada Kanjeng Rasul yang dikenal dengan sebutan: Al-Barzanjiy baik yang prosa maupun puisi. Sebenarnya nama Al-Barzanjiy hanyalah salah satu Mushannif, penulis kelahiran Barzanj, Irak, yang bernama Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Madani bin Rasul Al-Barzanjiy. Yang lain ada maulid Ad Diba’iy yang ditulis Abdurrahman Ad-Diba’iy, Maulid Syaraful Anam, ada Maulid Al-Azb yang ditulis oleh Muhammad Al-Azb, dan ada Burdah yang ditulis oleh Muhammad Al-Bushiriy dengan Burdah-nya.

Dan ada lagi kitab maulid Simthut Duror yang disusun secara khusus oleh Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyiy, asal Hadhramaut, Tarim, Yaman yang lahir 24 Syawal 1259 H/ 1843 M.- 1333 H./ 1913 M. sebagai kitab maulid tersendiri yang sering ditradisikan dan diviralkan pembacaannya oleh orang-orang yang bergelar Habib dan followernya.

Masih ada lagi kitab maulid yang kurang terkenal susunan Ibnu Jauziy, dari kalangan mazhab Hambali (508 H- 597 H). Dia ahli fikih, ahli tafsir, sastrawan sejarawan, dan seorang dai-sunni. Tulisan beliau jarang kita baca-dengarkan buku maulidnya di masyarakat Indonesia yang mayoritas Sunniy Syafiiyah.  

            Terlepas dari kitab apa yang dibaca di acara Maulidan itu, kumandang shalawat tetap bergemuruh, baik shalawat yang netral tanpa permintaan yang beraroma duniawi, seperti shalawat Jibril maupun yang tidak netral yang disisipi permohonan, seperti shalawat Asyghil, Thibbul Qulub, Asnawiyah shalawat perjuangan yang disusun oleh KHR Asnawi (orang Kudus biasa mendendangkan ini sebagai rangkaian pembuka acara). Dan masih banyak lagi teks shalawat yang disusun oleh para ulama yang memiki rasa/ dzauq bathiniyah atau Arifbillah (Baca: Kumpulan Shalawat yang dihimpun oleh Syaikh Yusuf bin Isma’il An Nabhaniy, Afdhalush Shalawat Ala Sayyidis Sadat: Dar Al Kutub Al Ilmiyah, Bairut, Libanon, 2003).

            Dalam acara maulidan ini tidak ketinggalan ada Mauzhah Hasanah yang didatangkan penceramah dari lokal sendiri, maupun dari luar daerah, baik kiyai kampung maupun kiyai yang viral di youtbe yang tidak tahu kondisi masyarakat yang diceramahi. Lagi-lagi yang penting ramai, bisa ger-geran, membuat hati senang (sekedar dapat melupakan jeratan rentenir, atau bank plecit). Kita lalu membayangkan (berpikir sedikit kritis, kritis sedikit), berapa banyak personel yang terlibat dalam acara ini dengan sekian pengorbanan termasuk finansial/ material.

            Hemat saya, penceramah hendaklah dapat menjadi motivator penggerak kepada audien/ hadirin-hadirat atau pendengar live streaming diuar lokasi agar dalam ceramahnya minimal jamaah dapat mambawa pulang suatu ilmu, yang tidak hanya hura-hura, show of force, atau unjuk kekuatan. Dan perlu dipertimbangkan kembali oleh Sang penceramah, bahwa majlis yang mulia dan strategis ini jangan sekali-kali hanya mengulas repetisi sejarah kelahiran Nabi SAW. di tahun Gajah, tumbangnya balatentara Raja Abrohah oleh pasukan misterius Ababil,  runtuhnya balkon di istana Kisro (raja Persia), atau padamnya api yang sudah lama menjadi sesembahan kaum Majusi, pemeluk agama Zoroaster (Mazdaisme) dan runtuhnya geraja di Buhairah yang diporak-porandakan oleh angin lesus, (puting beliung), pada saat kelahiran Nabi SAW.

Buku standar

            Para penceramah atau dai dalam menyampaikan mauizhah-nya, dari tempat ke tempat lain, bertema sama, monoton, minim perkembangan. Tahun ke tahun, ya sama juga, seperti celebritis yang lagi tampil, minim perobahan yang segnifikan, dan memadai dengan biaya yang dikeluarkan panita. Tanpa adanya perubahan pada masyarakan dari hasil peringatan maulud Nabi, maka acara tersebut menjadi sia-sia.  

Demi mengembalikan kesadaran ber-uswah hasanah pada Nabi SAW., maka para da’i/ penceramah hendaklah menambah wawasan buku atau bahan bacaan. Kitab Sirah Nabawiyah atau kitab As-Syamail Al Muhammadiyyah karya At Tirmidzi (200 H.- 279 H) termasuk genarasi Salafus Shaleh yang sudah di-tahqiq oleh Usamah Ar Rahhal (1999 M), dijelaskan secara gamblang tentang Nabi SAW. dengan detail dari sumber valid, pemaparan tentang fisik beliau, maupun etika dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya, yang berkait dengan ibadah mahzhah maupun ghairu mahzhah. Dalam catatannya, Usamah Ar Rahhal menjelaskannya bahwa, ada 3 hal dalam memahami sirah Nabi ini: (1). Ujian sepanjang masa bagi manusia untuk selalu meng-upgret diri dalam rangka menempatkan dirinya lebih baik dari sebelumnya, (2). Munculnya pertentangan sosial lantaran salah paham terhadap apa yang dikendaki dirinya sehingga menimbulkan berbagai macam adat-istiadat oleh masing-masing daerah yang bertujuan cinta pada Nabi SAW., (3). Menteladani Rasulullah SAW. dalam kehidupan sehari-hari memaksa orang untuk memikiri beliau. sebagai individu manusia agung sejagad, sehingga berpengaruh positip bagi umat untuk mencontohnya.

Di samping itu, ada buku karangan Michael H. Hart yaitu: “The 100: A Rangking of The Most In Influential Persons in History”, yang menempatkan Muhammad SAW. di ranking pertama dari 100 orang yang berpengaruh dalam mengobah tatanan masyarakat yang menjadi lebih baik dari sebelumnya. Informasi ini sebagai acuan motivasi, targhib untuk kita agar tetap mengikuti teladan utama, yaitu Rasulullah SAW. Dan buku ini sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Mahbub Junaidi. 

            Sebenarnya banyak tema yang harus dipertimbangkan oleh penceramah dalam mematri Uswah Rasul pada hadirin, dan merenungi sunnah dan perilakunya untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, atau pencarian solusi umat di sekitar yang terdampak masalah untuk dipecahkan. “Man lam yahtamma bi amril muslimina, falaisa minhum” (0rang yang tak peduli masalah yang dihadapi umat Islam, ia tidak termasuk kelompok umat Islam itu sendiri), demikian kata Nabi SAW. meskipun Dhaif secara sanad, tapi misi dalam lafalnya benar yang termasuk kategori Tolong menolong (lihat: QS. 5: 2). Dan Kitab As-Syamail Al Muhammadiyyah karya At Tirmidzi tersebut, mungkin dapat dijadikan juga informasi untuk di-tadabbur-i sunnah Nabi kita sebagai Uswah Hasanah, cermin kehidupan yang tak lapuk oleh zaman. Semisal problem kebodohan dan kemiskinan umat Islam yang menyebabkan terpinggirnya umat Islam di berbagai belahan wilayah.

            Dalam kontek kebodohan bisa diungkap tentang ajaran Islam berkenaan dengan menuntut ilmu dengan segala motivasinya, baik merujuk pada Al-Qur’an maupun hadits. Sedangkan problem kemiskinan yang diakibatkan oleh rendahnya etos kerja, dengan minimnya skill karena rendahnya ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Maka wajib bagi penceramah menerangkan sejarah Nabi SAW. dari kecil yang sudah hidup mandiri, memiliki etos kerja tinggi dan sudah produktif.

            Dalam setiap acara mauludan Nabi, pasti penceramah mendasari ceramahnya dengan membaca surat Al-Ahzab ayat 21: “Laqad Kana Lakum fi Rasulillahi Uswatun Hasanah...” (Sungguh telah ada pada diri Rasulullah Uswah Hasanah, suri teladan yang baik bagi kalian...), tapi sangat jarang para muballig menjelaskan dengan tuntas ayat tersebut tentang pribadi Rasulullah SAW. yang sudah mandiri dan kratif. Sejak kurang lebih usia 6 tahun beliau sudah memimpin umat, yaitu sekawanan domba biar nggak tersesat. Beliau ulet dan teguh menghadapi tantangan dan hambatan. Malah, dalam surat An Nisa’ ayat 9 disebutkan dengan tegas: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”. Ayat ini berpesan kepada setiap orangtua untuk selalu berupaya mendidikdan mengarahkan anak agar kelak menjadi orang yang kuat secara fisik/ jasmani dan mental spiritualnya, serta kuat terjamin urusan duniawi dan ukhrawinya. Dan inilah yang mungkin diisyaratkan oleh Nabi SAW. dalam sabdanya: “...Wa Auladuhu Abraran (Anak yang berbakti/ berkualitas)...”. Sehingga Nabi SAW. perlu menekankan pada orangtua untuk mendidik keturunannya kemandirian dan kreativitas, sebagaimana sabdanya: “‘Allimuu Abna’akum As-Sibahata war Rimayah” (Ajarilaah anakmu berenang dan memanah). Renang, filosofinya adalah mempertahankan diri agar tubuh tidak tenggelam, sebagai ajaran tentang kemandirian, tidan tergantung kepada orang lain. Sedangkan memanah adalah kemampuan fisik dan mental untuk membuat keputusan dan mengeksekusi kemauan dengan tepat. Inilah pemaknaan secara kontektual sebagai ketrampilan dan pengalaman hidup yang terus berjalan.

            Kata kunci kesuksesan antara lain adalah situasi dan kondisi yang terbatas, sehingga memunculkan etos kerja tinggi untuk keluar dari keterbatasan itu. Dari segi ini tampaknya lemah dalam keluarga muslim yang berkaitan dengan pendidikan anak.

Ada kecenderungan orangtua tidak mau membuat iklim terbatas pada anak-anak mereka. Malah sebaliknya, mereka membiarkan anak bebas tak terbatas, dan mencukupi segala fasilitasnya dengan dalih: “Sayang Anak”. Akibat yang timbul pada karakter anak adalah: Manja, tidak mandiri, serba berharap bantuan orang lain, dan hilang semangat mempertahankan diri.

Lihat saja sekarang sebagian para ibu yang sibuk, khususon guru yang mengajak anaknya di sekolahan. Agar si anak tidak rewel ditinggal mengajar, maka si ibu memberi mainan HP Android untuk ditonton anaknya, begitu seterusnya hingga anak selalu manja.

Revolusi Mental

            Nabi SAW. mengakui dirinya diutus oleh Allah SWT. untuk membangun akhlak/ perilaku masyarakat yang lebih baik, baik bidang sosial maupun keyakinan yang distampel sebagai Jahiliyah, dengan sabdanya: “Bu’itstu Li’utammima Makarimal Akhlaq” HR. Shahih dari Abu Hurairah (Aku diutus untuk memperbaiki akhlak). Akhlak disini maksudnya adalah perbuatan yang diulang-ulang sampai menjadi karakter yang sulit diubah, kecuali sedikit demi sedikit. (Baca: Al Akhlak, Ahmad Amin). Karakter bangsa Arab pada umumnya adalah lebih kuat kekufurannya dan kemunafikannya. Ini sangat wajar mereka  tidak mengetahui batas-batas --ketentuan-- yang diturunkan Allah kepada Rasulnya... (QS. At Taubat ayat 97), sebab jauh bimbingan dari Rasul (guru, kiyai, ulama, atau yang semakna).

            Peran terpenting misi kenabian adalah memperbaiki / merevolusi mental umat manusia yang jahiliyah menjadi masyarakat ilmiyah yang kurang dari seperempat abad, tepatnya 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah. Kalau diringkas tugas nabi (mungkin) seperti berikut:

1.     Menanamkan akidah yang benar

2.     Memperbaiki jiwa

3.     Mengajarkan Al-Qur’an

4.     Membina keterampilan umat.

Jika masing-masing poin tersebut bisa diaplikasikan oleh kita bersama, terutama yang didaulat sebagai tokoh masyarakat, insyaAllah umat Islam maju dan bisa meneladani tokoh panutan, insan kamil sseluruh jagat raya.

#SemogaManfaat

===========

Saniman el-Kudusi, alumni IAIN (sekarang UIN) Su-Ka Yogyakarta

Guru Madin PPYUR Banat Kudus

Anggota Lakpesdam Kudus,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar