MASIHKAH NABI SAW. MANJADI USWAH HASANAH ?
(Oleh: Saniman el-Kudusi)
Pendahuluan
Perayaan memperingati kelahiran Nabi Muhammad
SAW. di negeri tercinta ini sudah menjadi tradisi, jauh sebelum Indonesia
merdeka 1945. Seingat saya, di masjid-masjid kampung diadakan kenduri dengan
kuliner ‘Jajan Pasar’, yakni makanan kecil yang dibeli dari pasar. Acara
semacam ini dilaksanakan waktu sore hari selepas Asar yang diberi nama
kenduri: ‘Golok-golok menthok’. Acara ini diramaikan oleh anak-anak seusia SD
(Sekolah Dasar). Sebelum doa kenduri ini dimulai, Bapak Modin atau pak
kiyai atau ustad yang memimpin kenduri memberikan wejangan atau nasehat tentang
pentingnya memperingati kelahiran Nabi agung ini yang menjadi suri tauladan,
dengan kalimat-kalimat yang disesuaikan tingkat pemikiran anak seusianya. Di
samping yang hadir juga ada para pemuda-pemudi, bapak, ibu sambil mengantarkan
anak atau adik mereka.
Rutinitas Hura-hura
Judul tulisan ini tampaknya memang agak
ekstrim, seakan-akan menggugat keimanan yang sudah mapan bagi umat Islam. Tapi,
realnya di masyarakat, orang mengidolakan tokoh viral yang dilihat di media
cetak, maupun elektronik seperti: FB, WA, Twitter, Line, Tik Tok, Snack Video,
Youtube, dll. Di samping itu, peringatan Maulud atau Milad (emboh sak karepem
olehem ngarani) kelahiran Nabi Muhammad
SAW. diadakan di masjid, mushalla, langgar, pondok, madrasah, sekolahan, baik
tingkat Rt, Rw, desa, kota, propinsi sampai pusat, pada menyenandungkan
shalawat Nabi dengan lantunan suara yang diiringi pemukulan terbang dan ada
yang dibarengi dengan orgen sehingga gemuruh memekakkan gendang telinga. Belum
lagi jika di sekitar peringatan ada orang tua yang sakit dan memerlukan
ketenangan.
Saya bukan ahli tafsir
maupun hadits, atau seorang mufti (yang mudah mengklaim sesuatu), bahwa
peringatan kelahiran Nabi SAW. dengan model seperti di atas, tidak salah, jika ada
orang menyebutnya sebagai bid’ah sesat. Namun di tulisan ini
dikesampingkan klaim Bid’ah sesat. Itu urusan lain yang perlu
didialogkan atau masih bisa diperdebatkan (debatable). Hanya saja, di sini
diketengahkan dampak peringatan kelahiran Nabi SAW. pada masyarakat, dan
sejauhmana keterpengaruhan masyarakat dengan seorang makhluk paling sempurna
yaitu Nabi Muhammad SAW. Peringatan maulid Nabi bukan sekedar rutinitas belaka,
yang sudah barang pasti membuang energi dan dana yang tidak sedikit jumlahnya.
Bagi masyarakat awam, atau
jamaah yang hadir bisa dimaklumi. Mereka tidak sempat berpikir akan manfaat,
rutinan mauludan di samping Roti-nan yang sudah pasti. Yang penting dapat
barokah memperoleh syafaat dari junjungan Nabi kita Muhammad SAW.... Kalau
urusan Barokah hasanah memang tidak bisa diukur dan diatur sesuai prosedur. Ini
areal keimanan.
Kemasan mahabbah
(cinta) kepada Nabi SAW. yang ditradisikan lewat peringatan Mauludan Nabiy
tergantung tradisi daerah setempat yang biasanya dibacakan kitab baku: Ontologi
Cinta Nabi yaitu sebuah kitab kumpulan syair kerinduan kepada Kanjeng
Rasul yang dikenal dengan sebutan: Al-Barzanjiy baik yang prosa maupun
puisi. Sebenarnya nama Al-Barzanjiy hanyalah salah satu Mushannif,
penulis kelahiran Barzanj, Irak, yang bernama Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim
bin Muhammad Al-Madani bin Rasul Al-Barzanjiy. Yang lain ada maulid Ad Diba’iy
yang ditulis Abdurrahman Ad-Diba’iy, Maulid Syaraful Anam, ada Maulid Al-Azb
yang ditulis oleh Muhammad Al-Azb, dan ada Burdah yang ditulis oleh Muhammad Al-Bushiriy
dengan Burdah-nya.
Dan ada lagi kitab maulid Simthut Duror yang disusun secara khusus
oleh Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyiy, asal Hadhramaut, Tarim,
Yaman yang lahir 24 Syawal 1259 H/ 1843 M.- 1333 H./ 1913 M. sebagai kitab
maulid tersendiri yang sering ditradisikan dan diviralkan pembacaannya oleh
orang-orang yang bergelar Habib dan followernya.
Masih ada lagi kitab maulid yang kurang terkenal susunan Ibnu Jauziy, dari
kalangan mazhab Hambali (508 H- 597 H). Dia ahli fikih, ahli tafsir, sastrawan
sejarawan, dan seorang dai-sunni. Tulisan beliau jarang kita baca-dengarkan
buku maulidnya di masyarakat Indonesia yang mayoritas Sunniy Syafiiyah.
Terlepas dari kitab apa
yang dibaca di acara Maulidan itu, kumandang shalawat tetap bergemuruh, baik
shalawat yang netral tanpa permintaan yang beraroma duniawi, seperti shalawat
Jibril maupun yang tidak netral yang disisipi permohonan, seperti shalawat
Asyghil, Thibbul Qulub, Asnawiyah shalawat perjuangan yang disusun
oleh KHR Asnawi (orang Kudus biasa mendendangkan ini sebagai rangkaian pembuka
acara). Dan masih banyak lagi teks shalawat yang disusun oleh para ulama yang
memiki rasa/ dzauq bathiniyah atau Arifbillah (Baca: Kumpulan
Shalawat yang dihimpun oleh Syaikh Yusuf bin Isma’il An Nabhaniy, Afdhalush
Shalawat Ala Sayyidis Sadat: Dar Al Kutub Al Ilmiyah, Bairut, Libanon,
2003).
Dalam acara maulidan ini
tidak ketinggalan ada Mauzhah Hasanah yang didatangkan penceramah dari lokal
sendiri, maupun dari luar daerah, baik kiyai kampung maupun kiyai yang viral di
youtbe yang tidak tahu kondisi masyarakat yang diceramahi. Lagi-lagi yang
penting ramai, bisa ger-geran, membuat hati senang (sekedar dapat melupakan
jeratan rentenir, atau bank plecit). Kita lalu membayangkan (berpikir sedikit
kritis, kritis sedikit), berapa banyak personel yang terlibat dalam acara ini
dengan sekian pengorbanan termasuk finansial/ material.
Hemat saya, penceramah
hendaklah dapat menjadi motivator penggerak kepada audien/ hadirin-hadirat atau
pendengar live streaming diuar lokasi agar dalam ceramahnya minimal
jamaah dapat mambawa pulang suatu ilmu, yang tidak hanya hura-hura, show of
force, atau unjuk kekuatan. Dan perlu dipertimbangkan kembali oleh Sang
penceramah, bahwa majlis yang mulia dan strategis ini jangan sekali-kali hanya
mengulas repetisi sejarah kelahiran Nabi SAW. di tahun Gajah, tumbangnya
balatentara Raja Abrohah oleh pasukan misterius Ababil, runtuhnya balkon di istana Kisro (raja Persia),
atau padamnya api yang sudah lama menjadi sesembahan kaum Majusi, pemeluk agama
Zoroaster (Mazdaisme) dan runtuhnya geraja di Buhairah yang diporak-porandakan
oleh angin lesus, (puting beliung), pada saat kelahiran Nabi SAW.
Buku standar
Para penceramah atau dai
dalam menyampaikan mauizhah-nya, dari tempat ke tempat lain, bertema
sama, monoton, minim perkembangan. Tahun ke tahun, ya sama juga, seperti celebritis
yang lagi tampil, minim perobahan yang segnifikan, dan memadai dengan biaya
yang dikeluarkan panita. Tanpa adanya perubahan pada masyarakan dari hasil
peringatan maulud Nabi, maka acara tersebut menjadi sia-sia.
Demi mengembalikan kesadaran ber-uswah
hasanah pada Nabi SAW., maka para da’i/ penceramah hendaklah menambah
wawasan buku atau bahan bacaan. Kitab Sirah Nabawiyah atau kitab As-Syamail
Al Muhammadiyyah karya At Tirmidzi (200 H.- 279 H) termasuk genarasi Salafus
Shaleh yang sudah di-tahqiq oleh Usamah Ar Rahhal (1999 M),
dijelaskan secara gamblang tentang Nabi SAW. dengan detail dari sumber valid, pemaparan
tentang fisik beliau, maupun etika dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya,
yang berkait dengan ibadah mahzhah maupun ghairu mahzhah. Dalam
catatannya, Usamah Ar Rahhal menjelaskannya bahwa, ada 3 hal dalam memahami
sirah Nabi ini: (1). Ujian sepanjang masa bagi manusia untuk selalu meng-upgret
diri dalam rangka menempatkan dirinya lebih baik dari sebelumnya, (2).
Munculnya pertentangan sosial lantaran salah paham terhadap apa yang dikendaki
dirinya sehingga menimbulkan berbagai macam adat-istiadat oleh masing-masing
daerah yang bertujuan cinta pada Nabi SAW., (3). Menteladani Rasulullah SAW.
dalam kehidupan sehari-hari memaksa orang untuk memikiri beliau. sebagai
individu manusia agung sejagad, sehingga berpengaruh positip bagi umat untuk
mencontohnya.
Di samping itu, ada buku karangan Michael H.
Hart yaitu: “The 100: A Rangking of The Most In Influential Persons in
History”, yang menempatkan Muhammad SAW. di ranking pertama dari 100 orang
yang berpengaruh dalam mengobah tatanan masyarakat yang menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Informasi ini sebagai acuan motivasi, targhib untuk kita
agar tetap mengikuti teladan utama, yaitu Rasulullah SAW. Dan buku ini sudah
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Mahbub Junaidi.
Sebenarnya banyak tema
yang harus dipertimbangkan oleh penceramah dalam mematri Uswah Rasul pada
hadirin, dan merenungi sunnah dan perilakunya untuk diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari, atau pencarian solusi umat di sekitar yang terdampak
masalah untuk dipecahkan. “Man lam yahtamma bi amril muslimina, falaisa
minhum” (0rang yang tak peduli masalah yang dihadapi umat Islam, ia tidak
termasuk kelompok umat Islam itu sendiri), demikian kata Nabi SAW. meskipun Dhaif
secara sanad, tapi misi dalam lafalnya benar yang termasuk kategori Tolong
menolong (lihat: QS. 5: 2). Dan Kitab As-Syamail Al Muhammadiyyah
karya At Tirmidzi tersebut, mungkin dapat dijadikan juga informasi untuk di-tadabbur-i
sunnah Nabi kita sebagai Uswah Hasanah, cermin kehidupan yang tak lapuk
oleh zaman. Semisal problem kebodohan dan kemiskinan umat Islam yang
menyebabkan terpinggirnya umat Islam di berbagai belahan wilayah.
Dalam kontek kebodohan
bisa diungkap tentang ajaran Islam berkenaan dengan menuntut ilmu dengan segala
motivasinya, baik merujuk pada Al-Qur’an maupun hadits. Sedangkan problem
kemiskinan yang diakibatkan oleh rendahnya etos kerja, dengan minimnya skill
karena rendahnya ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Maka wajib bagi penceramah
menerangkan sejarah Nabi SAW. dari kecil yang sudah hidup mandiri, memiliki
etos kerja tinggi dan sudah produktif.
Dalam setiap acara
mauludan Nabi, pasti penceramah mendasari ceramahnya dengan membaca surat
Al-Ahzab ayat 21: “Laqad Kana Lakum fi Rasulillahi Uswatun Hasanah...”
(Sungguh telah ada pada diri Rasulullah Uswah Hasanah, suri teladan yang
baik bagi kalian...), tapi sangat jarang para muballig menjelaskan dengan
tuntas ayat tersebut tentang pribadi Rasulullah SAW. yang sudah mandiri dan
kratif. Sejak kurang lebih usia 6 tahun beliau sudah memimpin umat, yaitu
sekawanan domba biar nggak tersesat. Beliau ulet dan teguh menghadapi tantangan
dan hambatan. Malah, dalam surat An Nisa’ ayat 9 disebutkan dengan tegas: “Dan hendaklah takut kepada
Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
Perkataan yang benar”. Ayat ini berpesan kepada setiap orangtua untuk selalu berupaya mendidikdan
mengarahkan anak agar kelak menjadi orang yang kuat secara fisik/ jasmani dan
mental spiritualnya, serta kuat terjamin urusan duniawi dan ukhrawinya. Dan
inilah yang mungkin diisyaratkan oleh Nabi SAW. dalam sabdanya: “...Wa Auladuhu
Abraran (Anak yang berbakti/ berkualitas)...”. Sehingga Nabi SAW. perlu
menekankan pada orangtua untuk mendidik keturunannya kemandirian dan
kreativitas, sebagaimana sabdanya: “‘Allimuu Abna’akum As-Sibahata war
Rimayah” (Ajarilaah anakmu berenang dan memanah). Renang, filosofinya
adalah mempertahankan diri agar tubuh tidak tenggelam, sebagai ajaran tentang
kemandirian, tidan tergantung kepada orang lain. Sedangkan memanah adalah
kemampuan fisik dan mental untuk membuat keputusan dan mengeksekusi kemauan
dengan tepat. Inilah pemaknaan secara kontektual sebagai ketrampilan dan
pengalaman hidup yang terus berjalan.
Kata kunci kesuksesan
antara lain adalah situasi dan kondisi yang terbatas, sehingga memunculkan etos
kerja tinggi untuk keluar dari keterbatasan itu. Dari segi ini tampaknya lemah
dalam keluarga muslim yang berkaitan dengan pendidikan anak.
Ada kecenderungan orangtua tidak mau membuat
iklim terbatas pada anak-anak mereka. Malah sebaliknya, mereka membiarkan anak
bebas tak terbatas, dan mencukupi segala fasilitasnya dengan dalih: “Sayang
Anak”. Akibat yang timbul pada karakter anak adalah: Manja, tidak mandiri,
serba berharap bantuan orang lain, dan hilang semangat mempertahankan diri.
Lihat saja sekarang sebagian para ibu yang
sibuk, khususon guru yang mengajak anaknya di sekolahan. Agar si anak tidak
rewel ditinggal mengajar, maka si ibu memberi mainan HP Android untuk ditonton
anaknya, begitu seterusnya hingga anak selalu manja.
Revolusi Mental
Nabi SAW. mengakui dirinya
diutus oleh Allah SWT. untuk membangun akhlak/ perilaku masyarakat yang lebih
baik, baik bidang sosial maupun keyakinan yang distampel sebagai Jahiliyah,
dengan sabdanya: “Bu’itstu Li’utammima Makarimal Akhlaq” HR. Shahih dari
Abu Hurairah (Aku diutus untuk memperbaiki akhlak). Akhlak disini maksudnya
adalah perbuatan yang diulang-ulang sampai menjadi karakter yang sulit diubah,
kecuali sedikit demi sedikit. (Baca: Al Akhlak, Ahmad Amin). Karakter bangsa
Arab pada umumnya adalah lebih kuat kekufurannya dan kemunafikannya. Ini sangat
wajar mereka tidak mengetahui
batas-batas --ketentuan-- yang diturunkan Allah kepada Rasulnya... (QS. At
Taubat ayat 97), sebab jauh bimbingan dari Rasul (guru, kiyai, ulama, atau yang
semakna).
Peran terpenting misi
kenabian adalah memperbaiki / merevolusi mental umat manusia yang jahiliyah
menjadi masyarakat ilmiyah yang kurang dari seperempat abad, tepatnya 13
tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah. Kalau diringkas tugas nabi (mungkin)
seperti berikut:
1. Menanamkan akidah yang benar
2. Memperbaiki jiwa
3. Mengajarkan Al-Qur’an
4. Membina keterampilan umat.
Jika masing-masing poin tersebut bisa diaplikasikan oleh kita bersama,
terutama yang didaulat sebagai tokoh masyarakat, insyaAllah umat Islam maju dan
bisa meneladani tokoh panutan, insan kamil sseluruh jagat raya.
#SemogaManfaat
===========
*Saniman el-Kudusi, 3 Oktober 2023
*Lakpesdam Kudus,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar